Blog ini di buat untuk sekedar share ilmu khususnya ilmu keperawatan yang telah saya dapatkan dari berbagai sumber. Mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam materi yang di posting di blog ini untuk itu mohon masukan dan kritikannya dan jangan lupa kalau copas disertakan yah url blognya sebagai referensi hehehe. (Semoga bermanfaat).

Jumat, 24 Juli 2015

GOLONGAN OBAT SISTEM SARAF


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Jaringan saraf merupakan jaringan komunikasi yang terdiri dari jaringan sel-sel khusus dan dibedakan menjadi dua, sel neuron dan sel neoroglia. Sel neuron adalah sel saraf yang merupakan suatu unit dasar dari sistem saraf. Sel ini bertugas melanjutkan informasi dari organ penerima rangsangan kepusat susunan saraf dan sebaliknya.
Adapun Jaringan saraf terdiri dari 3 komponen yang mempunyai struktur dan fungsi yang berbeda, yaitu sel saraf (neuron) yang mampu menghantarkan impuls, sel Schwann yang merupakan pembungkus kebanyakan akson dari sistem saraf perifir dan sel penyokong (neuroglia) yang merupakan sel yang terdapat diantara neuron dari sistem saaf pusat. Oleh karena itu saraf dari sistem saraf perifiritu di bangun oleh neuron dan sel schwann, sedangkan traktus yang terdapat diotak dan susm-sum tulang belakang dibentuk oleh neuron dan neuroglia.
Untuk mengetahui perubahan-perubahan listrik didalam saraf, perlu diketahui dulu sifat-sifat akson. Akson dari kebanyakan hewan mamalia umumnya relatif kecil, untuk itu didalam percobaan digunakan akson raksasa yang terdapat pada hewan invertebrat seperti cumi-cumi dan gurita. Berbagai bangunan yang dapat ditemukan dalam sistem saraf hewan yaitu otak, serabut saraf, plektus, dan ganglia. Serabut saraf yaitu kumpulan akson dari sejumlah sel saraf baik sejenis maupun tidak sejenis. Contoh serabut yang sejenis adalah serabut eferen, serabut campuran contohnya adalah campuran antara sejumlah akson dari sel saraf motorik dan sensorik. Apabila rangsangan dengan kekuatan tertentu diberikan kepada membran sels araf, membran akan mengalami perubahan elektrokimia dan perubahan fisiologis. Perubahan tersebut berkaitan dengan adanya perubahan permeabilitas membran yang menyebabkan terjadinya permiabel tehadap Na+ dan sangat kurang permiabel terhadap K+.
Depolarisasi yang timbul hanya pada bagian yang dirangsang dinamakan depolarisasi lokal. Pada bagian tersebut terbentuk arus lokal. Apabila rangsangan yang diberi cukup kuat, arus lokal yang timbul pada membran yang terdepolarisasiakan merangsang membran disebelahnya yang masih dalam keadaan istirahat, sehingga sebagian membran tersebut akan ikut terdepolarisasi. Peristiwa ini menunjukkan penjalaran impuls. Depolarisasi adalah nilai potensial aksi yang terjadi akibat adanya rangsangan. Bagian otak depan terakhir adalah telensefalon, telah mengalami perubahan sangat besar selama evolusi vertebrata. Pada ikan dan amphibi, telensefalon lebih dari sekedar suatu penciuman, tapi dapat juga menerima input dari bulbus olfaktori. Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara otomatis tanpa disadari. Oleh karena itu, penulis akan memfokuskan pembahasan mengenai obat-obat gangguan neurologi (saraf).
1.2  Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut :
·         Seperti apa obat analgetik antipiretik itu ?
·         Seperti apa obat analgetik narkotik itu ?
·         Seperti apa obat analgetik anti inflamasi itu ?
·         Seperti apa obat hipnotik sedatif itu ?
·         Seperti apa obat anti konvulsi itu ?
·         Seperti apa obat anastesi itu ?

1.3  Tujuan
·         Untuk memenuhi tugas ilmu dasar keperawatan 5 (Farmakologi).
·         Memahami obat analgetik anti piretik.
·         Memahami obat analgetik narkotik.
·         Memahami obat analgetik anti inflamasi.
·         Memahami obat hipnotik sedatif.
·         Memahami obat anti konvulsi.
·         Memahami obat anastesi.

1.4  Manfaat
      Makalah ini di buat oleh kami agar kami memahami dan dapat mengaplikasikan langsung di lapangan tentang obat system saraf.







BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Analgetik antipiretik.
          Analgesik atau analgetik, adalah obat yang digunakan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atau obat-obat penghilang nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
Obat ini digunakan untuk membantu meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
        Antipiretik adalah zat-zat yang dapat mengurangi suhu tubuh atau obat untuk menurunkan panas. Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas tidak berefektif pada orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin pada CNS.
·         Penyebab sakit/ nyeri.
            Didalam lokasi jaringan yang mengalami luka atau peradangan beberapa bahan algesiogenic kimia diproduksi dan dilepaskan, didalamnya terkandung dalam prostaglandin dan brodikinin. Brodikinin sendiri adalah perangsang reseptor rasa nyeri. Sedangkan prostaglandin ada 2 yang pertama Hiperalgesia yang dapat menimbulkan nyeri dan PG(E1, E2, F2A) yang dapat menimbulkan efek algesiogenic.
·         Mekanisame:
Menghambat sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
·         Karakteristik:
1. Hanya efektif untuk menyembuhkan sakit
2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3. Tidak mempengaruhi pernapasan
4. Gunanya untuk nyeri sedang, ex: sakit gigi

Contoh obat golongan analgetik :
1.      Antalgin / Methampiron :
Indikasi                       : Meringankan rasa nyeri,seperti sakit kepala,sakit                                                       gigi,neuralgia,sakit akibat cedera,setelah operasi,sakit waktu                                      haid.
Efek samping              : Reaksi hipersensitivitas,agranulositosis,dan lain-lain.
Kontra indikasi           : Hepersensitif,wanita hamil dan menyusui,tekanan darah < 100                                mmHg,anak umur kurang dari 3 tahun dan berat badan kurang                                dari 5 kg.
Dosis                           : Dewasa 3 X 1-2 tablet,anak 6-12 tahun 3X ½-1 tablet 500 mg.

2.      Natrium Diclofenat     :
Indikasi                       : Peradangan dan mengurangi rematik,atritis rheumatoid                                            (encok),rasa nyeri pada tulang.
Efek samping              : Kadang-kadang terjadi gangguan system pencernaan,sakit                                       kepala pusing,vertigo, dan kemerahan pada kulit.
Kontra indikasi           : Ulkus peptikum, dan hipersensitif.
Dosis                           : Dewasa 2-3 X sehari 50 mg.

3.      Piroxicam                    :
Indikasi                       : Rematoid atritis,rematoid spondylitis,gangguan otot skelet                                      akut seperti bursitis.
Efek samping              : Saluran pencernaan,sakit kepala,ruam kulit, dan pusing.
Kontra indikasi           : Hipersensitifitas,tukak peptic akut,tukak duodenal,perdarahan                                 pada saluran pencernaan, dan gastritis.
Dosis                           : Dewasa 1 X 1 20 mg.

4.      Melosikam                   :
Indikasi                       : Atritis rheumatoid dan osteoatritis.
Efek samping              : Nyeri,peningkatan tekanan darah,pusing,sakit kepala,vertigo.
Kontra indikasi           : Hipersensitif terhadap antisocial atas AINS lain,penyakit                                         ginjal berat,insufiensi hati berat,ulkus peptic aktif,perdarahan                                   serebrovaskular dan gangguan pembekuan darah,wanita hamil                                   dan menyusui.
Dosis                           : 1 X 7,5 mg.

Contoh obat golongan antipiretik :
1.      Paracetamol / Accetaminopen :
Indikasi                       : Menurunkan panas,menghilangkan rasa sakit.
Efek samping              : Penggunaan secara jangka panjang dapat merusak organ hati.
Kontra indikasi           : Hipersensitif,penderita dengan fungsi hati yang berat.
Dosis                           : Dewasa 2-3 X sehari 1-2 tablet ; anak 6-12 tahun 2-3 X sehari                                 ½ - 1 tablet.

2.      Ibupropen :
Indikasi                       : Menghilangkan rasa nyeri ringan sampai sedang pada                                               penyakit gigi atau pencabutan gigi,nyeri kepala,nyeri setelah                                    operasi,nyeri penyakit rematik,nyeri karena terkilir,serta                                              menurunkan demam.
Kontra indikasi           : Hipersensitifitas,anti inflamasi lain,tukak peptic,penggunaan                                    aspirin,wanita hamil trimester III.
Dosis                           : 400 mg 3 X sehari.

3.      Mepenamid acid :
Indikasi                       : Menghilangkan nyeri pada sakit gigi,sakit kepala,nyeri                                             otot,nyeri paska bedah dan persalinan.
Efek samping              : Mual,muntah,agranulositosis,aeukopenia,gangguan saluran
                                      cerna seperi iritasi lambung,gangguan penglihatan,dan reaksi                                    pada kulit. 
Kontra indikasi           : Ulkus peptic atau lambung,gangguan ginjal dan kerusakan                                       hati.
Dosis                           : Awal 500 mg dilanjutkan dengan 250 mg tiap 6 jam.                                                Pengobatan tidak boleh lebih dari 7 hari.

4.      Asetosal :
Indikasi                       : Demam,sakit kepala,sakit gigi,rasa nyeri pada otot dan sendi.
Kontra indikasi           : Tukak pada lambung.
Dosis                           : 80 mg : Jika perlu berikan tiap 3 jam : Bayi,1/2-1 tablet,2-3                                      tahun 1 tablet;4-5 tahun 2 tablet,6-9 tahun 4 tablet.
                                     500 mg : Dewasa 1 tablet / hari;anak > 5 tahun ½-1 tablet;                                       maksimum 1 1/2 – 3 / hari.

2.2 Analgetik narkotik.
            Analgetik narkotik merupakan turunan opium yang berasal dari tumbuhan Papaver somiferum atau dari senyawa sintetik. Analgetik ini digunakan untuk meredakan nyeri sedang sampai hebat dan nyeri yang bersumber dari organ viseral. Penggunaan berulang dan tidak sesuai aturan dapat menimbulkan toleransi dan ketergantungan. Toleransi ialah adanya penurunan efek, sehingga untuk mendapatkan efek seperti semula perlu peningkatan dosis. Krena dapat menimbulkan ketergantungan, obat golongan ini diawasi secara ketat dan hanya untuk nyeri yang tidak dapat diredakan oleh AINS.
            Nyeri minimal disebabkan oleh 2 hal, yaitu iritasi lokal (menstimuli saraf perifer) dan adanya persepsi(pengenalan) nyeri oleh SSP. Pngenalan nyeri bersifat psikologis terhadap adanya nyeri lokal yang disampaikan ke SSP. Analgetik Narkotik mengurangi nyeri dengan menurunkan persepsi nyeri atau menaikan nilai ambang rasa sakit. analgetik narkotik tidak mempengaruhi saraf perifer, nyeri tetap ada tetapi dapat diabaikan atau pasien dapat mentolerirnya. Untuk mendapatkan efek yang maksimal analgetik narkotik harus diberikan sebelum nyeri yang hebat datang, seperti sebelum tindakan bedah.
            Semua analgetik narkotik dapat mengurangi nyeri yang hebat,tetapi potensi, onzet, dan efek sampingnya berbeda-beda secara kualitatif maupun kuantitatif. Efek samping yang paling sering adalah mual, muntah, konstipasi, dan ngantuk. Dosis yang besar dapat menyebabkan hipotensi serta depresi pernafasan.
            Morfina dan petidin merupakan analgetik narkotik yang paling banyak dipakai untuk nyeri hebat walaupun menimbulkan mual dan muntah. Obat ini di Indonesia tersedia dalam bentuk injeksi dan masih merpakan standar yang digunakan sebagai pembanding bagi analgetik narkotika lainnya. Selain menghilangkan nyeri, morfin dapat menimbulkan euforia dan gangguan mental. Berikut adalah contoh analgetik narkotik yang sampai sekarang masih digunakan di Indonesia :
morfin HCl,
Kodein(tunggal atau kombinasi dengan parasetamol)
fentanil HCl
Petidin, dan
Tramadol
Khusus untuk tramadol secara kimiawi memang tegolong narkotik tetapi menurut undang-undang tidak, karena kemungkinan menimbulkan ketergantungan kecil.
      Analgetik Narkotik, Khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri  hebat, seperti fraktur dan kanker.
Nyeri pada kanker umumnya diobati menurut suatu skema bertingkat empat, yaitu:
1.      Obat perifer (non Opioid) peroral atau rectal; parasetamol, asetosal.
2.      Obat perifer bersama kodein atau tramadol.
3.      Obat sentral (Opioid) peroral atau rectal.
4.      Obat Opioid parenteral.
Penggolongan analgetik narkotik adalah sebagai berikut :
a.       Alkaloid alam                       : morfin,codein
b.      Derivate semi sintesis           : heroin
c.       Derivate sintetik                   : metadon, fentanil
d.      Antagonis morfin                  : nalorfin, nalokson, dan pentazooin.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi, dan efek samping
1.      Morfin
Indikasi            : analgetik selama dan setelah pembedahan
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut.
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi pada over dosis.
2.      Kodein fosfat
Indikasi           : nyeri ringan sampai sedang
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/ indiksi over dosis
3.      Fentanil
Indikasi          : nyeri kronik yang sukar diatasi pada kanker
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping: mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
4.      Petidin HCl
Indikasi            : nyeri sedang sampai berat, nyeri pasca bedah
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis
5.      Tremadol HCl
Indikasi            : nyeri sedang sampai berat
Kontra indikasi: depresi pernafasan akut, alkoholisme akut, penyakit perut akut
Efek samping   : mual, muntah, konstipasi, ketergantungan/indiksi over dosis

