BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Perawat perlu menyadari bahwa semua tindakan keperawatan
dilaksanakan dalam bentuk komunikasi (nonverbal/verbal). Oleh karena itu,
perawat mengetahui fungsi komunikasi dan sikap serta keterampilan yang perlu
dikembangkan dalam komuikasi dengan klien. Hal-hal yang harus kita lakukan saan
berhadapan dengan pasien.
Keadaan stress dan cemas yang dialami klien sering tidak
berhubungan dengan fasilitas di rumah sakit, melainkan biasanya karena tidak
diberitahu penyakitnya, pertanyaan yang disepelekan, tidak mengetahui alasan
dan hasil prosedur yang dilakukan atau pengobatan. Situasi tersebut dapat
diatasi dengan meningkatkan komunikasi perawat-klien. Perawat perlu menyadari
diri sendiri termasuk sikap dan caranya berkomunikasi sebelum menggunakan
dirinya secara terapeutik untuk membantu kerjasama dengan klien dalam
memecahkan dan mengatasi masalah kesehatan klien.
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana
penggunaan diri secara efektif dalam keperawatan itu ?
1.3
Tujuan
Makalah
ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa
dan tenaga medis khususnya dapat memahami penggunaan diri secara efektif dan
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan dasar.
1.4
Manfaat
Makalah
ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung dalam
proses keperawatan hususnya tentang penggunaan diri secara efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Menghadirkan diri.
Perawat
tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi yang sangat
penting adalah sikap dan penampilan dalam komunikasi.
Kehadiran
fisik, menurut Evans mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk menghadirkan diri
secara fisik, yaitu :
·
Berhadapan
: arti dari posisi ini yaitu "saya siap utnuk anda"
·
Mempertahankan
kontak mata : berarti mengahargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
·
Membungkuk
ke arah klien : posisi ini menunjukkan keinginan atau mendengar sesuatu
·
Tetap
rileks : dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
merespon klien.
Adapun
fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel dan Morgen
yaitu
1.
Komunikasi
dapat membina hubungan saling percaya dengan klien,
2.
Komunikasi
dapat menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien,
3.
Komunikasi
juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari klien.
2.2 Dimensi respon
Dimensi
respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, simpati dan
konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus dipertahankan
sampai pada akhir hubungan.
1. Keikhlasan
Perawat
menyatakan keikhlasan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan
aktif dalam hubungan dengan klien
2. Menghargai
Rasa
menghargai dapat diwujudkan dengan duduk diam bersama klien yang menangis,
minta maaf atas hal yang tidak disukai klien.
3. Empati
Perawat
memandang dalam pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian
mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut
4. Konkrit
perawat
menggunakan terminologi yang spesifik, bukan abstrak. Fungsinya yaitu,
mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien, memberikan penjelasan
yang akurat dan mendorong klien memikirkan masalah yang spesifik.
2.3 Dimensi tindakan.
Dimensi
tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan, keterbukaan, emosional katarsis,
dan bermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 : 131)
a. Konfrontasi
Konfrontasi
adalah perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak sesuai. Konfrontasi
berguna untuk meningkatkan kesadaran klien akan kesesuaian perasaan, sikap,
kepercayaan, dan perilaku. Konfrontasi sangat diperlukan klien yang telah
mempunyai kesadaran tetapi belum merubah perilakunya. Konfrontasi juga
merupakan proses interpersonal yang digunakan oleh perawat untuk memfasilitasi,
memodifikasi dan peluasan dari gambaran diri orang lain.