2.3 Analgetik anti inflamasi. (NSAIDs)
            NSAIDS (non steroidal anti-inflammatory drugs) sebagai analgetika antiradang sangat berguna untuk gejala rema. Zat-zat ini lebih efektif daripada analgetika perifer (parasetamol, asetosal, atau kombinasinya dengan obat lain). Berbagai salicylate dan agen-agen lain yang mirip yang dipakai untuk mengobati penyakit reumatik sama-sama memiliki kemampuan untuk menekan tanda-tanda dan gejala-gejala inflamasi. Obat-obat ini mempunyai efek antipiretik dan analgesik, tetapi sifat-sifat anti inflamasi merekalah yang membuat mereka paling baik dalam menangani gangguan-gangguan dengan rasa sakit yang dihubungkan dengan intensitas proses inflamasi.
            Meskipun semua NSAID tidak disetujui oleh FDA untuk semua rentang penyakit reumatik, semuanya mungkin efektif pada atritis rheumatoid, berbagai spondiloartropati seronegatif (misalnya atritis psoriatis dan atritis yang dikaitkan dengan penyakit usus meradang), osteroartritis, muskuloskeletal terlokalisir (misalnya terkilir dan sakit punggung bawah) dan pirai (kecuali tolmetin yang nampaknya tidak efektif pada pirai). Karena aspirin, permulaan NSAID, mempunyai beberapa efek yang merugikan, banyak NSAID lainnya telah dikembangkan dalam usaha untuk memperbaiki efektifitas dan toksisitasnya.

KIMIA DAN FARMAKOKINETIK
            NSAID dikelompokkan dalam berbagai kelompok kimiawi, beberapa di antaranya (propionic acid deretivative, inodole derivative, oxicam, fenamate,dll.) keanekaragaman kimiawi ini memberi sebuah rentang karakteristik farmakokinetik yang luas. Sekalipun ada banyak perbedaan dalam kinetika NSAID , mereka mempunyai beberapa karakteristik yang sama. Sebagian besar dari obat ini diserap dengan baik, dan makanan tidak mempengruhi biovailabilitas mereka secara substansial. Sebagian besar dari NSAID sangat di metabolism, beberapa oleh mekanisme fase I dan fase II dan lainnya hanya oleh glukuronidasi langsung (fase II). Metabolisme dari seberapa besar NSAID berlangsung sebagian melalui enzim P450 kelompok CYP3A dan CYP2P dalam hati. Sekalipun ekskresi ginjal adalah rute yang paling penting untuk eliminasi terakhir, hampir semuanya melalui berbagai tingkat ekskresi empedu dan penyerapan kembali (sirkulasi enterohepatis). Kenyataanya tingkat iritasi seluruh cerna bagian bawah berkolerasi dengan jumlah sirkulasi enterohepatis. Sebagian besar dari NSAID berikatan protein tinggi , biasanya dengan albumin.

FARMAKODINAMIKA
Aktivitas anti inflamasi dari NSAID terutama diperantari melalui hambatan biosintesis prostaglandin. Berbagai NSAID mungkin memiliki mekanisme kerja tambahan, termasuk hambatan komitaksis, regulasi rendah, produksi interleukin-1, penurunan produksi redaikal bebas dan superoksida, dan campur tangan dengan kejadian-kejadian intraseluler yang diperantari kalsium. Aspirin secara ireversibel mengasetilasi dan menyekat platelet cyloxigenase., tetapi NSAID yang lain adalah penghambat- penghambat yang reversible. Selektivitas COX-1 versus COX-2 dapat bervariasi dan tidak lengkap bagi bahan-bahan yang lebih lama, tetapi penghambat-penghambat COX-2 yang sangat selektif sekarang bisa di dapat. Dalam pengujian dengan memakai darah utuh manusia, entah mengapa, aspirin, indomethacine, pirixicam, dan sulindac lebih efektif dalam menghambat COX-1, ibuprofen dan mectofenamate menghambat kedua isozim yang kurang lebih sama. Hambatan sintesis lipoxigenase oleh NSAID yang lebih baru, suatu efek yang di inginkan untuk obat anti inflamasi , adalah terbatas tetapi mungkin lebih besar daripada dengan aspirin. Benoxaprofen, NSAID lain yang lebih baru, diperlihatkan menghambat sintesisi leuxotriene dengan baik tetapi di tarik kembali karena sifat toksiknya. Dari NSAID yang sekarang ini bisa didapat , indomethacine dan diclofanac telah dilaporkan mengurangi sintesis prostaglandin dan leukotriene. Kepentingan klinis dari selektivitas COX-2 sekarang ini sedang diselidiki. Keefektifan mungkin tidak terpengruh tetapi keamanan gastrointestinal mungkin dapat di tingkatkan. Gunakan NSAID secara hati-hati pada pasien – pasien dengan riwayat gangguan perdarahan / perdarahan gastrointestinal, penyakit hati, ginjal , dan cardiofaskuler berat. Sedangkan keamanan NSAID pada kehamilan belum di tetapkan.

A.     ASPIRIN
Pemakaian aspirin yang lama dan kemudahan memprolehnya tanpa resep telah menghapus daya tariknya di bandingkan dengan NSAID yang lebih baru. Akan tetapi, aspirin adalah standart ukuran bagi semua agen-agen anti inflamasi, hingga mulai adanya ibuprofen bebas yang seefektif aspirin tetepi lebih aman. Aspirin sekarang kurang dipakai sebagai pengobatan anti inflamasi daripada sebelumnya. Ibuprofen dan naproxen mengikuti aspirin sebagai NSAID bebas di Amerika Serikat. Keduanya memiliki catatan keamanan yang baik hingga baik sekali., dan khusus ibuprofen sekarang merupakan setandart umum terhadap NSAID lain yang dibandingkan.

Farmakokinetika
Asam salisilat adalah asam organic sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin mempunyai pKa 3,5. Sodium salisilat dan aspirin adalah obat antiinflamasi yang sama efektifnya , walaupun aspirin mungkin lebih efektif sebagai analgesik. Salicylate dengan cepat diserap oleh lambung dan usus kecil bagian atas, menghasilkan kadar puncak plasma salysilate dalam 1-2 j1m. Aspirin diserap dalam cara yang sama dan dihidrolisis cepat menjadi acetic acid dan salicylate oleh esterase-esterase dalam jaringan dan darah.

Farmakodinamika
1)      Efek-efek anti inflamasi. Aspirin adalah penghambat non-selektif kedua isoform COX , tetapi salicylate jauh lebih kurang efektif dalam menghambat kedua isoform. Salicylate yang tidak di asetilasi mungkin bekerja sebagai pemangsa (scavenger) radikal oksigen. Dari catatan diketahui bahwa berbeda dari kebanyakan AINS lainnya, aspirin menghambat COX secara irreversible, dan bahkan dosis rendah bisa efektif dalam keadaan tertentu, misalnya penghambatan agregasi platelet.
Selain mengurangi sintesis mediator-mediator eicosanoid, aspirin juga mempengaruhi mediator-mediator kimia dari sistem kallikrein. Sebagai akibatnya, aspirin menghambat melekatnya granulosit pada vasculature yang rusak, menstabilkan lysosome, dan menghambat migrasi leukosit polimorfonuklear danb makrofag ke dalam daerah inflamasi.
2)      Efek-efek analgesik. Aspirin paling efektif untuk mengurangi nyeri dengan intensitas ringan sampai sedang. Ia bekerja secara perifer melalui efeknya terhadap inflamasi, tetapi mungkin juga menghambat rangsangan nyeri pada daerah subkortikal.
3)      Efek-efek antipiretik. Aspirin menurunkan suhu yang meningkat, sedangkan suhu badan normal hanya terpengaruh sedidkit. Efek antipiretik aspirin mungkin diperantarai oleh hambatan kedua COX dalam sistem saraf pusat dan hambatan IL-1 (yang dirilis dari makrofag selama episode inflamasi). Turunnya suhu, dikaitkan dengan meningkatnya panas yang hilang karena vasodilatasi dari pembuluh darah permukaan (superfisial) dan disertai keluarnya keringat yang banyak.
4)      Efek-efek platelet. Aspirin mempengaruhi hemostasis. Dosis rendah tunggal aspirin (kira-kira 80 mg sehari) menyebabkan sedikitnya perpanjangan waktu pendarahan, yang menjadi dua kali lipat bila pemberiannya dilanjutkan selama seminggu. Perubahan disebabkan oleh hambatan platelet COX yang irreversible, sehingga efek antiplatelet dari aspirin berlangsung 8-10 hari (umur platelet). Secara umum, aspirin harus dihentikan satu minggu sebelum pembedahan untuk menghindari komplikasi perdarahan.

Pemakaian Klinis
Aspirin adalah salah satu dari obat-obat yang paling sering dipakai untuk meredakan nyeri ringan sampai nyeri sedang yang sebabnya beragam,tetapi tidak efektif untuk nyeri organ dalam, seperti infraktus miokardium atau kolik ginjal atau empedu. Aspirin sering dikombinasikan dengan analgesik ringan lain  dal lebih dari 200 produk semacam itu bisa dibeli tanpa resep. Kombinasi yang lebih mahal ini tidak pernah menunjukkan lebih efektif atau kurang toksik daripada aspirin saja. Aspirin dan NSAID  lainnya telah dikombinasikan dengan analgesik opoid untuk meredakan nyeri pada kanker, yang efek antiinflamasi mereka bekerja secara sinergis dengan opoid untuk menungkatkan analgesia.

Dosis
Dosisi analgesik atau antipiretik yang optimal dari aspirin yang secara umum dipergunakan adalah kurang dari 0,6 gram dosisi oral. Dosis yang lebih besar mungkin memprpanjang efek. Dosisi biasa tersebut bisa di ulang setiap 4 jam dan dosisi yang lebih kecil (0,3 g) setiap 3 jam sekali. Dosisi untuk anak-anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosisi yang terbagi.
Dosis antiinflamasi rata-rata dapat sampai 4 gram per hari. Untuk anak-anak 50-75 mg/kg/hari. Kadar dalam darah 15-30 mg/dl. Waktu paro 12 jam. Biasanya dosi terbagi 3 kali/hari, sesudah makan.

Pemilihan Obat
            Aspirin dapat diperoleh dari berbagai macam pabrik, dan meskipun bisa bervariasi dalam tekstur dan penampilan, kandungn aspirin tetap. Tes disintegrasi adalah bagian dari standart resmi, dan sedikit bukti yang menunjukkan bahwa perbedaan antara tablet tersebut memiliki keamanan klinis. Buffered Aspirin yang paling popular tidak mengandung cukup alkali untuk mengurangi iritasi lambung dan tidak ada bukti bahwa preparat yang lebih mahal ini dikaitkan kadar darah yang lebih tinggi atau evektivitas klinis yang lebih besar.