Tujuan
dari konfrontasi : agar orang lain sadar adanya ketidaksesuaian pada dirinya
Dua bagian
konfrontasi
- Membuat
orang lain sadar terhadap perilaku yang tidak produktif/merusak
- Membuat
pertimbangan tentang bagaimana dia bertingkah laku yang lebih produktif dengan jelas dan konstruktif
Waktu yang
tepat dilakukkannya konfrontasi
- Tingkah
lakunya tidak produktif
- Tingkah
lakunya merusak
-
Ketika mereka melanggar hak kita atau hak orang lain
Cara
melakukan konfrontasi
- Clarify
: membuat sesuatu lebih jelas untuk dimengerti
- Articulate
: dapat mengekspresikan opini diri sendiri dengan kata – kata yang jelas
- Request
: permintaan
- Encourage
: memberikan support, harapan dan kepercayaan
Tiga
kategori konfrontasi yaitu:
- Ketidak sesuaian
antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri
(cita-cita/keinginan klien)
- Ketidak sesuaian
antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
- Ketidak sesuaian
antara pengalaman klien dan perawat
b. Kesegeraan
Perawat
sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera. Kesegeraan
terjadi jika interaksi perawat klien difokuskan dan digunakan untuk mempelajari
fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitive
terhadap perasaan klien dan berkeinginan untuk membantu dengan segera
c. Keterbukaan
perawat
Membuka
diri adalah membuat orang lain tahu tentang pikiran, perasaan, pengalaman
pribadi kita. Membuka diri diperlukan saat perawat ingin meningkatkan
pemahaman, kekuatan dan kepercayaan klien. Perawat membuka diri tentang
pengalaman yang sama dengan pengalaman klien. Tukar pengalaman ini memberi
keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberikan sokongan.
Cara membuka diri :
- Mendengar
- Empati
- Membuka
diri
- Mengecek
d. "Emosional
Catharsis"
Emosional
katarsis tejadi jika klien diminta untuk bicara tentang hal yang menganggu
dirinya. Perawat harus megkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan masalahnya.
Jika klien mengalami kesukaran dalam mengekspresika perasaannya, perawat dapat
membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
Jika klien menyadari bahwa ia mengekspresikan perasaan dalam suasan menerima
dan aman maka klien akan memperluas kesadaran dan penerimaan pada dirinya. Klien
didorong untuk membicarakan hal – hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik. Disini perlu pengkajian dan kesiapan klien untuk
mendikusikan masalahnya. Jika klien sulit mengungkapkan perasaannya perawat
perlu membantu mengekspresikan perasaannya jika ia berada pada situasi klein
e. Bermain
Peran
Bermain
peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu ini berguna untuk
meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari
pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani antara pikirandan perilaku
serta klien merasa bebas mempraktekan perilaku baru pada lingkungan yang nyaman. Tindakan
untuk membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien
kedalam hubungan manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi
dari sudut pandang lain dan juga memperkenalkan klien untuk mencobakan situasi
baru dalam lingkungan yang aman.
2.4 Komunikasi verbal dan non verbal
A. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan
kata-kata, entah lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai
dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan,
emosi, pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan
informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan
penting. Jenis komunikasi ini yang paling lazim digunakan
dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara
verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih
akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk
mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau
menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti
yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal
dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara
langsung.
Komunikasi
verbal yang efektif harus :
1.
Jelas dan ringkas
Komunikasi
yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Kejelasan dapat dicapai
dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan
contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang
penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,
mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan
kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
2.
Perbendaharaan kata
Banyak
istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini
digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti
petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien.
3.
Arti denotatif dan konotatif
Arti
denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Ketika berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4.
Selaan dan kesempatan bicara
Kecepatan
dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal.
Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap
klien. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.. Perawat juga bisa
menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu
cepat dan perlu untuk diulang.
5.
Waktu dan relevansi
Kendatipun
pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat
menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka
terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal
akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan
kebutuhan klien.
6.
Humor
Dugan
(1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit
yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988)
melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang
menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit,
mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk
berkomunikasi dengan klien.
B. Komunikasi Non
Verbal
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan
pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan
non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.
Komunikasi
non-verbal teramati pada:
1.
Metakomunikasi.
Komunikasi
tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan antara Pembicara
dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi
pembicaraan dan sifat hubungan antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam
pesan yang menyampaikan sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh:
tersenyum ketika sedang marah.
2. Penampilan Personal.
Penampilan
seseorang merupakan salah satu hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul dalam 20 detik sampai 4 menit pertama.