           


 Efek Samping Obat
            Pada dosis yang biasa, efek aspirin yang paling berbahaya adalah gangguan lambung. Efek ini bisa dikurangi denggan penyanggaan yang sesuai (menelan aspirin bersamaan dengan makanan diikuti dengan segelas air atau antacid).
            Dengan dosisi lebih tinggi , pasien-pasien mungkin mengalami salicylism, muntah - muntah, tinnitus, pendengaran yang berkurang, dan vertigo yang reversible dengan mengurangi dosis. Dosis salicylate yeng lebih tinggi menyebabkan hiperpne melalui efek langsung pada medulla batang otak, sedangkan dosis salicylate yang lebih rendah alkalosisi respiratorik mungkin terjadi.
            Terkadang juga dapat menyebabkan hepatitis ringan dan penurunan filtrasi glomeruli. Pada dosisi harian 2 gr atau kurang, akan menaikan kadar asam urat dalam serum.


Obat – Obat Antiinflamasi Yang Lebih baru
            Obat antiinflamasi dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok besar :
1.      Derivat asam propionate
2.      Derivat inidol
3.      Fenamat
4.      Asam pirolalkanoat
5.      Derivate Pirazolon
6.      Aksikam
7.      Asam salisilat

            Aktifitas anti inflamasi dari obat NSAID tersebut mempunyai mekanisme yang sama dengan aspirin, terutama karena kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin.
            Proses inflamasinya dikurangi dengan penurunan pelepasan mediator dari granulosit, basofil, dan sel must. Obat-obat NSAID juga menurunkan sensitivitas pebuluh darah terhadap bradikinin dan histamine, mempengaruhi produksi limfokin dari limfosit T dan meniadakan  vasodilatasi. Semuanya ialah penghambat sintesis protrombin, walau derajatnya berbeda-beda. Mereka semua juga :
1.      Analgesik
2.      Antiinflamasi
3.      Antipiretik
4.      Menghambat agregasi platelet
5.      Menyebabkan iritasi lambung
6.      Bersifat nofrotoksik

1.      Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivate dari asam fenilpropionat. Pada dosis 2400 mg, efekantiinflamasinya setara dengan 4gr aspirin. Pada dosis lebih rendah, hanya efek analgesiknya yang jelas, sedangkan efek antiinflamasinya sedikit. Waktu paro 2 jam , metabolism di hati, 10% diekskresi tanpa di ubah.

2.      Fenoprofen
Merupakan derivate asam propionate. Waktu paronya 2 jam . Dosis anti atritis (inflamasi) ialah 600-800 mg, 4 kali sehari. Efek smpingnya menyerupai ibuprofen yaitu nefrotoksis, interik, nausea, dispepsi, udema perifer, rash pruritas, efek sistem saraf pusatdan kardiovaskuler.

3.      Indomethacin
Indometasin merupakan derifat indol. Walaupun lebih toksik dari aspirin, tetapi efektivitasnya juga lebih tinggi. Ia juga penghambat sintesis prostaglandin. Metabolisme di hati. Waktu paro serum 2 jam.

4.      Sulindac
Suatu obat sulfosid, yang baru aktif setelah di ubah oleh enzim hati menjadi sulfide, duraksi aksi 16 jam. Indikasi dan reaksi buruknya menyerupai obat NSAID yang lain. Dapat juga terjadi sindrom Stevens-Jhonson, trombositipenia, agranulositosi dan sindrom nefrotik. Dosis rata-rata untuk arthritis inflamasi ialah 200mg, 2 kali sehari.

5.      Maclofenamate
Derifat fenamat, mencapai kadar puncak dalam plasma darah 30-60 menit, waktu paro 2 jam. Ekskresi lewat urin sebagai besar dalam bentuk konjungasi glukuronid. Efek sampingnya menyerupai obat NSAID lain, nampaknya tidak mempunyai keistimewaan disbanding yang lain.
Kontraindikasi : hamil, belum terbukti keamanan dan efekasinya pada anak. Dosis untuk atritis inflamasi ialah 200-400 mg/hari, terbagi dalam 4 dosis.

6.      Asam Mefenamat
Juga drifat fenamat, mempunyai efek analgesik, tapi sebagai antiinflamasi kurang kuat disbanding aspirin serta lebih toksik. Obat ini tidak boleh di berikan berturut-turut lebih dari 1 minggu dan tidak diindikasikan untuk anak-anak. Dosis awal 500mg 9dewasa), selanjutnya 250 mg.

7.      Tolmetin
Suatau derivate dari asam pirololkanoat, menyerupai aspirin dalam efektivitasnya terhadap arthritis rematoid dan osteortritis pada penderita dewasa dan remaja. Waktu paronya pendek 1 jam. Rata-rata dosis dewasanya ialah 400mg, 4 kali sehari

8.      Fenilbutazon
Merupakan derifat pirazolon, mempunyai efek antiinflamasi yang kuat. Akan tetapi di temukan berbagai pengaruh buruknya seperti : agranulositosis, anemia aplastika, anemia hemolitik, sindrom nefrotik, neuritis optic, tuli, reaksi alergi serius, dermatitis eksfoliotif serta nekrosis hepar dan tubuler ren.

9.      Piroxicam
Waktu paronya 45 jam, oleh karena itu pemakaiannya cukup sekali sehari. Obat ini cepat diabsorbsidari lambung, dan dalam 1 jam konsentrasi dalam plasma mencapai 80% dari kadar puncaknya. Keluhan gastrointestinal di alami oleh sekitar 20 % penderita, efek buruk lainnya ialah dizziness, tinnitus, nyeri kepala dan ruam kulit.

10.  Diflunisal
Diflunsial ialah derivate difluorofenil asam salisilat. Waktu paronya dalam plasma ialah 8-12 jam dan mencapai steady state setelah beberapa hari. Seperti halnya aspirin, ia mempnyai efek analgesik dan antiinflamasi akan tetapi efek antipiretiknnya kecil. Indikasinya ialah nyeri dan osteoarthritis. Efek buruknya menyerupai NSAID yang lain

11.  Meloxicam
Merupakan generasi baru NSAID. Suatu penghambat sikloogsigenase-2 selektif (COX-2). Banyak study menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran gastrointestinal lebih renfdah di banding dengan NSAID yang lain, dengan kekuatan antiinflamasi, analgetik dan antipiretik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan.

2.4 Hipnotik sedative.
            Hipnotik Sedatif merupakan golongan obat depresan susunan saraf pusat (SSP) yang relatif tidak selektif, mulai dari yang ringan yaitu menyebabkan kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anestesi, koma dan mati, bergantung kepada dosis. Pada dosis terapi obat sedatif menekan aktivitas, menurunkan respon terhadap rangsangan emosi dan menenangkan.  Obat Hipnotik menyebabkan kantuk dan mempermudah tidur serta mempertahankan tidur yang menyerupai tidur fisiologis. Obat hipnotika dan sedatif biasanya merupakan turunan Benzodiazepin. Beberapa obat Hipnotik Sedatif dari golongan Benzodiazepin digunakan juga untuk indikasi lain, yaitu sebagai pelemas otot, antiepilepsi, antiansietas dan sebagai penginduksi anestesis.
            Sedatif adalah zat-zat yang dalam dosis terapi yang rendah dapat menekan aktivitas mental, menurunkan respons terhadap rangsangan emosi sehingga menenangkan. Hipnotik adalah Zat-zat dalam dosis terapi diperuntukkan meningkatkan keinginan untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan tidur.

PENGGOLONGAN OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
            Secara klinis obat-obatan sedatif – hipnotik digunakan sebagai obat-obatan yang berhubungan dengan sistem saraf pusat seperti tatalaksana nyeri akut dan kronik, tindakan anesthesia, penatalaksanaan kejang serta insomnia. Obat-obatan sedatiif hipnotik diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yakni:
1.      Benzodiazepin
2.      Barbiturat
3.      Golongan obat nonbarbiturat-nonbenzodiazepin

1.Benzodiazepin
            Benzodiazepin adalah obat yang memiliki lima efek farmakologi sekaligus, yakni anxiolisis, sedasi, anti konvulsi, relaksasi otot melalui medulla spinalis, dan amnesia retrograde. Benzodiazepin banyak digunakan dalam praktik klinik. Keunggulan benzodiazepin dari barbiturat yaitu rendahnya tingkat toleransi obat, potensi penyalahgunaan yang rendah, margin dosis aman yang lebar, rendahnya toleransi obat dan tidak menginduksi enzim mikrosom di hati. Benzodiazepine telah banyak digunakan sebagai pengganti barbiturate sebagai pramedikasi dan menimbulkan sedasi pada pasien dalam monitoring anestesi. Dalam masa perioperative, midazolam telah menggantikan penggunaan diazepam. Selain itu, benzodiazepine memiliki antagonis khusus, yaitu flumazenil.

Mekanisme Kerja
            Efek farmakologi benzodiazepine merupakan akibat aksi gamma-aminobutyric acid (GABA) sebagai neurotransmitter penghambat sehingga kanal klorida terbuka dan terjadi hiperpolarisasi post sinaptik membran sel dan mendorong post sinaptik membrane sel tidak dapat dieksitasi. Hal ini menghasilkan efek anxiolisis, sedasi, amnesia retrograde, potensiasi alcohol, antikonvulsi dan relaksasi otot skeletal.
            Efek sedative timbul dari aktivasi reseptor GABAA sub unit alpha-1 yang merupakan 60% dari reseptor GABA di otak (korteks serebral, korteks sereblum, thalamus). Sementara efek ansiolitik timbul dari aktifasi GABA sub unit alpha 2 (Hipokampus dan amigdala).
            Perbadaan onset dan durasi kerja diantara benzodiazepine menunjukkan perbedaan potensi (afinitas terhadap reseptor), kelarutan lemak (kemampuan menembus sawar darah otak dan redistribusi jaringan perifer) dan farmakokinetik (penyerapan, distribusi, metabolism dan ekskresi). Hampir semua benzodiazepine larut dalam lemak dan terikat kuat dengan protein plasma. Sehingga keadaan hipoalbumin pada cirrhosis hepatis dan chronic renal disease akan meningkatkan efek obat ini.
            Benzodiazepine menurunkan degradasi adenosine dengan menghambat transportasi nukleosida. Adenosine penting dalam regulasi fungsi jantung (penurunan kebutuhan oksigen jantung melalui penurunan detak jantung dan meningkatkan oksigenase melalui vasodilatasi arteri koroner) dan semua fungsi fisiologi proteksi jantung.

Efek Samping
            Kelelahan dan mengantuk adalah efek samping yang biasa pada pengunaan lama benzodiazepine. Sedasi akan mengganguaktivitas setidaknya selama 2 minggu. Penggunaan yang lama benzodiazepine tidak akan mengganggu tekanan darah, denyut jantung, ritme jantung dan ventilasi. Namun penggunaannya sebaiknya hati-hati pada pasien dengan penyakit paru kronis.
            Penggunaan benzodiazepine akan mengurangi kebutuhan akan obat anestesi inhalasi ataupun injeksi. Walaupun penggunaan midazolam akan meningkatkan efek depresi napas opioid dan mengurangi efek analgesiknya. Selain itu, efek antagonis benzodiazepine, flumazenil, juga meningkatkan efek analgesic opioid.
Contoh obat :

a.       Midazolam
Midazolam merupakan benzodiazepine yang larut air dengan struktur cincin  yang stabil dalam larutan dan metabolism yang cepat. Obat ini telah menggatikan diazepam selama operasi dan memiliki potensi 2-3 kali lebih kuat. Selain itu afinitas terhadap reseptor GABA 2 kali lebih kuat disbanding diazepam. Efek amnesia pada obat ini lebih kuat dibandingkan efek sedasi sehingga pasien dapat terbangun namun tidak akan ingat kejadian dan pembicaraan yang terjadi selama beberapa jam. Larutan midazolam dibuat asam dengan pH < 4 agar cincin tidak terbuka dan tetap larut dalam air. Ketika masuk ke dalam tubuh, akan terjadi perubahan pH sehingga cincin akan menutup dan obat akan menjadi larut dalam lemak. Larutan midazolam dapat dicampur dengan ringer laktat atau garam asam dari obat lain.

Farmakokinetik
Midazolam diserap cepat dari saluran cerna dan dengan cepat melalui sawar darah otak. Namun waktu equilibriumnya lebih lambat disbanding propofol dan thiopental. Hanya 50% dari obat yang diserap yang akan masuk ke sirkulasi sistemik karena metabolism porta hepatik yang tinggi. Sebagian besar midazolam yang masuk plasma akan berikatan dengan protein. Waktu durasi yang pendek dikarenakan kelarutan lemak yang tinggi mempercepat distribusi dari otak ke jaringan yang tidak aktif begitu juga dengan klirens hepar yang cepat.
Waktu paruh midazolam adalah antara 1-4 jam lebih pendek daripada waktu paruh diazepam. Waktu paruh ini dapat meningkat pada pasien tua dan gangguan fungsi hati. Pada pasien dengan obesitas, klirens midazolam akan lebih lambat karena obat banyak berikatan dengan sel lemak. Akibat eliminasi yang cepat dari midazolam, maka efek pada CNS akan lebih pendek dibanding diazepam.

b.      Diazepam
Diazepam adalah benzodiazepine yang sangat larut dalam lemak dan memiliki durasi kerja yang lebih panjang dibandingkan midazolam. Diazepam dilarutkan dengan pelarut organic (propilen glikol, sodium benzoat) karena tidak larut dalam air. Larutannya pekat dengan pH 6,6-6,9. Injeksi secra IV atau IM akan menyebabkan nyeri.

Farmakokinetik
Diazepam cepat diserap melalui saluran cerna dan mencapai puncaknya dalam 1 jam (15-30 menit pada anak-anak). Kelarutan lemaknya yang tinggi menyebabkan Vd diazepam lebih besar dan cepat mencapai otak dan jaringan terutama lemak. Diazepam juga dapat melewati plasenta dan terdapat dalam sirkulasi fetus.
Ikatan protein benzodiazepine berhubungan dengan tingginya kelarutan lemak. Diazepam dengan kelarutan lemak yang tinggi memiliki ikatan dengan protein plasma yang kuat. Sehingga pada pasien dengan konsentrasi protein plasma yang rendah, seperti pada cirrhosis hepatis, akan meningkatkan efek samping dari diazepam.

c.       Lorazepam
Lorazepam memiliki struktur yang sama dengan oxazepam, hanya berbeda pada adanya klorida ekstra pada posisi orto 5-pheynil moiety. Lorazepam lebih kuat dalam sedasi dan amnesia disbanding midazolam dan diazepam sedangkan efek sampingnya sama.

Farmakokinetik
Lorazepam dikonjugasikan dengan asam glukoronat di hati menjadi bentuk inaktif yang dieksresikan di ginjal. Waktu paruhnya lebih lama yaitu 10-20 jam dengan ekskresi urin > 80% dari dosis yang diberikan. Karena metabolismenya tidak dipengaruhi oleh enzim mikrosom di hati, maka metabolismenya tidak dipengaruhi oleh umur, fungsi hepar dan obat penghambat enzim P-450 seperti simetidin. Namun onset kerja lorazepam lebih lambat disbanding midazolam dan diazepam karena kelarutan lemaknya lebih rendah.

2. Barbiturat
            Barbiturat selama beberapa saat telah digunakan secara ekstensif sebagai hipnotik dan sedative. Namun sekarang kecuali untuk beberapa penggunaan yang spesifik, barbiturate telah banyak digantikan dengan benzodiazepine yang lebih aman, pengecualian fenobarbital yang memiliki anti konvulsi yang masih sama banyak digunakan.
            Secara kimia, barbiturate merupakan derivate asam barbiturate. Asam barbiturate (2,4,4-trioksoheksahidropirimidin) merupakan hasil reaksi kondensasi antara ureum dengan asam malonat.
            Efek utama barbiturate ialah depresi SSP. Semua tingkat depresi dapat dicapai, mulai dari sedasi, hypnosis, koma sampai dengan kematian. Efek antisietas barbiturate berhubungan dengan tingkat sedasi yang dihasilkan. Efek hipnotik barbiturate dapat dicapai dalam waktu 20-60 menit dengan dosis hipnotik. Tidurnya menyerupai tidur fisiologis, tidak disertai mimpi yang mengganggu. Efek anastesi umumnya diperlihatkan oleh golongan tiobarbital dan beberapa oksibarbital untuk anastesi umum. Untuk efek antikonvulsi umumnya diberikan oleh barbiturate yang mengandung substitusi 5- fenil misalnya fenobarbital.

Farmakokinetik
            Barbiturat secarra oral diabsorpsi cepat dan sempurna dari lambung dan usus halus ke dalam darah. Secra IV barbiturate digunakan untuk mengatasi status epilepsy dan menginduksi serta mempertahankan anestesi umum. Barbiturate didistribusi secra luas dan dapat melewati plasenta, ikatan dengan protein plasma sesuai dengan kalarutan dalam lemak.
            Barbiturat yang mudah larut dalam lemak, misalnya thiopental dan metoheksital, setelah pemberian secara IV, akan ditimbun di jaringan lemak dan otot. Hal ini akan menyebabkan kadarnya dalam plasma dan otak turun dengan cepat. Barbiturate yang kurang lipofilik misalnya aprobarbital dan fenobarbital, dimetabolisme hampir sempurna di dalam hati sebelum diekskresi di ginjal. Pada kebanyakan kasus, perubahan pada fungsi ginjal tidak mempengaruhi eliminasi obat. Fenobarbital diekskresikan ke dalam urin dalam bentuk tidak berubah sampai jumlah tertentu (20-30%) pada manusia.
            Faktor yang mempengatuhi biodisposisi hipnotik dan sedatif dapat dipengaruhi oleh berbagai hal terutama perubahan pada fungsi hati sebagai akibat dari penyakit, usia tua yang mengakibatkan penurunan kecepatan pembersihan obat yang dimetabolisme yang terjadi hampir pada semua obat golongan barbiturat.

Kontraindikasi 
Barbiturate tidak boleh diberikan pada penderita alergi barbiturate, penyakit hati atau ginjal, hipoksia, penyakit Parkinson. Barbiturate juga tidak boleh diberikan pada penderita psikoneurotik tertentu, karena dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada penderita usia lanjut.

3. Nonbarbiturat- nonbenzodiazepin
1)      Propofol
Propofol adalah substitusi isopropylphenol yang digunakan secara intravena sebagai 1% larutan pada zat aktif yang terlarut, serta mengandung 10% minyak kedele, 2,25% gliserol dan 1,2% purified egg phosphatide. Obat ini secara struktur kimia berbeda dari sedative-hipnotik yang digunakan secara intravena lainnya. Penggunaan propofol 1,5-2,5 mg/kg BB (atau setara dengan thiopental 4-5 mg/kg BB atau methohexital 1,5 mg/kgBB) dengan penyuntikan cepat (<15 detik) menimbulkan turunnya kesadaran dalam waktu 30 detik. Propofol lebih cepat dan sempurna mengembalikan kesadaran dibandingkan obat anesthesia lain yang disuntikkan secra cepat. Selain cepat mengembalikan kesadaran, propofol memberikan gejala sisa yang minimal pada SSP. Nyeri pada tempat suntikan lebih sering apabila obat disuntikkan pada pembuluh darah vena yang kecil. Rasa nyeri ini dapat dikurangi dengan pemilihan tempat masuk obat di daerah vena yang lebih besar dan penggunaan lidokain 1%.

Mekanisme Kerja
Propol relative selektif dalam mengatur reseptor GABA dan tampaknya tidak mengatur ligand-gate ion channel lainnya. Propofol dianggap memiliki efek sedative hipnotik melalui interaksinya denghan reseptor GABA. GABA adalah salah satu neurotransmitter penghambat di SSP. Ketika reseptor GABA diaktivasi, penghantar klorida transmembran meningkat dan menimbulkan hiperpolarisasi di membran sel post sinaps dan menghambat fungsi neuron post sinaps. Interaksi propofol (termasuk barbiturate dan etomidate) dengan reseptor komponen spesifik reseptor GABA menurunkan neurotransmitter penghambat. Ikatan GABA meningkatkan durasi pembukaan GABA yang teraktifasi melalui chloride channel sehingga terjadi hiperpolarisasi dari membrane sel.

Farmakokinetik
Propofol didegradasi di hati melalui metabolism oksidatif hepatic oleh cytochrome P-450. Namun, metabolismenya tidak hanya dipengaruhi hepatic tetapi juga ekstrahepatik. Metabolism hepatic lebih cepat dan lebih banyak menimbulkan inaktivasi obat dan terlarut air sementara metabolism asam glukoronat diekskresikan melalui ginjal. Propofol membentuk 4-hydroxypropofol oleh sitokrom P450. Propofol yang berkonjugasi dengan sulfat dan glukoronide menjadi tidak aktif dan bentuk 4 hydroxypropofol yang memiliki 1/3 efek hipnotik. Kurang dari 0,3% dosis obat diekskresikan melalui urin. Waktu paruh propofol adalah 0,5-1,5 jam.

2)      Ketamin
Ketamin adalah derivate phencyclidine yang meyebabkan disosiative anesthesia yang ditandai dengan disosiasi EEG pada talamokortikal dan sistem limbik. Ketamin memiliki keuntungan dimana tidak seperti propofol dan etomidate, ketamine larut dalam air dan dapat menyebabkan analgesic pada dosis subanestetik. Namun ketamin sering hanya menyebabkan delirium.

Mekanisme Kerja
Ketamin bersifat non-kompetitif phenycyclidine di reseptor N-Methyl D Aspartat (NMDA). Ketamin juga memiliki efek pada reseptor lain termasuk reseptor opioid, reseptor muskarinik, reseptor monoaminergik, kanal kalsium tipe L dan natrium sensitive voltase. Tidak seperti propofol dan etomide, katamin memiliki efek lemah pada reseptor GABA. Mediasi inflamasi juga dihasilkan local melalui penekanan pada ujung saraf yang dapat mengaktifasi netrofil dan mempengaruhi aliran darah. Ketamin mensupresi produksi netrofil sebagai mediator radang dan peningkatan aliran darah. Hambatan langsung sekresi sitokin inilah yang menimbulkan efek analgesia.

Farmakokinetik
Farmakokinetik ketamin mirip seperti thiopental yang memiliki aksi kerja singkat, memiliki aksi kerja yang relatif singkat, kelarutan lemak yang tinggi, pK ketamin adalah 7,5 pada pH fisiologik. Konsentrasi puncak ketamin terjadi pada 1 menit post injeksi ketamin secara intravena dan 5 menit setelah injeksi intramuscular. Ketamin tidak terlalu berikatan kuat dengan protein plasma namun secara cepat dilepaskan ke jaringan misalnya ke otak dimana konsentrasinya 4-5 kali dari pada konsentrasi di plasma.

3)      Dekstromethorpan
Dekstromethorphan adalah NMDA antagonis dengan afinitas ringan yang paling sering digunakan sebagai penghambat respon batuk di sentral. Obat ini memiliki efek yang seimbang dengan kodein sebagai antitusif tetapi tidak memiliki efek analgesic. Tidak seperti kodein, obat ini tidak menimbulkan efek sedasi atau gangguan sistem gastrointestinal. DMP memiliki efek euphoria sehingga sering disalahkan. Tanda dan gejala penggunaan berlebihan DMP adalah hipertensi sistemik, takikardia, somnolen, agitasi, ataxia, diaphoresis, kaku otot, kejang, koma, penurunan suhu tubuh. Hepatotoksisitas meningkat pada pasien yang mendapat DMP dan asetaminofen.


2.5 Anti kejang / epilaptip
            Anti Konvulsi merupakan golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang karena Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan ANTI EPILEPSI, sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
            Epilepsi adalah nama umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan gejala utama kesadaran menurun sampai hilang.Bangkitan ini biasanya disertai kejang (Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu disertai gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif.  Berdasarkan gambaran EEG, apilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal.

MEKANISME KERJA
Terdapat dua mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu :
1. Dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi.
2. Dengan mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari fokus epilepsi.
            Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang dimengerti secara baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.