Delapan puluh empat persen dari kesan terhadap seserang berdasarkan
penampilannya (Lalli Ascosi, 1990 dalam Potter dan Perry, 1993).
Bentuk
fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial,
pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang memperhatikan penampilan
dirinya dapat menimbulkan citra diri dan profesional yang positif. Penampilan
fisik perawat mempengaruhi persepsi klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan
yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan
seorang perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan kemampuan
perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk membina rasa
percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra klien.
3.
Intonasi (Nada Suara).
Nada
suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika sedang berinteraksi dengan
klien, karena maksud untuk menyamakan rsa tertarik yang tulus terhadap klien
dapat terhalangi oleh nada suara perawat.
4.
Ekspresi wajah.
Hasil
suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah
sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpesonal.
Kontak mata sangat penting dalam komunikasi interpersonal. Orang yang
mempertahankan kontak mata selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang
dapat dipercaya, dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat
sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan klien, oleh
karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat tidak tampak
dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam keadaan sejajar.
5.
Sikap tubuh dan langkah.
Sikap
tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan keadaan fisik.
Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat dengan mengamati sikap
tubuh dan langkah klien. Langkah dapat dipengaruhi oleh faktor fisik seperti
rasa sakit, obat, atau fraktur.
6.
Sentuhan
Sentuhan
merupakan bagian yang penting dalam hubungan perawat-klien, namun harus
memperhatikan norma sosial. Sentuhan dengan berjabat tangan ketika berkenalan
dapat mendekatkan diri kita kepada pasien. Konsep sentuhan yang terapeutik
adalah dengan menggunakan sikap terbuka dalam membatu pasien yang mengalami
sakit atau memerlukan bantuan.
Empat
phase hubungan perawat pasien yang berkatian dengan tanggungjawab dan tugas
perawat kesehatan terhadap pasien adalah :
1.
Orientasi ( orientation ), pada phase ini seorang perawat harus mampu
menangkap bahwa pasien ingin mencari kesembuhan penyakitnya dan dia
mempercayakan dirinya dirawat oleh perawat. Dengan pengenalan.
2.
Indetifikasi ( identification ), interaksi perawat – pasien
hendaknya berbasis pada kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang saling
membantu.
3.
Eksploitasi ( exploitation ), interrrelasi perawat – pasien, akan
menumbuhkan pengertian pasien terhadap proses system asuhan, sehingga pasien
mempunyai keterlibatan aktif yang muncul dari dirinya karena ingin cepat sembuh
dari sakitnya. Aspek lain pasien dapat ditimbulkan pengertian, dan kesadaran
self – care, sehingga peran perawat dan pasien dalam proses keperawatan untuk mencapai
penyembuhan terjadi dengan baik ( kolaborasi ). .
4.
Resolusi ( resolution ). Harapan, kebutuhan pasien dapat diketahui
melalui hubungan kesetaraan perawat – pasien dengan menggunakan komunikasi
efektif. Harapan, kebutuhan pasien merupakan data yang menjadi arah
tindakan apa yang perlu dilakukan terhadap pasiennya Phase yang keempat ini
sering kali disebut dengan phase terminasi.
Dalam
melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal
terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:
v
Perkembangan. Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu diperhatikan
adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam berkomunikasi isi pesan dan
sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah
anak-anak, remaja, dewasa atau usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam
berkomunikasi
v
Persepsi. Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi
dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu
hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu
sama dengan yang dipersepsikan oleh orang lain.Nilai. Nilai adalah standar
yang mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi pemberi pelayanan
kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
v
Latar belakang budaya. Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor
budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
v
Emosi. Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam
berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak
berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau pesan tidak
sampai.
v
Pengetahuan. Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak
berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu maka kita
harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan yang kita ajak
bicara
v
Peran. Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita
lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda ketika kita
berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain.
v
Tatanan interaksi. Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan
dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising, ruangan sempti, tidak
leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.
Faktor
yang mempengaruhi hubungan perawat-pasien yang berkualitas :
1.