EFEK SAMPING DAN CARA MENGATASINYA
        Efek samping obat anti konvulsi:
a.       Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
b.      Tenang
c.       Ruam kulit
d.      Pembengkakan gusi 
e.       Penambahan berat badan, rambut rontok  
Cara Mengatasi efek samping obat Anti konvulsi:
1.       Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lain dari benda keras, tajam atau panas.
2.       Longgarakan pakaian, bila mungkin miringkan kepala kesamping untuk mencegah sumbatan jalan nafas.
3.      Biarkan kejang berlangsung, jangan memasukkan benda keras diantara gigi karena dapat mengakibatkan gigi patah.
4.      Biarkan istirahat setelah kejang, karena penderita akan bingung atau mengantuk setelah kejang.
5.       laporkan adanya serangan pada kerabat dekat penderita epilepsy ( penting untuk pemberian pengobatan dari dokter ).
6.      Bila serangan berulang dalam waktu singkat atau mengalami luka berat, segera larikan ke rumah sakit.

Penggolongan 
1.      Golongan hidantoin, adalah obat utama yang digunakan pada hamper semua jenis              epilepsi. Contoh fenitoin.
2.      Golongan barbiturat, sangat efektif sebagi anti konvulsi, paling sering digunakan                pada serangan grand mal. Contoh fenobarbital dan piramidon.
3.      Golongan karbamazepin, senyawa trisiklis ini berkhasiat antidepresif dan anti                      konvulsif.
4.      Golongan benzodiazepine, memiliki khasiat relaksasi otot, hipnotika dan anti                       konvulsiv yang termasuk golongan ini adalah desmetildiazepam yang                             aktif,klorazepam, klobazepam.
5.      Golongan asam valproat, terutama efektif untuk terapi epilepsy umum tetapi                       kurang efektif terhadap serangan psikomotor. Efek anti konvulsi asam valproat            didasarkan meningkatkan kadar asam gama amino butirat acid.

Obat generik, indikasi, kontra indikasi, efek samping
1.      Fenitoin
Indikasi             : semua jenis epilepsi,kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi : gangguan hati, wanita hamil dan menyusui
Efek samping  : gangguan saluran cerna, pusing nyeri kepala tremor, insomnia.
           
2.      Penobarbital
Indikasi            : semua jenis epilepsi kecuali petit mal, status epileptikus
Kontra indikasi: depresi pernafasan berat, porifiria
Efek samping   :mengantuk, depresi mental

            3.
      Karbamazepin
Indikasi            : epilepsi semua jenis kecuali petit mal neuralgia trigeminus
Kontra indikasi: gangguan hati dan ginjal, riwayat depresi sumsum tulang
Efek samping  : mual,muntah,pusing, mengantuk, ataksia,bingung

4.      Klobazam
Indikasi            : terapi tambahan pada epilepsy penggunaan jangka pendek ansietas.
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping  : mengantuk, pandangan kabur, bingung, amnesia ketergantungan                                          kadang-kadang nyeri kepala, vertigo hipotensi.

5.      Diazepam
Indikasi            : status epileptikus, konvulsi akibat keracunan
Kontra indikasi: depresi pernafasan
Efek samping  : mengantuk, pandangan kabur, bingung, antaksia, amnesia,                                        ketergantungan, kadang nyeri kepala.

2.6  Anestesi.
A. Pengertian
            Anestesi artinya adalah pembiusan, berasal dari bahasa Yunani an artinya “tidak atau tanpa" dan aesthētos,"artinya persepsi atau kemampuan untuk merasa". Secara umum berarti anestesi adalah suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Obat anestesi adalah obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit dalam bermacam-macam tindakan operasi (Kartika Sari, 2013).
            Istilah anestesi dikemukakan pertama kali oleh O.W. Holmes yang artinya tidak ada rasa sakit. Anestesi dibagi menjadi dua kelompok yaitu anestesia lokal dan anestesi umum.

1.   Definisi Anestesi Umum
            Anestesi umum atau pembiusan artinya hilang rasa sakit di sertai hilang kesadaran. Ada juga mengatakan anestesi umum adalah keadaan tidak terdapatnya sensasi yang berhubungan dengan hilangnya kesdaran yang reversibel (Neal, 2006).
             Anestesi Umum adalah obat yang dapat menimbulkan anestesi yaitu suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat di sistem saraf pusat yang bersifat reversibel, dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan sehingga lebih mirip dengan keadaan pinsan. Anestesi digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan, merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anestesi umum yang kini tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anestesi untuk pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksasi otot (Kartika Sari 2013).

2.   Definisi Anestesi Lokal
           Anestesi lokal adalah obat yang merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke sistem saraf pusat pada kegunaan lokal dengan demikian dapat menghilangkan rasa nyeri, gatal-gatal, panas atau dingin (Kartika Sari, 2013).
           Anestesi lokal menyebabkan hilangnya sensasi pada tempat yang diinginkan (misalnya, adanya sel tumbuh pada kulit atau kornea mata). Obat anestesi (misalnya, lidokain) menghambat konduksi saraf sampai obat terdifusi ke dalam sirkulasi. Klien akan kehilangan rasa nyeri dan sentuhan, aktivitas motorik, dan otonom (misalnya, penggosongan kandung kemih). Anestesi lokal umumnya digunakan dalam prosedur minor pada tempat bedah sehari. Untuk menghilangkan rasa nyeri pascaoperatif, dokter dapat memberi anestesi lokal pada area pembedahan.

B.  Klasifikasi Obat Anestesi
                    Klasifikasi anestesi ada dua kelompok, yaitu :
1.   Anestesi Umum
      Anastesi umum adalah obat yang menimbulkan keadaan yang bersifat reversibel dimana seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan.
Obat anestesi umum dibagi menurut bentuk fisiknya dibagi terdiri dari tiga golongan yaitu obat anestesi gas (inhalasi), obat anestesi yang menguap dan obat anestesi yang diberikan secara intravena.
a.         Obat Anestesik Gas (Inhalasi)
        Pada umumnya anestetik gas berpotensi rendah, sehingga hanya digunakan untuk induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan parsial dalam darah cepat meningkat. Batas keamanan antara efek anestesi dan efek letal cukup lebar. Obat anestesi inhalasi ini dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose.

        Contoh obat anestesik inhalasi yaitu :
1)       Dinitrogen Monoksida (N2O atau gas tertawa)
  Dinitrogen Monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa dan lebih berat daripada udara. N2O biasanya tersimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi dalam baja, tekanan penguapan pada suhu kamar ± 50 atmosfir. N2O mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N2O dalam oksigen efeknya seperti efek 15 mg morfin. Kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum ± 35% . Gas ini sering digunakan pada partus yaitu diberikan 100% N2O pada waktu kontraksi uterus sehingga rasa sakit hilang tanpa mengurangi kekuatan kontraksi dan 100% O2 pada waktu relaksasi untuk mencegah terjadinya hipoksia. Anestetik tunggal N2O digunakan secara intermiten untuk mendapatkan analgesik pada saat proses persalinan dan pencabutan gigi.
2)         Siklopropan
Siklopropan merupakan anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar dan meledak karena itu hanya digunakan dengan close method. Siklopropan relative tidak larut dalam darah sehingga menginduksi dengan cepat (2-3 menit). Stadium III tingkat 1 dapat dicapai dengan kadar 7-10% volume, tingkat 2 dicapai dengan kadar 10-20% volume, tingkat 3 dapat dicapai dengan kadar 20-35%, tingkat 4 dapat dicapai dengan kadar 35-50% volume. Sedangkan pemberian dengan 1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Untuk mencegah delirium yang kadang-kadang timbul, diberikan pentotal IV sebelum inhalasi siklopropan. Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anesthesia dengan siklopropan. Siklopropan tidak menghambat kontraktilitas otot jantung, curah jantung dan tekanan arteri tetap atau sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anestetik terpilih pada penderita syok. Siklopropan dapat menimbulkan aritmia jantung yaitu fibrilasi atrium, bradikardi sinus, ekstrasistole atrium, ritme atrioventrikular, ekstrasistole ventrikel dan ritme bigemini. Aliran darah kulit ditinggikan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot. Setelah waktu pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Absorpsi dan ekskresi siklopropan melalui paru. Hanya 0,5% dimetabolisme dalam badan dan diekskresi dalam bentuk CO2 dan air. Siklopapan dapat digunakan pada setiap macam operasi. Untuk mendapatkan efek analgesic digunakan 1,2% siklopropan dengan oksigen. Untuk mencapi induksi siklopropan digunakan 25-50% dengan oksigen, sedangkan untuk dosis penunjang digunakan 10-20% oksigen.
b.         Obat Anestesi yang Menguap
Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama yaitu berbentuk cairan pada suhu kamar, mempunyai sfat anestetik kuat pada kadar rendah dan relatif mudah larut dalam lemak, darah dan jaringan. Kelarutan yang baik dalam darah dan jaringan dapat memperlambat terjadinya keseimbangan dan terlawatinya induksi, untuk mengatasi hal ini diberikan kadar lebih tinggi dari kadar yang dibutuhkan. Bila stadium yang diinginkan sudah tercapai kadar disesuaikan untuk mempertahankan stadium tersebut. Untuk mempercepat induksi dapat diberika zat anestetik lain yang kerjanya cepat kemudian baru diberikan anestetik yang menguap.
Umumnya anestetik yang menguap dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan eter misalnya eter (dietileter) dan golongan hidrokarbon halogen misalnya halotan, metoksifluran, etil klorida, dan trikloretilen.
Contoh obat anestesik yang menguap yaitu :
1)         Eter
Eter merupakan cairan tidak berwarna, mudah menguap, berbau mudah terbakar, mengiritasi saluran nafas dan mudah meledak. Sifat analgesik kuat sekali, dengan kadar dalam darah arteri 10-15 mg % sudah terjadi analgesik tetapi penderita masih sadar. Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot karena efek sentral dan hambatan neuromuscular yang berbeda dengan hambatan oleh kurare, sebab tidak dapat dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuscular oleh antibiotik seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter dapat merangsang sekresi kelenjar bronkus. Eter diabsorpsi dan disekresi melalui paru dan sebagian kecil diekskresi juga melalui urin, air susu, keringat dan difusi melalui kulit utuh.
2)         Halotan
Merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen. Halotan bereaksi dengan perak, tembaga, baja, magnesium, aluminium, brom, karet dan plastik. Karet larut dalam halotan, sedangkan nikel, titanium dan polietilen tidak sehingga pemberian obat ini harus dengan alat khusus yang disebut fluotec. Efek analgesic halotan lemah tetapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Dengan kadar yang aman waktu 10 menit untuk induksi sehingga mempercepat digunakan kadar tinggi (3-4 volume %). Kadar minimal untuk anestesi adalah 0,76% volume.
3)         Metoksifluran
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau manis seperti buah, tidak mudah meledak, tidak mudah terbakar di udara atau dalam oksigen. Pada kadar anestetik, metoksifluran mudah larut dalam darah. Anestetik yang kuat dengan kadar minimal 0,16 volume % sudah dapat menyebabkan anestesi dalam tanpa hipoksia. Metoksifluran tidak menyebabkan iritasi dan stimulasi kelenjar bronkus, tidak menyebabkan spasme laring dan bronkus sehingga dapat digunakan pada penderita asma. Metoksifluran menyebabkan sensitisasi jantung terhadap ketokolamin tetapi tidak sekuat kloroform, siklopropan, halotan atau trikloretilan. Metoksifluran bersifat hepatoksik sehingga sebaiknya tidak diberikan pada penderita kelainan hati.
4)         Etilklorida
Merupakan cairan tak berwarna, sangat mudah menguap, mudah terbakar dan mempunyai titik didih 12-13°C. Bila disemprotkan pada kulit akan segera menguap dan menimbulkan pembekuan sehingga rasa sakit hilang. Anesthesia dengan etilklorida cepat terjadi tetapi cepat pula hilangnya. Induksi dicapai dalam 0,5-2 menit dengan waktu pemulihan 2-3 menit sesudah pemberian anesthesia dihentikan. Karena itu etilkloretilen sudah tidak dianjurkan lagi untuk anestetik umum, tetapi hanya digunakan untuk induksi dengan memberikan 20-30 tetes pada masker selama 30 detik. Etilkloroda digunakan juga sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya pada kulit sampai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.
5)         Trikloretilen
Merupakan cairan jernih tidak berwarna, mudah menguap, berbau khas seperti kloroform, tidak mudah terbakardan tidak mudah meledak. Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam darah. Efek analgesic trikloretilen cukup kuat tetapi relaksasi otot rangka yang ditimbulkannya kurang baik , maka sering digunakan pada operasi ringan dalam kombinasi dengan N2O. untuk anestesi umum, kadar trikloretilen tidak boleh lebih dari 1% dalam campuran 2:1 dengan N2O dan oksigen. Trikloretilen menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin dan sensitisasi pernafasan pada stretch receptor. Sifat lain trikloretilen tidak mengiritasi saluran nafas.

c.          Obat Anestesi Intravena (Anestetik Parenteral)
Obat ini biasa digunakan sendiri untuk prosedur pembedahan singkat dan kebanyakan obat anestetik intravena dipergunakan untuk induksi. Kombinasi beberapa obat mungkin akan saling berpotensi atau efek salah satu obat dapat menutupi pengaruh obat yang lain. Termasuk golongan obat ini adalah:
1)         Barbiturat
Barbiturat menghilangkan kesadaran dengan blockade system sirkulasi (perangsangan) di formasio retikularis. Pada pemberian barbiturate dosis kecil terjadi penghambatan sistem penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan sistem perangsang juga dihambat sehingga respons korteks menurun. Pada penyuntikan thiopental, Barbiturat menghambat pusat pernafasan di medulla oblongata. Tidal volume menurun dan kecepatan nafas meninggi dihambat oleh barbiturate tetapi tonus vascular meninggi dan kebutuhan oksigen badan berkurang, curah jantung sedikit menurun. Barbiturat tidak menimbulkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.

Barbiturat yang digunakan untuk anestesi adalah:
a)         Natrium thiopental
Dosis yang dibutuhkan untuk induksi dan mempertahankan anestesi tergantung dari berat badan, keadaan fisik dan penyakit yang diderita. Untuk induksi pada orang dewasa diberikan 2-4 ml larutan 2,5% secara intermitten setiap 30-60 detik sampai tercapai efek yang diinginkan. Untuk anak digunakan larutan pentotal 2% dengan interval 30 detik dengan dosis 1,5 ml untuk berat badan 15 kg,3 ml untuk berat badan 30 kg, 4 ml untuk berat badan 40 kg dan 5 ml untuk berat badan 50 kg. Untuk mempertahankan anesthesia pada orang dewasa diberikan pentotal 0,5-2 ml larutan 2,5%, sedangkan pada anak 2 ml larutan 2%. Untuk anesthesia basal pada anak, biasa digunakan pentotal per rectal sebagai suspensi 40% dengan dosis 30 mg/kgBB.
b)     Natrium tiamilal
Dosis untuk induksi pada orang dewasa adalah 2-4 ml larutan 2,5%, diberikan intravena secara intermiten setiap 30-60 detik sampai efek yang diinginkan tercapai, dosis penunjang 0,5-2 ml larutan 2,5% a tau digunakan larutan 0,3% yang diberikan secara terus menerus (drip)
c)      Natrium metoheksital
Dosis induksi pada orang dewasa adalah 5-12 ml larutan 1% diberikan secara intravena dengan kecepatan 1 ml/5 detik, dosis penunjang 2-4 ml larutan 1% atau bila akan diberikan secara terus menerus dapat digunakan larutan larutan 0,2%.


2)      Ketamin
Merupakan larutan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman. Ketamin mempunyai sifat analgesik, anestetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat untuk system somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi. Ketamin akan meningkatkan tekanan darah, frekuensi nadi dan curah jantung sampai ± 20%. Ketamin menyebabkan reflek faring dan laring tetap normal. Ketamin sering menimbulkan halusinasi terutama pada orang dewasa. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan dihidrolisis dalam hati, kemudian diekskresi terutama dalam bentuk utuh. Untuk induksi ketamin secara intravena dengan dosis 2 mm/kgBB dalam waktu 60 detik, stadium operasi dicapai dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anestesi dapat diberikan dosis ulangan setengah dari semula. Ketamin intramuscular untuk induksi diberikan 10 mg/kgBB, stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
3)      Droperidol dan fentanil
Tersedia dalam kombinasi tetap, dan tidak diperguna-kan untuk menimbulkan analgesia neuroleptik. Induksi dengan dosis 1 mm/9-15 kg BB diberikan perlahan-lahan secara intravena (1 ml setiap 1-2 menit) diikuti pemberian N2O atau O2 bila sudah timbul kantuk. Sebagai dosis penunjang digunakan N2O atau fentanil saja (0,05-0,1 mg tiap 30-60 menit) bila anesthesia kurang dalam. Droperidol dan fentanil dapat diberikan dengan aman pada penderita yang dengan anestesi umum lainnya mengalami hiperpireksia maligna.
4)      Diazepam
Menyebabkan tidur dan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat neuromuscular dan efek analgesik obat narkotik. Diazepam digunakan untuk menimbulkan sedasi basal pada anesthesia regional, endoskopi dan prosedur dental, juga untuk induksi anestesia terutama pada penderita dengan penyakit kardiovascular. Dibandingkan dengan ultra short acting barbiturate, efek anestesi diazepam kurang memuaskan karena mula kerjanya lambat dan masa pemulihannya lama. Diazepam juga digunakan untuk medikasi preanestetik dan untuk mengatasi konvulsi yang disebabkan obat anestesi lokal.
5)      Etomidat
Merupakan anestetik non barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesi. Obat ini tidak berefek analgesic tetapi dapat digunakan untuk anestesi dengan teknik infuse terus menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Dosis induksi eto-midat menurunkan curah jantung , isi sekuncup dan tekanan arteri serta meningkat-kan frekuensi denyut jantung akibat kompensasi. Etomidat menurunkn aliran darah otak (35-50%), kecepatan metabolism otak, dan tekanan intracranial, sehingga anestetik ini mungkin berguna pada bedah saraf.Etomidat menyebabkan rasa nyeri ditempat nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi preanestetik seperti meperidin.
6)      Propofol
Secara kimia tak ada hubungannya dengan anestetik intravena lain. Zat ini berupa minyak pada suhu kamar dan disediakan sebagai emulsi 1%. Efek pemberian anestesi umum intravena propofol (2 mg/kg) menginduksi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang terjadi ditempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan thrombosis. Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80% tetapi efek ini lebih disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung. Tekanan sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak merusak fungsi hati dan ginjal. Aliran darah ke otak, metabolism otak, dan tekanan intracranial akan menurun. Biasanya terdapat kejang.

2.   Anestesi Lokal
            Anestesi lokal atau zat penghilang rasa setempat merupakan obat yang pada penggunaan lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke Sistem Saraf Pusat dan dengan demikian menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal gatal, rasa panas atau dingin.
            Anestesi lokal adalah teknik untuk menghilangkan atau mengurangi sensasi di bagian tubuh tertentu. Ada kalangan medis yang membatasi istilah anestesi lokal hanya untuk pembiusan di bagian kecil tubuh seperti gigi atau area kulit. Namun, banyak juga yang menyebut anestesi lokal untuk anestesi apa pun selain yang menimbulkan ketidaksadaran umum (anestesi umum).
Secara kimia, anestesi lokal digolongkan sebagai berikut:
1.      Senyawa Ester
Adanya ikatan ester sangat menentukan sifat anestesi lokal sebab pada degradasi dan inaktivasi di dalam tubuh, gugus tersebut akan dihidrolisis. Karena itu golongan ester umumnya kurang stabil dan mudah mengalami metabolisme dibandingkan golongan amida. Contohnya: tetrakain, benzokain, kokain, prokain dengan prokain sebagai prototip.
2.      Senyawa Amida
Contohnya senyawa amida adalah dibukain, lidokain, mepivakain dan prilokain.

3.      Lainnya
Contohnya fenol, benzilalkohol, etilklorida, cryofluoran.
Jenis anestesi lokal dalam bentuk parenteral yang paling banyak digunakan adalah:
a)    Anestesi permukaan
Sebagai suntikan banyak digunakan sebagai penghilang rasa oleh dokter gigi untuk mencabut geraham atau oleh dokter keluarga untuk pembedahan kecil seperti menjahit luka di kulit. Sediaan ini aman dan pada kadar yang tepat tidak akan mengganggu proses penyembuhan luka.
b)     Anestesi Infiltrasi
Tujuannya untuk menimbulkan anestesi ujung saraf melalui injeksi pada atau sekitar jaringan yang akan dianestesi sehingga mengakibatkan hilangnya rasa di kulit dan jaringan yang terletak lebih dalam, misalnya daerah kecil di kulit atau gusi (pada pencabutan gigi).
c)         Anestesi Blok
Cara ini dapat digunakan pada tindakan pembedahan maupun untuk tujuan diagnostik dan terapi.
d)     Anestesi Spinal
Obat disuntikkan di tulang punggung dan diperoleh pembiusan dari kaki sampai tulang dada hanya dalam beberapa menit. Anestesi spinal ini bermanfaat untuk operasi perut bagian bawah, perineum atau tungkai bawah.

C.   Mekanisme Kerja Obat Anestesi
1.    Mekanisme Kerja Anestesi Umum
a.   Anestesi Inhalasi
            Anestesi inhalasi bekerja secara spontan menekan dan membangkitkan aktivitas neuron berbagai area di dalam otak. Sebagai anestesi inhalasi digunakan gas dan cairan terbang yang masing-masing sangat berbeda dalam kecepatan induksi, aktivitas, sifat melemaskan otot maupun menghilangkan rasa sakit. Untuk mendapatkan reaksi yang secepat-cepatnya, obat ini pada permulaan harus diberikan dalam dosis tinggi, yang kemudian diturunkan sampai hanya sekadar memelihara keseimbangan antara pemberian dan pengeluaran. Keuntungan anestesi inhalasi dibandingkan dengan anestesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anestesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas atau uap yang diinhalasi.Keuntungan anastetika inhalasi dibandingkan dengan anastesi intravena adalah kemungkinan untuk dapat lebih cepat mengubah kedalaman anastesi dengan mengurangi konsentrasi dari gas/uap yang diinhalasi. Kebanyakan anastesi umum tidak di metabolisasikan oleh tubuh, karena tidak bereaksi secara kimiawi dengan zat-zat faali. Mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastetika umum di bawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil
b.   Anestesi Intravena
            Obat-obat intravena seperti thiopental, etomidate, dan propofol mempunyai mula kerja anestetis yang lebih cepat dibandingkan terhadap senyawa gas inhalasi yang terbaru, misalnya desflurane dan sevoflurane. Senyawa intravena ini umumnya digunakan untuk induksi anestesi. Kecepatan pemulihan pada sebagian besar senyawa intravena juga sangat cepat. Secara umum, mekanisme kerjanya berdasarkan perkiraan bahwa anastesi umum dibawah pengaruh protein SSP dapat membentuk hidrat dengan air yang bersifat stabil. Hidrat gas ini mungkin dapat merintangi transmisi rangsangan di sinaps dan dengan demikian mengakibatkan anastesia.

2.   Mekanisme Kerja Anestesi Lokal
           Anestesik lokal bekerja bila disuntikkan kedalam akson saraf. Anestesi lokal melakukan penetrasi kedalam akson dalm bentuk basa larut lemak. Anestesi lokal bersifat tergantung pemakaian artinya derajat blok porsional terhadap stimulasi saraf. Hal ini  menunjukkan bahwa makin banyak molekul obat memasuki kanal Na+  ketika kanal-kanal terbuka menyebabkan lebih banyak inaktivasi. Anestesi lokal menekan jaringan lain seperti miokard bila konsentrasinya dalam darah cukup tinggi namun efek sistemik utamanya mencakup sistem saraf pusat. Adapun mekanisme kerja meliputi :
1.       Cegah konduksi dan timbulnya impuls saraf
2.       Tempat kerja terutama di membran sel
3.       Hambat permeabilitas membran ion Na+ akibat depolarisasi menjadikan  ambang rangsang membran meningkat
4.       Eksitabilitas & kelancaran hambatan terhambat
5.       Berikatan dg reseptor yg tdpt p d ion kanal Na, terjadi blokade sehingga hambat gerak ion via membran.