Kehangatan dan ketulusan
Bersikap
hangat dan tulus bukanlah suatu keterampilan praktis tetapi suatu kerangka
pikiran yang di dalamnya terdapat penerimaan dan penghargaan pada keunikan
setiap pribadi. Untuk mencapainya, diperlukan penciptaan suatu kondisi dimana
pasien merasa aman, terjadi saling pemahaman dalam pendapat serta pikiran.
Penerimaan pada pasien dapat dilakukan dengan mendengarkan keluh kesahnya
secara penuh. Ini adalah karakteristik dari situasi pasien yang dating untuk
meminta tolong, menjadi sadar bahwa perawat memahami perasaannya dan siap untuk
membantunya.
2.
Pemahaman yang empatik
Empati
adalah merasakan perasaan orang lain, tetapi tidak sama dengan mengalami
pengalaman itu sendiri. Dalam keperawatan, empati dapat berarti mempersepsikan
dunia sebagaimana pasien mempersepsikannya. Empati bukanlah simpati untuk
situasi atau dilemma seseorang tetapi sebuah kemampuan untuk merefleksikan sebuah
objektif perasaan dari pasien, yang tidak diungkapkan secara lisan
3.
Perhatian positif yang tak bersyarat
Perawat
harus berfokus pada pemahaman mereka tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
perawatan pasien, bukan hanya pada persepsi dari dirinya sendiri atau dari
orang lain. Memiliki perhatian positif yang tidak bersyarat terhadap pasien,
termasuk di dalamnya mengakui suatu kebaikan pada diri pasien tersebut
4.
Sifat konkrit
Konsep
tentang sifat konkrit berhubungan dengan pengertian yang saling menguntungkan
dan akurat tentang perbendaharaan kata yang digunakan oleh pasien, terutama
dalam menggambarkan emosinya. Misal : Kata ‘sedih’ dan ‘senang’ bersifat
subjektif. Perawat perlu memperjelas arti kata itu secara perseorangan dengan
si pasien untuk dapat menangkap isi pembicaraan.
5.
Kesegeraan
Sifat
segera mengacu pada situasi yang sedang terjadi, bukan pada masa lalu atau masa
datang. Misal : ketika pasien mengungkapkan perasaan tentang pemeriksaan
terakhir, kita perlu menanggapinya tentang hasil pemeriksaan saat itu, bukan
pada perasaannya sebelum pemeriksaan dilakukan.
6.
Konfrontasi
Konfrontasi
berarti perlawanan/pertentangan terhadap suatu hal. Terkadang orang membuat
generalisasi tentang kejadian, orang, dan perasaan. Untuk membantu pasien,
mungkin kita perlu meng-konfrontasi mereka, mengajak mereka untuk menemukan
kebenaran. Misal : Kasus dimana lansia yang sakit dibawa ke RS, beliau
berpendapat bahwa RS adalah tempat dimana orang meninggal dan bukan untuk
membaik. Untuk meningkatkan motivasi pasien, perawat memberikan ke-optimisan
pada pasien bahwa mereka akan sembuh. Hal itu melalui konfrontasi.
Caring ,
menurut Watson (1979) ada sepuluh faktor yang dilakukan perawat kepada pasien :
Sharing artinya
perawat senantiasa berbagi pengalaman dan ilmu atau berdiskusi dengan kliennya.
Laughing,
artinya senyum menjadi modal utama bagi seorang perawat untuk meningkatkan rasa
nyaman klien.
Crying artinya
perawat dapat menerima respon emosional diri dan kliennya.
Touching artinya
sentuhan yang bersifat fisik maupun psikologis merupakan komunikasi simpatis
yang memiliki makna (Barbara, 1994)
Helping artinya
perawat siap membantu dengan asuhan keperawatannya
Believing in
others artinya perawat meyakini bahwa orang
lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk selalu meningkatkan derajat
kesehatannya.
Learning artinya
perawat selalu belajar dan mengembangkan diri dan keterampilannya.
Respecting artinya
memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan terhadap orang lain dengan menjaga
kerahasiaan klien kepada yang tidak berhak mengetahuinya.
Listening artinya
mau mendengar keluhan kliennya
Doing artinya
melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan serta
mendokumentasikannya
Feeling artinya
perawat dapat menerima, merasakan, dan memahami perasaan duka , senang,
frustasi dan rasa puas klien.
Accepting artinya
perawat harus dapat me;nerima dirinya sendiri sebelum menerima orang lain
2.5 Active listening.
Menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan
dasar dalam melakukan hubungan perawat-klien. Ellis Gates, and Konworthy
menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan
menunjukkan pada orang tersebut bahwa apa yang dikatakannya merupakanhal yang
penting dan dia adalah orang yang berarti. Mendengarkan jugamenunjukkan pesan
“Anda bernilai untuk saya” dan “Saya tertarik untuk mendengarkan anda”
Selama mendengarkan secara aktif,perawat mengikuti apa yang dibicarakan
klien dan memperhatikannya.
Mendengarkan secara aktif ini terdiri dari empat
tahap,membuka diri, mendefinisikan masalah, menentukan tujuan,dan mengevaluasi
tujuan. Ada saat perawat berada dalam
kondisi pseudolistening.
Kondisi pseudolistening tersebut antara lain:
a. Diam
untuk mempersiapkan apa yang akan dikatakan pada pembicara selanjutnya.
b. Mendengarkan
orang lain agar didengarkan
c. Mendengarkan
hanya informasi tertentu saja
d. Memperlihatkan
seolah-olah tertarik padahal tidak
e. Mendengarkan
hanya agar klien tidak merasa kecewa
f. Mendengarkan
agar tidak ditolak
g.
Mendengarkan untuk mencari kelemahan lawan bicara supaya bisamempunyai respons
yang kuat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Kehadiran
fisik, menurut Evans mengidentifikasi 4 sikap dan cara untuk menghadirkan diri
secara fisik, yaitu :
·
Berhadapan
·
Mempertahankan
kontak mata
·
Membungkuk
ke arah klien
·
Tetap
rileks
Dimensi
respon terdiri dari respon perawat yang ikhlas, menghargai, simpati dan
konkrit. Dimensi respon sangat penting pada awal hubungan klien untuk membina
hubungan saling percaya dan komunikasi terbuka. Respon ini terus dipertahankan sampai
pada akhir hubungan.
Dimensi tindakan terdiri dari konfrontasi, kesegeraan,
keterbukaan, emosional katarsis, dan bermain peran (Stuart da Sundeen, 1987 :
131).
Komunikasi
verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah lisan maupun tulisan.
Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui
kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan, atau
maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan informasi serta menjelaskannya,
saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat, dan bertengkar.
Komunikasi non-verbal adalah pemindahan
pesan tanpa menggunakan katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk
menyampaikan pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan
non-verbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap pesan
verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan kebutuhan asuhan
keperawatan.
Active listening menjadi pendengar yang baik merupakan keterampilan dasar
dalam melakukan hubungan perawat-klien. Ellis Gates, and Konworthy
menjelaskan bahwa mendengarkan orang lain dengan penuh perhatian akan
menunjukkan pada orang tersebut bahwa apa yang dikatakannya merupakanhal yang
penting dan dia adalah orang yang berarti.
3.2 Saran
Kesadaran
diri perawat merupaka dasar utama dalam membina hubungan terapeutik dengan
klien. Sikap fisik dan psikologis yang diuraikan melalui nonverbal,
dimensi respon dan dimensi tindakan perlu dipelajari dan dipakai dalam prkatek
keperawatan. Kepuasan klien akan asuhan keperawatan banyak dipengaruhi oleh
sikap perawat dalam berkomunikasi. Untuk kerena itu sebagai mahasiswa
keperawatan dan tenaga medis kita harus memahami teori tentang penggunaan diri
secara efektif.
DAFTAR
PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik.
Jakarta: tidak dipublikasikan
Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Suryani.(2005). Komunikasi
Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
(Diakses tanggal 18 Mei 2014).
http://nishapramawaty.wordpress.com/category/komunikasi/
(Diakses tanggal 18 Mei 2014).
0 komentar:
Posting Komentar