D.    Aktifitas Obat Anestesi
1.      Aktifitas Obat Anestesi Lokal
Aktifitas obat anastesi lokal, yaitu:
a)  Mula Kerja Anestesi lokal yaitu:
     Mula kerja anestetika lokal bergantung beberapa faktor, yaitu:
1)  pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkatdan      dapat menembus membrann sel saraf sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2)  Alkalinisasi anestetika local membuat mula kerja cepat
3)  Konsentrasi obat anestetika lokal

b)  Lama kerja Anestesi lokal, yaitu:
Lama kerja anestetika lokal dipengaruhi oleh:
1)  Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika local adalah protein
2)  Dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi.
3)  Dipengaruhi oleh banyaknya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

E.     Kontra Indikasi Obat Anestesi
1.      Kontra Indikasi Anastesi Umum
     Kontra indikasi anestesi umum tergantung efek farmakologi pada organ yang mengalami kelainan dan harus hindarkan pemakaian obat pada:
a.    Hepar yaitu obat hepatotoksik, dosis dikurangi atau obat yang toksis terhadap hepar atau dosis obat diturunkan
b.   Jantung yaitu obat-obat yang mendespresi miokardium atau menurunkan aliran darah koroner
c.    Ginjal yaitu obat yg diekskresi di ginjal
d.   Paru-paru yaitu obat yg merangsang sekresi Paru
e.    Endokrin yaitu hindari obat yg meningkatkan kadar gula darah/ hindarkan pemakaian obat yang merangsang susunan saraf simpatis pada diabetes karena bisa menyebabkan peninggian gula darah.

2.      Kontra Indikasi Anastesi Lokal
Kontra indikasi anestesi lokal yaitu:
1)   Alergi atau hipersensitivitas terhadap obat anestesi lokal yang telah     diketahui. Kejadian ini mungkin disebabkan oleh kelebihan dosis atau suntikan intravaskular.
2)    Kurangnya tenaga terampil yang mampu mengatasi atau mendukung teknik tertentu.
3)    Kurangnya prasarana resusitasi.
4)   Tidak tersedianya alat injeksi yang steril.
5)   Infeksi  lokal atau iskemik pada tempat suntikan.
6)   Pembedahan luas yang membutuhkan dosis toksis anestesi lokal.
7)   Distorsi anotomik atau pembentukan sikatriks.
8)    Risiko hematoma pada tempat-tempat tertentu.
9)    Pasien yang sedang menjalani terapi sistemik dengan antikoagulan.
10)   Jika dibutuhkan anestesi segera atau tidak cukup waktu bagi anestesi lokal untuk bekerja dengan sempurna.
11)     Kurangnya kerja sama atau tidak adanya persetujuan dari pihak penderita.

F.     Farmakokinetik dan Farmakodinamik Obat Anestesi
1.      Farmakokinetik Anastesi Umum
            Dalamnya anestesi ditentukan oleh konsentrasi anestetik didalam susunan saraf pusat. Kecepatan pada konsentrasi otak yang efektif (kecepatan induksi anestesi) bergantung pada banyaknya farmakokinetika yang mempengaruhi ambilan dan penyebaran anestetik.
Konsentrasi masing-masing dalam suatu campuran gas anestetik sebanding dengan tekanan atau tegangan persialnya. Istilah tersebut sering dipergunakan secara bergantian dalam membicarakan berbagai proses transfer anestetik gas dalam tubuh. Tercapainya konsentrasi obat anestetik yang adekuat dalam otak untuk menimbulkan anestesi memerlukan transfer obat anestetik dari udara alveolar kedalam darah dan otak. Kecepatan pencapaian konsentrasi ini bergantung pada sifat kelarutan anestetik, konsentrasinya dalam udara yang dihisap, laju ventilasi paru, aliran darah paru, dan perbedaan gradian konsentrasi (tekanan parsial) obat anestesi antara darah arteri dan campuran darah vena.
Kecepatan konsentrasi anestesi umum, yaitu:
a) Kelarutannya
Salah satu penting faktor penting yang mempengaruhi transfer anestetik dari paru kedarah arteri adalah kelarytannya. Koefisien pembagian darah; gas merupakan indeks kelarutan yang bermakna dan merupakan tanda-tanda afinitas relative suatu obat anestetik terhadap darah dibandingkan dengan udara.
b) Konsentrasi anastetik didalam udara inspirasi
Konsentrasi anestetik inhalasi didalam campuran gas inspirasi mempunyai efek langsung terhadap tegangan maksimun yang dapat tercapai didalam alveolus maupun kecepatan peningkatan tegangan ini didalam darah arterinya.
c) Ventilasi paru-paru
Kecepatan peningkatan tegangan gas anestesi didalam darah arteri bergantung pada kecepatan dan dalamnya ventilasi per menit. Besarnya efek ini bervariasi sesuai dengan pembagian koefisien darah; gas.
d) Aliran darah paru
Perubahan kecepatan aliran darah dari dan menuju paru akan mempengaruhi transfer obat anestetik. Peningkatan aliran darah paru akan memperlambat kecepatan peningkatan tekanan darah arteri, terutama oleh obat anestetik dengan kelarutan drah yang sedang sampai tinggi.
e) Gradient konsentrasi arteri-vena
Gradien konsentrasi obat anestetik antara darah arteri dan vena campuran terutama bergantung pada kecepatan dan luas ambilan obat anestesi pada jaringan itu, yang bergantung pada kecepatan dan luas ambilan jaringan.

2.      Farmakdinamik Anastesi Umum
            Kerja neurofisiologik yang penting pada obat anestesi umum adalah dengan meningkatkan ambang rangsang sel. Dengan meningkatnya ambang rangsang, akan terjadi penurunan aktivitas neuronal. Obat anestetik inhalasi seperti juga intravena barbiturate dan benzodiazepine menekan aktivitas neuron otak sehingga akson dan transmisisinaptik tidak bekerja. Kerja tersebut digunakan pada transmisi aksonal dan sinaptik, tetapi proses sinaptik lebih sensitive dibandingkan efeknya. Mekanisme ionik yang diperkirakan terlibat adalah bervariasi. Anestetik inhalasi gas telah dilaporkan menyebabkan hiperpolarisasi saraf dengan aktivitas aliran K+, sehingga terjadi penurunan aksi potensial awal, yaitu peningkatan ambang rangsang. Penilitian elektrofisiologi sel dengan menggunakan analisa patch clamp, menunjukkan bahwa pemakaian isofluran menurunkan aktivitas reseptor nikotinik untuk mengaktifkan saluran kation yang semuanya ini dapat menurunkan kerja transmisi sinaptik pada sinaps, kolinergik. Efek benzodiazepine dan barbiturate terhadap saluran klorida yang diperantai reseptor GABA akan menyebabkan pembukaan dan menyebabkan hiperpolarasi, tehadap penurunan sensitivitas. Kerja yang serupa untuk memudahkan efek penghambatan GABA juga telah dilaporkan pemakaian propofol dan anestetik inhalasi lain.
            Mekanisme molecular dengan anestetik gas merubah aliran ion pada membran neuronal belumlah jelas. Efek ini dapat menghasilkan hubungan interaksi langsung antara molekul anestetik dan tempat hidrofobik pada saluran membran protein yang spesifik. Mekanisme ini telah diperkenalkan pada penilitian interaksi gas dengan saluran kolineroseptor nikotinik interkais yang tampaknya untuk menstabilkan saluran pada keadaan tertutup. Interpretasi alternatif, yang dicoba untuk diambil dalam catatan perbedaan struktur yang nyata diantara anestetik, memberikan interaksi yang kurang spesifik pada obat ini dengan dengan membran matriks lipid, dengan perubahan sekunder pada fungsi saluran.

3.      Farmakokinetik Anastesi Lokal
            Anestesi lokal biasanya diberikan secara suntikan ke dalam daerah serabut saraf yang akan menghambat. Oleh karena itu, penyerapan dan distribusi tidak terlalu penting dalam memantau mula kerja efek dalam menentukan mula kerja anestesi dan halnya mula kerja anestesis umum terhadap sistem saraf pusat dan toksisitasnya pada jantung. Aplikasi topikal anestesi lokal bagaimanapun juga memerlukan difusi obat guna mula keja dan lama kerja efek anestesinya.
            Absorbsi sistemik suntikan anestesi lokal dari tempat suntikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain dosis, tempat suntikan, ikatan obat jaringan, adanya bahan vasokonstriktor, dan sifat fisikokimia obat. Bahan vasokonstriktor seperti epinefrin mengurangi penyerapan sistematik anestesi lokal dari tempat tumpukan obat dengan mengurangi aliran darah di daerah ini. Keadaan ini menjadi nyata terhadap obat yang massa kerjanya singkat atau menengah seperti prokain, lidokain, dan mepivakain (tidak untuk prilokain). Ambilan obat oleh saraf diduga diperkuat oleh kadar obat lokal yang tinggi ,dan efek dari toksik sistemik obat akan berkurang karena kadar obat yang masuk dalam darah hanya 1/3 nya saja.
            Distribusi anestesi lokal amida disebar meluas dalam tubuh setelah pemberian bolus intravena. Bukti menunjukkan bahwa penyimpanan obat mungkin terjadi dalam jaringan lemak. Setelah fase distribusi awal yang cepat, yang mungkin menandakan ambilan ke dalam organ yang perfusinya tinggi seperti otak, ginjal, dan jantung, dikuti oleh fase distribusi lambat yang terjadi karena ambilan dari jaringan yang perfusinya sedang, seperti otot dan usus. Karena waktu paruh plasma yang sangat singkat dari obat tipe ester, maka distribusinya tidak diketahui.
            Metabolisme dan ekskresi anestesi lokal diubah dalam hati dan plasma menjadi metabolit yang mudah larut dalam air dan kemudian diekskresikan ke dalam urin. Karena anestesi lokal yang bentuknya tak bermuatan mudah berdifusi melalui lipid, maka sedikit atau tidak ada sama sekali bentuk netralnya yang diekskresikan kerana bentuk ini tidak mudah diserap kembali oleh tubulus ginjal.
            Tipe ester anestesi lokal dihidrolisis sangat cepat di dalam darah oleh butirilkolinesterase (pseudokolinesterase). Oleh karena itu, obatini khas sekali mempunyai waktu paruh yang sangat singkat, kurang dari 1 menit untuk prokain dan kloroprokain. Penurunan pembersihan anestesi lokal leh hati ini harus diantisipasi dengan menurunkan aliran darah kehati. Sebagai contoh, pembersihan lidokain oleh hati pada binatang yang dianestesi dengan halotan lebih lambat dari pengukuran binatang yang diberi nitrogen oksida dan kurare. Penurunan pembersihan ini berhubungan penurunan aliran darah ke dalam hati dan penekanan mikrosom hati karena halotan.
Farmakokinetik suatu anestetik lokal ditentukan oleh 3 hal, yaitu:
1.      Lipid/Water solubility ratio, menentukan ONSET OF ACTION. Semakin tinggi kelarutan dalam lemak akan semakin tinggi potensi anestesi local.
2.      Protein Binding, menentukan DURATION OF ACTION. Semakin tinggi ikatan dengan protein akan semakin lama durasi nya.
3.      pKa, menentukan keseimbangan antara bentuk kation dan basa. Makin rendah pKa makin banyak basa, makin cepat onsetnya. Anestetik lokal dengan pKa tinggi cenderung mempunyai mula kerja yang lambat. Jaringan dalam suasana asam (jaringan inflamasi)akan menghambat kerja anestetik lokal sehingga mula kerja obat menjadi lebih lama. Hal tersebut karena suasana asam akan menghambat terbentuknya asam bebas yang diperlukan untuk menimbulkan efek anestesi. Kecepatan onset anestetika lokal ditentukan oleh:
a)  Kadar obat dan potensinya
b)  Jumlah pengikatan obat oleh protein dan
c)  Pengikatan obat ke jaringan local
      d) Kecepatan metabolisme
e) Perfusi jaringan tempat penyuntikan obat. Pemberian vasokonstriktor (epinefrin)  ditambah anestetika lokal dapat menurunkan aliran darah lokal dan mengurangi absorpsi sistemik.
4.      Farmakodinamik Anastesi Lokal
Adapun farmakodinamik untuk obat anestesi lokal adalah:
a.       Mekanisme Kerja
Selama eksitasi, saluran natrium terbuka dan arus natrium masuk ke dalam sel dengan cepat mendepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial natrium (+40mV). Sebagai akibat depolarisasi ini, maka saluran natrium menutup (inaktif) dan saluran kalium terbuka. Aliran kalium keluar sel merepolarisasi membran ke arah keseimbangan potensial kalium (sekitar -95mV); terjadi lagi repolarisasi saluran natrium menjadi keadaan istirahat. Perbedaan ionic transmembran dipertahankan oleh pompa natrium. Sifat ini mirip dengan yang terjadi pada otot jantung dan anestesi local pun mempunyai efek yang sama pada kedua jaringa tersebut.
Anestesi local mengikat reseptor dekat ujung intrasel saluran dan menghambat saluran dalam keadaan bergantung waktu dan voltase. 

            Bila peningkatan konsentrasi dalam secara progresif anestesi local digunakan pada satu serabut saraf, nilai ambang eksitasinya meningkat, konduksi impuls melambat, kecepatan muncul potensial aksinya menurun, amplitude potensial aksi mengecil dan akhirnya kemampuan melepas satu potensial aksi hilang. Efek yang bertambah tadi merupakan hasil dari ikatan anestesi local terhadap banyak dan makin banyak saluran natrium; pada setiap saluran, ikatan menghasilkan hambatan arus natrium. Jika arus ini dihambat melebihi titik kritis saraf, maka propagasi yang melintas daerah yang dihambat ini tidak mungkin terjadi lagi. Pada dosis terkecil yang dibutuhkan untuk menghambat propagasi, potensial istirahat jelas tidak terganggu.
            Karakteristik Struktur-Aktivitas Anestesi Lokal. Makin kecil dan makin banyak molekul lipofilik, makin cepat pula kecepatan interaksi dengan reseptor saluran natrium. Potensi mempunyai hubungan positif pula dengan kelarutan lipid selama obat menahan kelarutan air yang cukup untuk berdifusi ke tempat kerja. Lidokain, prokain, dan mepivakain lebih larut dalam air dibandingkan tetrakain, etidokain, dan bupivakain. Obat yang terakhir lebih kuat dengan masa kerja yang panjang. Obat-obat tadi terikat lebih ekstensif pada protein dan akan menggeser atau digeser dari tempat ikatannya oleh obat-obatan lain.
b.      Aksi Terhadap Saraf
Karena anestesi local mampu menghambat semua saraf, maka kerjanya tidak saja terbatas pada hilangnya sensasi sakit dan nyeri yang diinginkan. Perbedaan tipe serabut saraf akan membedakan dengan nyata kepekaannya terhadap penghambatan anestesi local atas dasar ukuran dan mielinasi. Aplikasi suatu anestesi local terhadap suatu akar serabut saraf, serabut paling kecil B dan C dihambat lebih dulu. Serabut delta tipe A akan dihambat kemudian. Oleh karena itu, serabut nyeri dihambat permulaan; kemudian sensasi lainnya menghilang; dan fungsi motor dihambat terakhir.
Adapun efek serabut saraf antara lain:

  Efek diameter serabut
            Anestesi lokal lebih mudah menghambat serabut ukuran kecil karena jarak di mana propagasi suatu impuls listrik merambat secara pasif pada serabut tadi (berhubungan dengan constant ruang) jadi lebih singkat. Selama mula kerja anestesi local, bila bagian pendek serabut dihambat, maka serabut berdiameter kecil yang pertama kali gagal menyalurkan impuls.
Terhadap serabut yang bermielin, setidaknya tiga nodus berturut-turut dihambat oleh anestesi local untuk menghentikan propagasi impuls. Makin tebal serabut saraf, makin terpisah jauh nodus tadi yang menerangkan sebagian, tahanan yang lebih besar untuk menghambat serabut besar tadi. Saraf bermielin cenderung dihambat serabut saraf yang tidak bermielin pada ukuran yang sama. Dengan demikian, serabut saraf preganglionik B dapat dihambat sebelum serabut C kecil yang tidak bermielin.

  Efek frekuensi letupan
            Alasan penting lain terhadap mudahnya penghambatan serabut sensoris mengikuti langsung dari mekanisme kerja yang bergantung pada keadaan anestesi local. Serabut sensoris, terutama serabut nyeri ternyata berkecukupan letupan tinggi dan lama potensial aksi yang relative lama (mendekati 5 milidetik). Serabut motor meletup pada kecepatan yang lebih lambat dengan potensial aksi yang singkat (0,5 milidetik). Serabut delta dan C adalah serabut berdiameter kecil yang terlibat pada transmisi nyeri berfrekuensi tinggi. Oleh karena itu, serabut ini dihambat lebih dulu dengan anestesi local kadar rendah dari pada serabut A alfa.

   Efek posisi saraf dalam bundle saraf
            Pada sekumpulan saraf yang besar, saraf motor biasanya terletak melingkari bundle dan oleh karena itu saraf ini akan terpapar lebih dulu bila anestesi local diberikan secara suntikan ke dalam jaringan sekitar saraf. Akibatnya bukan tidak mungkin saraf motor terhambat sebelum penghambatan sensoris dalam bundle besar. Jadi, selama infiltrasi hambatan saraf besar, anestesi muncul lebih dulu di bagian proksimal dan kemudian menyebar ke distal sesuai dengan penetrasi obat ke dalam tengah bagian bundle saraf.

G.    Efek Samping Obat Anestesi
1.      Efek Samping Anestesi Umum
Obat-obatan anestesi yang umum dipakai pada pembiusan total adalah N2O, halotan, enfluran, isofluran, sevofluran, dan desfluran. Obat anestesi umum yang ideal haruslah tidak mudah terbakar, tidak meledak, larut dalam lemak, larut dalam darah, tidak meracuni organ (jantung, hati, ginjal), efek samping minimal, tidak dimetabolisasi oleh tubuh, dan tidak mengiritasi pasien.
Obat bius/anestesi umum/total pasti memiliki efek samping di antaranya:
a)       Mengiritasi aliran udara, menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
b)       Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (golongan Ketamin).
c)       Depresi pada susunan saraf pusat.
d)       Nyeri tenggorokan.
e)       Sakit kepala.
f)        Perasaan lelah dan bingung selama beberapa hari.
g)       Menekan pernapasan yang pada anestesi dalam terutama ditimbulkan oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini paling ringan pada N2O dan eter.
h)       Menekan system kardiovaskuler, terutama oleh halotan, enfluran dan isofluran. Efek ini juga ditimbulkan oleh eter, tetapi karena eter juga merangsang sistem saraf simpatis, maka efek keseluruhannya menjadi ringan.
i)         Merusak hati dan ginjal, terutama senyawa klor, misalnya kloroform.
j)        Oliguri (reversibel) karena berkurangnya pengaliran darah di ginjal, sehingga pasien perlu dihidratasi secukupnya.
k)       Menekan sistem regulasi suhu, sehingga timbul perasaan kedinginan (menggigil) pasca-bedah.
Efek samping tersebut bersifat sementara. Namun, ada pula komplikasi serius yang dapat terjadi. Untungnya, komplikasi tersebut sangat jarang, dengan perbandingan 4 komplikasi dalam jutaan pasien yang diberi obat anestesi. Pencegahan efek samping anestesi yang terbaik adalah dengan penjelasan selengkap mungkin terhadap pasien mengenai efek samping dan risiko yang mungkin terjadi, pemeriksaan menyeluruh, dan pemberian obat anestesi yang tidak melebihi dosis.
2.      Efek Samping Anestesi Lokal
Seharusnya obat anestesi lokal diserap dari tempat pemberian obat. Jika kadar obat dalam darah meningkat terlalu tinggi, maka akan timbul efek samping pada berbagai sistem organ tubuh, yaitu:
a)    Sistem Saraf Pusat
 Efek terhadap SSP antara lain ngantuk, kepala terasa ringan, gangguan visual dan pendengaran, dan kecemasan. Pada kadar yang lebih tinggi, akan timbul pula nistagmus dan menggigil. Akhirnya kejang tonik klonik yang terus menerus diikuti oleh depresi SSP dan kematian yang terjadi untuk semua anestesi local termasuk kokain.
 Reaksi toksik yang paling serius dari obat anestesi local adalah timbulnya kejang karena kadar obat dalam darah yang berlebihan. Keadaan ini dapat dicegah dengan hanya memberikan anestesi local dalam dosis kecil sesuai dengan kebutuhan untuk anestesi yang adekuat saja. Bila harus diberikan dalam dosis besar, maka perlu ditambahkan premedikasi dengan benzodiapedin; seperti diazepam, 0,1-0,2 mg/kg parenteral untuk mencegah bangkitan kejang.
b)   Sistem Saraf Perifer (Neurotoksisitas)
Bila diberikan dalam dosis yang berlebihan, semua anestesi local akan menjadi toksik terhadap jaringan saraf.
c)   Sistem Kardiovaskular
Efek kardiovaskular anestesi local akibat sebagian dari efek langsung terhadap jantung dan membran otot polos serta dari efek secara tidak langsung melalui saraf otonom. Anestesi lokal menghambat saluran natrium jantung sehingga menekan aktivitas pacu jantung, eksitabilitas, dan konduksi jantung menjadi abnormal. Walaupun kolaps kardiovaskular dan kematian biasanya timbul setelah pemberian dosis yang sangat tinggi, kadang-kadang dapat pula terjadi dalam dosis kecil yang diberikan secara infiltrasi.
d)     Darah
Pemberian prilokain dosis besar selama anestesi regional akan menimbulkan penumpukan metabolit o-toluidin, suatu zat pengoksidasi yang mampu mengubah hemoglobin menjadi methemeglobin. Bila kadarnya cukup besar maka warna darah menjadi coklat.

H.    Syarat-syarat Ideal Obat Anestesi
1.   Syarat Ideal Anestesi Umum
       Syarat Ideal anastesi umum yaitu:
a)      Memberi induksi yang halus dan cepat.
b)      Timbul situasi pasien tak sadar / tak berespons
c)       Timbulkan keadaan amnesia
d)     Timbulkan relaksasi otot skeletal, tapi  bukan otot pernafasan.
e)      Hambat persepsi rangsang sensorik sehingga timbul analgesia yang cukup untuk  tempat operasi.
f)       Berikan keadaan pemulihan yang halus cepat dan tak timbulkan ESO yang berlangsung lama

2. Syarat Ideal Anestesi Lokal
Syarat-syarat ideal anestesi lokal yaitu:
a)      Tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
b)      Batas keamanan harus lebar
c)      Tidak boleh menimbulkan perubahan fungsi dari syaraf secara permanen.
d)     Tidak menimbulkan alergi.
e)      Harus netral dan bening.
f)       Toksisitas harus sekecil mungkin.
g)      Reaksi terjadinya hilang rasa sakiit setempat harus cepat.
h)      Mulai kerjanya harus sesingkat mungkin dan bertahan untuk jangka waktu yang yang cukup lama
i)        Dapat larut air dan menghasilkan larutan yang stabil, juga stabil terhadap pemanasan.























BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Jadi, Bermacam-macam penyakit memerlukan obat yang berbeda-beda, begitu pula dengan obatnya selain mempunyai fungsi masing-masing obat  juga mempunyai efek sampingnya masing-masing, dan sebagai perawat kita semua harus bisa memahami tentang obat dan jenisnya.

 3.1 Saran
            Selesainya makalah ini tidak terlepas dari banyaknya kekurangan-kekurangan pembahasannya dikarenakan oleh berbagai macam faktor keterbatasan waktu, pemikiran dan pengetahuan penulis yang terbatas, oleh karena itu untuk kesempernuan makalah ini penulis sangat membutuhkan saran-saran dan masukan yang  bersifat membangun kepada semua pembaca.
            Tidak terlepas dari semua itu penulis juga menyarankan bahwa sebaiknya gunakanlah obat sesuai anjuran dokter, dan pergunakanlah obat tersebut sesuai dengan penyakit yang diderita , jangan menggunakan obat kurang atau melebihi batasnya.
















DAFTAR PUSTAKA

Ikatan Apoteker Indonesia,2010.Informasi spesialite obat (ISO INDONESIA) edisi 45 2010-2011.Jakarta :PT.ISFI Jakarta
Kee, Joyce L dan Hayes, Evelyn R:farmakologi, pendekatan proses keperawatan: EGC, Jakarta.1996
Ramdan P Yusup.2012.Pengetahuan Dasar Obat.Sukabumi:LCN Press Entrepreneur
Widjayanti v.Nuraeni.Obat-obatan.yogyakarta.1998:Kanisius
(Diakses tanggal 12 Mei 2013).
(Diakses tanggal 12 Mei 2013).
(Diakses tanggal 12 Mei 2013).
(Diakses tanggal 12 Mei 2013).


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . BEING AS NURSE - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger