BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Komunikasi mempunyai banyak sekali
makna dan sangat bergantung pada konteks pada saat komunikasi dilakukan. Bagi
beberapa orang, komunikasi merupakan pertukaran informasi diantara dua orang
atau lebih, atau dengan kata lain; pertukaran ide atau pemikiran. Metodenya
antara lain: berbicara dan mendengarkan atau menulis dan membaca,
melukis, menari, bercerita dan lain sebagainya. Sehingga dapat dikatakan bahwa
segala bentuk upaya penyampaian pikiran kepada orang lain, tidak hanya secara
lisan (verbal) atau tulisan tetapi juga gerakan tubuh atau gesture
(non-verbal), adalah komunikasi.
Komunikasi merupakan suatu proses
karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon.
Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu: mempengaruhi orang lain
dan untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan
sebagai komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi,
pemikiran, perasaan) dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau
tidak berguna (menghambat/blok penyampaian informasi atau perasaan).
Keterampilan berkomunikasi merupakan keterampilan yang dimiliki oleh seseorang
untuk membangun suatu hubungan, baik itu hubungan yang kompleks maupun hubungan
yang sederhana melalui sapaan atau hanya sekedar senyuman. Pesan verbal dan non
verbal yang dimiliki oleh seseorang menggambarkan secara utuh dirinya,
perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai. Melalui komunikasi seorang
individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan merasakan kebahagiaan.
Effendy O.U (2002) dalam Suryani
(2005) menyatakan lima komponen dalam komunikasi yaitu; komunikator, komunikan,
pesan, media dan efek. Komunikator (pengirim pesan) menyampaikan pesan baik
secara langsung atau melalui media kepada komunikan (penerima pesan) sehingga
timbul efek atau akibat terhadap pesan yang telah diterima. Selain itu,
komunikan juga dapat memberikan umpan balik kepada komunikator sehingga
terciptalah suatu komunikasi yang lebih lanjut.
Keterampilan berkomunikasi
merupakan critical skill yang harus dimiliki oleh perawat,
karena komunikasi merupakan proses yang dinamis yang digunakan untuk
mengumpulkan data pengkajian, memberikan pendidikan atau informasi
kesehatan-mempengaruhi klien untuk mengaplikasikannya dalam hidup,
menunjukan caring, memberikan rasa nyaman, menumbuhkan rasa percaya
diri dan menghargai nilai-nilai klien. Sehingga dapat juga disimpulkan bahwa
dalam keperawatan, komunikasi merupakan bagian integral dari asuhan
keperawatan. Seorang perawat yang berkomunikasi secara efektif akan lebih mampu
dalam mengumpulkan data, melakukan tindakan keperawatan (intervensi),
mengevaluasi pelaksanaan dari intervensi yang telah dilakukan, melakukan
perubahan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah terjadinya masalah- masalah
legal yang berkaitan dengan proses keperawatan.
Proses komunikasi dibangun
berdasarkan hubungan saling percaya dengan klien dan keluarganya.
Komunikasi efektif merupakan hal yang esensial dalam menciptakan hubungan
antara perawat dan klien. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995)
menegaskan bahwa seorang perawat yang beragama, tidak dapat bersikap masa
bodoh, tidak peduli terhadap pasien, seseorang (perawat) yang tidak care dengan
orang lain (pasien) adalah berdosa. Seorang perawat yang tidak menjalankan
profesinya secara profesional akan merugikan orang lain (pasien), unit kerjanya
dan juga dirinya sendiri. Komunikasi seorang perawat dengan pasien pada umumnya
menggunakan komunikasi yang berjenjang yakni komunikasi intrapersonal,
interpersonal dan komunal/kelompok. Demikian pula ditegaskan dalam Poter dan
Perry (1993) bahwa komunikasi dalam prosesnya terjadi dalam tiga tahapan yakni
komunikasi intrapersonal (terjadi dalam diri individu sendiri), interpersonal
(interaksi antara dua orang atau kelompok kecil) dan publik (interaksi
dalam kelompok besar).
1.2
Rumusan Masalah
Bagaimana konsep
komunikasi terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien itu ?
1.3
Tujuan
Makalah
ini di buat dengan tujuan agar
mahasiswa, tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat konsep komunikasi
terapeutik dan kesadaran intrapersonal perawat-klien.
1.4
Manfaat
Makalah
ini di buat oleh kami agar kami memahami dan mengaplikasikan langsung dalam
proses keperawatan hususnya tentang konsep komunikasi terapeutik dan kesadaran
intrapersonal perawat-klien.
BAB
II
PEMBAHASAN
Ø Konsep komunikasi terapeutik.
2.1
Definisi komunikasi terapeutik.
Komunikasi dalam keperawatan disebut
dengan komunikasi terapeutik, dalam hal ini komunikasi yang dilakukan oleh
seorang perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan harus mampu
memberikan khasiat therapi bagi proses penyembuhan pasien. Oleh karenanya
seorang perawat harus meningkatkan pengetahuan dan kemampuan aplikatif
komunikasi terapeutik agar kebutuhan dan kepuasan pasien dapat dipenuhi.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien
(Depkes RI, 1997).
Northouse (1998) mendefinisikan komunikasi
terapeutik sebagai kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu klien
beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis dan belajar bagaimana
berhubungan dengan orang lain. Stuart G.W (1998) menyatakan bahwa komunikasi
terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien,
dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar
bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan
S.Sundeen (1990) menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam
membina hubungan intim yang terapeutik.
Definisi komunikasi menurut para
ahli :
Menurut As Homby (1974) yang dikutip
oleh Nurjannah, I (2001) mengatakan bahwa terapeutik merupakan kata sifat yang
dihubungkan dengan seni dari penyembuhan. Hal yang menggambarkan bahwa dalam
menjalani proses komunikasi terapeutik, seorang perawat melakukan kegiatan dari
mulai pengkajian, menentukan masalah keperawatan, menentukan rencana tindakan
keperawatan, melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan yang telah
direncanakan sampai pada evaluasi yang semuanya itu bisa dicapai dengan
maksimal apabila terjadi proses komunikasi yang efektif dan intensif. Hubungan
take and give antara perawat dan klien menggambarkan hubungan memberi dan
menerima.
Kalthner, dkk (1995) mengatakan bahwa komunikasi terapeutik terjadi dengan tujuan menolong pasien yang dilakukan oleh orang-orang yang professional dengan menggunakan pendekatan personal berdasarkan perasaan dan emosi. Didalam komunikasi terapeutik ini harus ada unsur kepercayaan. (Mundakir, 2006)
Heri Purwanto (1994) mengemukakan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar dan bertujuan dalam kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan pasien, dan merupakan komunikasi professional yang mengarah pada tujuan untuk penyembuhan pasien (Mundakir, 2006)
Mulyana (2000) mengatakan komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal yaitu komunikasi antara orang-orang secara tatap muka yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal. (Mundakir, 2006)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yg direncanakan secara sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal.
Northouse (1998: 12), komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan perawat untuk membantu pasien beradaptasi terhadap stres, mengatasi gangguan psikologis, dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang lain.
Stuart G.W. (1998), komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpesonal antara perawat dengan pasien, dalam hubungan ini perawat dan pasien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional pasien.
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat dijelaskan bahwa komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat – klien yang bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Maksud komunikasi adalah mempengaruhi perilaku orang lain. Komunikasi adalah berhubungan. Hubungan perawat-klien yang terapeutik tidak mungkin dicapai tanpa komunikasi (Budi Ana Keliat dalam Mundakir, (2006)
Hubungan terapeutik sebagai pengalaman belajar baik bagi klien maupun perawat yang diidentifikasikan dalam empat tindakan yang harus diambil antara perawat – klien, yaitu:
- Tindakan diawali perawat
- Respon reaksi dari perawat
- Interaksi dimana perawat dan klien mengkaji kebutuhan klien dan tujuan
- Transaksi dimana hubungan timbal balik pada akhirnya dibangun untuk mencapai tujuan hubungan
Komunikasi terapeutik terjadi apabila didahului hubungan saling percaya antara perawat – klien. Dalam konteks pelayanan keperawatan kepada klien, pertama-tama klien harus percaya bahwa perawat mampu memberikan pelayanan keperawatan dalam mengatasi keluhannya, demikian juga perawat harus dapat dipercaya dan diandalkan atas kemampuan yang telah dimiliki dari aspek kapasitas dan kemampuannya sehingga klien tidak meragukan kemampuan yang dimiliki perawat. Selain itu perawat harus mampu memberikan jaminan atas kualitas pelayanan keperawatan agar klien tidak ragu, tidak cemas, pesimis dan skeptis dalam menjalani proses pelayanan keperawatan.
Dari beberapa pengertian diatas dapat dipahami bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi
klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai
kembali kondisi yang adaptif dan positif.
2.2 Tujuan komunikasi terapeutik.
Peaksanaan komunikasi terapeutik
bertujuan membantu pasien memperjelas dan mengurangi beban pikiran dan perasaan
untuk dasar tindakan guna mengubah situasi yang ada apabila pasien percaya pada
hal hal yang diperlukan. Membantu dilakukanya tindakan yang efektif, mempererat
interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan
proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.Komunikasi
terapeutik juga mempunyai tujuan untuk memotivasi dan mengembangkan
pribadi klien ke arah yang lebih kontruktif dan adaptif.
Komunikasi
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien yang meliputi hal-hal berikut ini.
a. Penerimaan
diri dan peningkatan terhadap penghormatan diri.
Klien yang sebelumnya tidak menerima diri apa adanya
atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat atau
bidan akan mampu menerima dirinya. Diharapkan perawat atau bidan dapat merubah
cara pandang klien tentang dirinya dan masa depannya sehingga klien dapat
menghargai dan menerima diri apa adanya.
b. Kemampuan
membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial dan saling bergantung
dengan orang lain.
Klien belajar bagaimana menerima dan diterima oleh
orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur, dan menerima klien apa
adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan
saling percaya (Hibdon S., dalam Suryani, 2005)
c. Peningkatan
fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang
realistis.
Sebagian klien menetapkan ideal diri atau tujuan
yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Tugas perawat dengan kondisi
seperti itu adalah membimbing klien dalam membuat tujuan ayng realistis serta
menignkatkan kemampuan klien memenuhi kemampuan dirinya.
d. Rasa
identitas personal yang jelas dan meningkatkan integritas diri.
Identitas personal yang dimaksud adalah status,
peran, dan jenis kelamin klien. Klien yang mengalami gangguan identitas
personal biasanya tidak mempunyai rasa percaya diri dan juga memiliki harga
diri yang rendah. Perawat diharapkan membantu klien untuk meningkatkan integritas
dirinya dan identitas diri klien melalui komunikasinya.
Perawat yang terampil tidak akan mendominasi
interaksi sosial, melainkan akan berusaha menjaga kehangatan suasana komunikasi
agar tercapai rasa saling percaya dan menumbuhkan rasa nyaman pada pasien.
Dengan demikian proses interaksi dapat berjalan dengan baik.
Tujuan personal yang realistis dari
komunikasi terapeutik.
Komunikasi terapeutik dilaksanakan dengan tujuan:
a. Membantu pasien untuk memperjelaskan dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang
ada bila pasien percaya pada hal-hal yang diperlukan
b. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil
tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
c. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya
sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan
d. Mempererat hubungan atau interaksi antara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara professional dan proporsional dalam rangka membantu menyelesaikan masalah klien.
Tujuan
terapeutik akan tercapai jika Perawat memiliki karakteristik sebagai
berikut:
a. Kesadaran
diri terhadap nilai yang dianutnya
b. Kemampuan
untuk menganalisa perasaannya sendiri.
c. Kemampuan
untuk menjadi contoh peran
d. Altruistik
e. Rasa
tanggung jawab etik dan moral
f. Tanggung
jawab
2.3
Fungsi komunikasi terapeutik.
Fungsi komunikasi
terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan
pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap
perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan
yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien
untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat
mengambil tindakan yang efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan
kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila
perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah
hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien,
tetapi hubungan sosial biasa.
Didalam sumber yang lain dikatakan bahwa manfaat atau fungsi komunikasi
terapeutik adalah:
- Mendorong dan menganjurkan
kerja sama antara perawat dan pasien
- Mengidentivikasi,atau
mengungkap perasan dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yg di
lakukan perawat.
- Memberikan pengertian
tingkalaku pasien dan membantu pasien mengatasi masalah yang di hadapi.
- Mencegah tindakan yang negative
terhadap pertahanan diri pasien
2.4
Prinsip-prinsip komunikasi.
Komunikasi terapeutik meningkatkan
pemahaman dan membantu terbentuknya hubungan yang konstruktif
diantara perawat-klien. Tidak seperti komunikasi sosial, komunikasi terapeutik
mempunyai tujuan untuk membantu klien mencapai suatu tujuan dalam
asuhan keperawatan. Oleh karenanya sangat penting bagi perawat untuk memahami
prinsip dasar komunikasi terapeutik berikut ini;
- Hubungan
perawat dan klien adalah hubungan terapeutik yang saling
menguntungkan, didasarkan pada prinsip ‘humanity of nurses and
clients’. Hubungan ini tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong
(helper/perawat) dengan kliennya, tetapi hubungan antara manusia
yang bermartabat (Dult-Battey,2004).
- Perawat
harus menghargai keunikan klien, menghargai perbedaan karakter,
memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat perbedaan latar
belakang keluarga, budaya, dan keunikan setiap individu.
- Semua
komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun
penerima pesan, dalam hal ini perawat harus mampu menjaga harga
dirinya dan harga diri klien.
- Komunikasi
yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus
dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan
memberikan alternatif pemecahan masalah (Stuart,1998). Hubungan
saling percaya antara perawat dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.
Didalam sumber yang lain ditakan
bahwa beberapa
prinsip dasar yang harus dipahami dalam membangun hubungan dan mempertahankan
hubungan yang terapeutik :
1.Hubungan dengan klien adalah
hubungan terapeutik yang saling menguntungkan, didasarkan pada prinsip
“Humanity of Nursing and Clients”.
2.Perawat harus menghargai keunikan
klien, dengan melihat latar belakang keluarga, budaya dan keunikan tiap
individu.
3.Komunikasi yang dilakukan harus
dapat menjaga harga diri baik pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini
perawat harus mampu menjga harga dirinya dan harga diri klien.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
4.Komunikasi yang menumbuhkan hubungan saling percaya harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternative pemecahan masalahnya.
Beberapa prinsip komunikasi terapeutik menurut Boyd & Nihart (1998) adalah :
1.Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi.
2.Tingkah laku professional
mengatur hubungna terapeutik.
3.Hubungan sosial dengan klien
harus dihindari.
4.Kerahasiaan klien harus dijaga.
5.Kompetensi intelektual harus
dikaji untuk menentukan pemahaman.
6.Memelihara interaksi yang tidak
menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi
nasehat.
7.Beri petunjuk klien untuk
menginterpretasikan kembali pengalamannya secar rasional.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
8.Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.
9.Implementasi intervensi berdasarkan teori.
10.Membuka diri hanya digunakan
hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik.
2.5
Karakteristik
Salah satu karakteristik dasar dari
komunikasi yaitu ketika seseorang melakukan komunikasi terhadap orang lain maka
akan tercipta suatu hubungan diantara keduanya, selain itu komunikasi bersifat
resiprokal dan berkelanjutan. Hal inilah yang pada akhirnya membentuk suatu
hubungan ‘helping relationship’. Helping relationship adalah
hubungan yang terjadi diantara dua (atau lebih) individu maupun
kelompok yang saling memberikan dan menerima bantuan atau dukungan untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang kehidupan. Pada konteks keperawatan
hubungan yang dimaksud adalah hubungan antara perawat dan klien. Ketika
hubungan antara perawat dan klien terjadi, perawat sebagai penolong (helper) membantu
klien sebagai orang yang membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia klien.
Menurut Roger dalam Stuart G.W (1998),
ada beberapa karakteristik seorang helper (perawat) yang dapat
memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang terapeutik, yaitu:
1. Kejujuran
Kejujuran
sangat penting, karena tanpa adanya kejujuran mustahil bisa terbina hubungan
saling percaya. Seseorang akan menaruh rasa percaya pada lawan bicara yang
terbuka dan mempunyai respons yang tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan
berhati-hati pada lawan bicara yang terlalu halus sehingga
sering menyembunyikan isi hatinya yang sebenarnya dengan kata-kata atau
sikapnya yang tidak jujur (Rahmat, J.,1996 dalam Suryani,2005).). Sangat
penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat berkomunikasi dengan klien,
karena apabila hal tersebut tidak dilakukan maka klien akan menarik diri,
merasa dibohongi, membenci perawat atau bisa juga berpura-pura patuh terhadap
perawat.
2. Tidak
membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam
berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya menggunakan kata-kata yang mudah
dipahami oleh klien dan tidak menggunakan kalimat yang berbelit-belit.
Komunikasi nonverbal perawat harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya
karena ketidaksesuaian akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
3. Bersikap
positif
Bersikap
positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan lewat komunikasi
nonverbal sangat penting baik dalam membina hubungan saling percaya maupun
dalam membuat rencana tindakan bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan
dengan bersikap hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien. Untuk
mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang terapeutik tidak
memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu diantara perawat dan klien
akan tetapi penciptaan suasana yang dapat membuat klien merasa aman dan
diterima dalam mengungkapkan perasaan dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison
P,1991 dalam Suryani,2005).
4. Empati
bukan simpati
Sikap
empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini
perawat akan mampu merasakan dan memikirkan permasalahan klien
seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien (Brammer,1993 dalam Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative pemecahan masalah
karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan klien tetapi juga tidak
berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut berupaya mencari penyelesaian
masalah secara objektif.
5. Mampu
melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam
memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi pada klien (Taylor,
Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus mampu untuk melihat
permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut pandang klien. Untuk mampu
melakukan hal ini perawat harus memahami dan memiliki kemampuan mendengarkan
dengan aktif dan penuh perhatian. Mendengarkan dengan penuh perhatian
berarti mengabsorpsi isi dari komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa
melakukan seleksi. Pendengar (perawat) tidak sekedar mendengarkan dan
menyampaikan respon yang di inginkan oleh pembicara (klien), tetapi
berfokus pada kebutuhan pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian
menunjukkan sikap caring sehingga memotivasi klien untuk
berbicara atau menyampaikan perasaannya.
6. Menerima
klien apa adanya
Seorang helper yang
efektif memiliki kemampuan untuk menerima klien apa adanya. Jika seseorang
merasa diterima maka dia akan merasa aman dalam menjalin hubungan interpersonal
(Sullivan, 1971 dalam Antai Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang
diyakini atau diterapkan oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan
pada klien, apabila hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap
menerima klien apa adanya.
7. Sensitif
terhadap perasaan klien
Seorang
perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat menciptakan hubungan
terapeutik yang baik dan efektif dengan klien. Dengan bersikap sensitive
terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar dari berkata atau melakukan
hal-hal yang menyinggung privasi ataupun perasaan klien.
8. Tidak
mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat sendiri
Perawat
harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai individu yang ada pada saat
ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula terhadap dirinya sendiri.
G. Tahapan
Komunikasi Terapeutik
Telah
disebutkan sebelumnya bahwa komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang
terstruktur dan memiliki tahapan-tahapan. Stuart G.W, 1998 menjelaskan bahwa
dalam prosesnya komunikasi terapeutik terbagi menjadi empat tahapan yaitu tahap
persiapan atau tahap pra-interaksi, tahap perkenalan atau orientasi, tahap
kerja dan tahap terminasi.
Dalam litelatur yang lain disebutkan ada tiga hal mendasar
yang memberi ciri-ciri
komunikasi terapeutik yaitu sebagai
berikut: (Arwani, 2003 : 54).
- Keiklasan ( genuineness)
Dalam rangka membantu klien, perawat perawat harus
menyadari tentang nilai, sikap, dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan
klien. Apa yang perawat pikirkan dan rasakan tentang individu dan dengan
siapa dia berinteraksi selalu dikomunikasikan kepada individu baik secara
verbal maupun non verbal. Perawat yang mampu menunjukan rasa iklasnya mempunyai
kesadaran tentang sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga bisa belajar
untuk mengkomunikasikannya dengan tepat. Klien tidak akan menolak segala bentuk
persaan negatif yang dipunyai klien, bahkan ia akan berusaha berinteraksi
dengan klien. Hasilnya perawat akan mampu mengeluarkan perasaan yang dimiliki
dengan cara yang tepat, bukan dengan cara menyalahkan atau menghukum klien.
- Empati (emphathy)
Empati merupakan perasaan “ pemahaman” dan
“penerimaan” perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan kemampuan
merasakan “dunia pribadi klien”. Empati merupakan sesuatu yang jujur,
sensitive, dan tidak dibuat buat( objektif) didasarkan apa yang dialami orang
lain. Empati berbeda dengan simpati. Simpati merupakan kecendrungan berpikir
atau merasakan apa yang sedang atau dirasakan oleh pasien. Karenanya, simpati
lebih bersifat subjektif dengan melihat “dunia orang lain” untuk mencegah
perspektif yang lebih jelas dari semua sisi yang ada tentang isu-isu yang
sedang dialami seseorang.
- Kehangatan (warmth)
Hubungan yang saling percaya ( helping relationship)
dibuat untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “unek-unek” (perasaan dan
nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan mendorong klien
untuk mengekspresikan ide ide dan menuangkanya dalam bentuk perbuatan tanpa
rasa takut dimaki atau dikofrontasi. Suasana yang hangat, permisif, dan tanpa
danya ancaman menunjukan adanya rasa menerima perawat terhadap pasien. Sehingga
pasien akan mengekspresikan perasaanya secara lebih mendalam. Kondisi ini akan
membuat perawat mempunyai kesempatan untuk mengetauhi kebutuhan klien.
Kehangatan juga bisa dikomunikasikan secara nonverbal. Penampilan yang tenang,
suara yang meyakinkan, dan pegangan tangan yang halus menunjukan rasa belas
kasihan atau kasih sayang perawat pada pasienya.
2.6 Unsur-unsur komunikasi.
Unsur-unsur dalam komunikasi
terapeutik adalah terdiri dari komunikator, komunikan, pesan yang disampaikan
dan lingkungan waktu komunikasi berlangsung. (syakira-blog.blogspot.com).
·
Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa
berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima pesan sebagai
tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
·
Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik yang
berupa bahasa verbal maupun non verbal.
·
Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas pesan
yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti tidaknya suatu
pesan.
·
Lingkungan waktu komunikasi
berlangsung, yang dalam hal ini meliputi saluran penyampaian dan penerimaan
pesan serta lingkungan alamiah saat pesan disampaikan.
·
Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran,
penglihatan, pengecap dan perabaan.
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
Komunikasi terapeutik dapat berjalan secara efektif apabila terdapat unsur-unsur sebagai berikut:
·
Adanya referen atau stimulus yang memotivasi seseorang untuk
berkomunikasi dengan orang lain berupa objek, pengalaman, emosi, ide, atau
tindakan.
·
Terdapat pesan sebagai informasi yang dikirimkan atau diekspresikan oleh
pengirim. Pesan mungkin terdiri dari symbol bahasa verbal dan non verbal (mis.
kata-kata yang diucapkan, ekspresi wajah atau gerakan tubuh). Kendalanya tidak
semua symbol memiliki makna yang universal, oleh karena itu kesulitan dalam
komunikasi mungkin terjadi pada pesan apabila pengirim tidak waspada terhadap
faktor ini dan tidak mencoba untuk menjelaskan.
·
Adanya pengirim (encoder) dan penerima (decoder) sebagai objek dari media
komunikasi.
·
Pesan dikirimkan melalui saluran komunikasi yang dimaksudkan untuk
membawa pesan, seperti melalui sarana visual, pendengaran, dan taktil. Semakin
banyak saluran yang digunakan oleh seorang perawat untuk menyampaikan pesan
secara tepat dan efektif, maka hubungan terapeutik akan semakin mudah terjalin
antara perawat dan pasien.
·
Adanya respons terbuka di dalam komunikasi yang dapat membantu untuk mengungkapkan
apakah makna dari pesan tersebut tersampaikan. Respons sangat penting dalam
menjalin komunikasi terapeutik agar dapat menjelaskan pesan yang disampaikan
oleh klien maupun perawat dan memodifikasi tingkah laku menurut pesan tersebut.
·
Adanya dukungan lingkungan yang tepat pada saat melakukan komunikasi
terapeutik untuk menjaga privasi klien.
2.7 Faktor-faktor
yang mempengaruhi komunikasi terapeutik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi
Ditinjau dari komunikan :
- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
3. Peran dan hubungan
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
6. Ruang dan teritorial
7. Lingkungan
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal
Faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi ( Kariyoso, 1994 ) :
Ditinjau dari komunikator :
- Kecakapan komunikator
- Sikap komunikator
- Pengetahuan komunikator
- Sistem sosial
- Pengarah komunikasi
Ditinjau dari komunikan :
- Kecakapan
- Sikap
- Pengetahuan
- Sistem sosial
- Saluran ( pendengaran, penglihatan ) dari komunikasi
Faktor yang menghambat komunikasi (Blais, Kathleen Koening, dkk, 2002) :
1. Tahap perkembangan
2. Jenis kelamin
3. Peran dan hubungan
4. Karakteristik sosiokultural
5. Nilai persepsi
6. Ruang dan teritorial
7. Lingkungan
8. Kesesuaian
9. Sikap interpersonal
Faktor penghambat komunikasi (Kariyoso, 1994) :
a. Kecakapan yang kurang dalam berkomunikasi
b. Sikap yang kurang tepat
c. Kurang pengetahuan
d. Kurang memahami sistem sosial
e. Prasangka yang tidak beralasan
f. Jarak fisik, komunikasi menjadi kurang lancar bila jarak antara komunikator dengan reseptor berjauhan
g. Tidak ada persamaan persepsi
h. Indera yang rusak
i. Berbicara yang berlebihan
j. Mendominir pembicaraan, dan lain sebagainya
Faktor - faktor penghambat dalam proses komunikasi terpeutik adalah : (Purwanto, Heri, 1994)
a. Kemampuan pemahaman yang berbeda.
b. Pengamatan/penafsiran yang berbeda karena pengalaman masa lalu.
c. Komunikasi satu arah.
d. Kepentingan yang berbeda.
e. Memberikan jaminan yang tidak mungkin.
f. Memberitahu apa yang harus dilakukan kepada penderita.
g. Membicarakan hal-hal yang bersifat pribadi.
h. Menuntut bukti, tantangan serta penjelasan dari pasien mengenai tindakannya.
i. Memberikan kritik mengenai perasaan penderita.
j. Menghentikan/mengalihkan topik pembicaraan.
k. Terlalu banyak bicara yang seharusnya mendengarkan.
l. Memperlihatkan sifat jemu, pesimis.
Faktor-faktor yang menghambat komunikasi terapeutik adalah (Indrawati, 2000:21) :
- Perkembangan.
- Persepsi.
- Nilai.
- Latar belakang sosial budaya.
- Emosi.
- Pengetahuan.
- Peran dan hubungan.
- Lingkungan.
- Jarak.
- Citra Diri.
- Kondisi Fisik.
2.8
Hambatan komunikasi terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal
kemajuan hubungan perawat-klien terdiri dari tiga jenis utama : resistens,
transferens, dan kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai
alasan dan mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya. Oleh
karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi perawat maupun
bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satu-persatu mengenai
hambatan komunikasi terapeutik itu.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien. Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai, reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk
mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap untuk
mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam konteks hubungan
perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus mempunyai pengetahuan
tentang hambatan komunikasi terapeutik dan mengenali perilaku yang menunjukkan
adanya hambatan tersebut. Latar belakang perilaku digali baik klien atau
perawat bertanggung jawab terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada
proses terapeutik.
2.9 Teknik komunikasi terapeutik.
Dua persyaratan dasar agar komunikasi
menjadi efektif (Stuart dan Sundeen, 1998), yaitu
1. Semua
komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi dan penerima pesan
2. Komunikasi
yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih dahulu sebelum
memberikan saran, informasi maupun masukan.
Komunikasi
terapeutik akan menjadi efektif hanya melalui pengguanaan dan latihan yang
sering. Artinya dengan melatih diri dengan menggunakan komunikasi yang bersifat
terapeutik akan meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain,
khususnya klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan
terlatih mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien.
Setiap kilen
memiliki karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,
diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien. Teknik
komunikasi berikut ini, yang dikutip dari artikel Purba, J.M. (2008) terdiri
atas beberapa komponen berikut ini.
1. Mendengarkan dengan
penuh perhatian
Dalam
hal ini perawat berusaha memahami klien dengan cara mendengarkan masalah yang
disampaikan klien. Satu- satunya orang yang dapat menceritakan perasaan,
pikiran, dan persepsi klien terhadap perwat adalah klien itu
sendiri.Mendengarkan klien menyampaikan pesan verbal dan non-verbal mengandung
arti bahwa perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Perawat yang
mendengarkann dengan penuh perhatian merupakan salah satu upaya agar dapat
mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal yang sedang disampaikan
klien.
2. Menunjukkan
Penerimaan
Arti
menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan dengan tingkah laku
yang menunjukan ketertarikan dan tidak menilai. Perlu diketahui bahwa
menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan dan ketidaksetujuan. Sebagai seorang
perawat kita tidak harus menerima semua perilaku klien. Perawat sebaiknya
menghindari ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
ketidak setujuan terhadap sesuatu, seperti mengerutkan kening atau
menggelengkan kepala yang menandakan tidak percaya.
Tuju
cara memfasilitasi agar memperoleh “penerimaan” ( Bolton Cit.R,1999)
1. Tidak
seorangpun dapat menerima secara sempurna
2. Beberapa
orang cendrung diterima dari pada orang lain
3. Tingkah
penerimaan seseorang terus menerus berganti
4. Adalah
ssuatu yang alami mempunyai sesuatu yang difavoritkan
5. Setiap
orang dapat lebih menerima
6. Penerimaan
yang hanya pura pura merupakan suatu hal yang berbahaya untuk hubungan
interpersonal
7. Penerimaan
tidak sama dengan persetujuan.
Berikut
ini sikap perawat yang menunjukkan rasa percaya.
a. Mendengarkan
tanpa memutuskan pembicaraan.
b. Membarikan
umpan balik verbal kepada klien dengan cara yang baik.
c. Memastikan
bahwa isyarat non-verbal sesuai dengan komunikasi verbal.
d. Menghindari
perdebatan, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk mengubah pikiran
klien. Perawat dapat menganggukkan kepalanya atau berkata,”Ya” atau, “Saya
mengikuti apa yang Anda ucapkan”.
Penerimaan
juga digunakan untuk membangun rasa percaya dan mengembangkan empati ( Boyt
& Nirhat, 1998)
Misalnya:
Klien
: “Saya telah melakukan beberapa kesalahan”
Ners
: “ Saya ingin mendengar itu, tidak apa jika anda ingin mendiskusikan hal itu
dengan saya”
3. Menanyakan
Pertanyaan yang Berkaitan
Menanyakan
pertanyaan yang berkaitan bertujuan untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topikk yang
dibicarakan dan menggunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien.
Pertanyaan hendaknya disampaikan secara berurutan selama pengkajian.
4. Mengulang
Ucapan Klien dengan Menggunakan kata-Kata Sendiri
Dengan
mengulang kembali ucapan klien berarti perawat membarikan umpan balik sehingga
klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan komunikasi
berlanjut. Namun, perawat harus berhati-hati ketika menggunakan teknih ini,
sebab pengertian bisa rancu jika pengulangan ucapan mempunyai arti yang
berbeda. Sebagai contoh, seorang klien mengatakan, “ Saya tidak dapat tidur,
semalam saya terjaga”, lalu perawat menjawab, “Anda mengalami kesulitan untuk
tidur tadi malam...”.
5. Memberi
Kesempatan kepada Klien memulai Pembicaraan
Perawat
sebaiknya memberikan kesempatan kepada klienuntuk berinisiatif dan mmemilih
temapembicaraan. Klien yang merasa ragu tentang perannya dalam berinteraksi
dapat diberikan stimulus untuk mengambil inisiatif, sehingga klien tersebut
merasa bahwa ia diharapkan dapat membuka pembicaraan. Misalnya “Adakah sesuatu
yang ingin Anda sampaikan?” atau “Apakah yang sedang Anda pikirkan?”.
6. Diam
Diam
memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisasikan pikiran
masing-masing. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap dirinya
sendiri dalam memproses informasi yang ada. Penggunaan teknik diam memerlukan
keterampilan dan ketetapan waktu, karena jika tidak demikian maka akan
menimbulkan perasaan tidak enak. Diam berguna pada saat klien harus mengambil
keputusan.
Arti
diam ( Miyers & Miyers Cit.R,1999)
· Saat
seseorang marah dan frustasi tetapi menolak mengungkapkanya
· Saat
seseorang mendengarkan dengan penuh perhatian untuk sesuatu yang penting
· Saat
seorang bosan
· Saat
seseorang tidak dapat berpikir apa yang akan dikatakanya
· Saat
seseorang berpikir tentang hal yang penbicara katakana
· Saat
seseorang tidak memahami yang dikatakan pembicra
· Saat
seorang melihat pandangan yang indah sehingga membuat seseorang tidak bicara.
Diam
digunakan saat klien perlu mengekspresikan ide tapi tidak tahu cara
melakukanya/menyampaikan hal tersebut ( Boyd & Nihart,1998)
Msalnya:
Klien
: “ Saya marah”
Ners :
(Diam)
Klien
: “orang tua saya tidak perhatian lagi sama saya”
7. Klarifikasi
Jika
terjadi kesalahpahaman sebaiknya perawat menghentikan pembicaraan sejenak untuk
mengklarifikasi dan menyamakan pemahaman, karena keakuratan informasi sangat
penting dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan. Perawat perlu membarikan
contoh yang konkret agar pesan mudah dimengerti klien dan tidak ada
kesalahpahaman.
Contoh:
Klien :
“Saya kurang yakin apakah bisa mengikuti apa yang Anda sampaikan.”
Perawat :
“Apa yang Anda katakan tadi adalah.....”
8. Memfokuskan
Teknik
ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih spesifik
dan dimengerti. Perawat seharusnya tidak memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pemnicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru. Misalnya, “Hal ini sangat penting, nanti kita bicarakan
lebih lanjut.”
9. Menyampaikan hasil
observasi
Perawat
perlu memberikan respons kepada klien dengan menyatakan hasil pengamatannya, sehingga
dapat diketahui apakah pesan diterima dengan baik dan benar. Perawat
menguraikan kesan yang ditimbulkan melalui syarat non-verbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih
jelas tanpa harus memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
Contoh:
“ Anda
kelihatan tegang...”
“ Apakah
Anda merasa cemas apabila Anda...”
10. Menawarkan
Infornasi
Pemberian
tambahan informasi dapat dijadikan sebagai pendidikan kesehatan bagi klien
dan juga bisa menambah rasa percaya klien terhadap perawat. Jika ada informasi
yang ditutupi oleh dokter, seorang perawat hendaknya mengklarifikasi alasannya.
Perawat dalam memberikan informasi tidak boleh terkesan seperti memberikan
nasihat melainkan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan
11. Meringkas
Meriingkas
adalah mengulang ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat. Teknik
ini bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum meneruskan pada
pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu perawat mengulang aspek
penting dalam interaksinya. Sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik
lain yang berkaitan. Misalnya, “Selama kurang lebih 2 jam, Anda dan saya telah
membicarakan tentang...”
12. Memberikan
Penghargaan
Memberikan
penghargaan terhadap klien dapat dilakukan dengan cara seperti menyambutnya
dengan salam dan menyebutkan namanya. Dengan melakukan hal tersebut perawata
dapan menunjukkan kesadarannya tentang perubahan yang terjadi selain itu juga
dapat menunjukkan bahwa perawat menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggungjawab atas dirinya sendiri sebagai individu. Namu
penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya,dengan kata lain
penghargaan tersebut jangan sampai membuat klien berusaha keras dan melakukan
segalanya demi mendapatkan pujian atau persetujuan atas perbuatannya. Misalnya”
Selamat siang, Bapak Jaya”, “Assalamualaikum” atau “Selamat datang Ibu, Ibu
sangat tepat waktu sesuai janji.”
Dengan
agama islam, memberi salam dan penghargaan merupakan aklak terpuji, dengan
begitu berarti orang tersebut telah mendoakan orang lain agar memperoleh rahmat
dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap orang lain
dengan bersikap ramah.
13. Menawarkan
Diri
Klien
mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain. Sering
kali perawat hanya menawarkan kehadirannya dan ketertarikannya tenpa
mempertimbangkan kondisi klien. Sesungguhnya teknik komunikasi ini harus
dilakukan dengan tulus ikhas. Misalnya, “Saya mengharapkan Anda merasa tenang
dan nyaman.”
14. Mempersilakan
Untuk Meneruskan Pembicaraan
Teknik
ini mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
dan selanjutnya respek dengan apa yang akan dibicarakan. Sikap perawat lebih
berusaha untuk menafsirkan dari pada mengarahkan pembicaraan. Misalnya,
“...lanjutkan...!”, “... dan terus...?”, atau “Ceritakan kepaa saya...”.
15. Menganjurkan
Klien untuk Menjelaskan Persepsinya
Jika
perawat ingin mengerti klien lebih jauh, maka perawat tersebut harus melihat
klien dengan sesungguhnya dari segala perspektif. Klien harus merasa bebas
untuk menguraikan atau menjelaskan persepsinya tentang sesuatukepada perawat.
Perawat harus mewaspadai adanya ansietas saat klien menceritakan pengalamannya.
Misalnya, “Ceritakan kepada saya bagaimana perasaan Anda ketika akan dilakukan
pemasangan infus”, “Atau apa yang sedang Anda lihat.”
16. Refleksi
Refleksi
adalah suatu teknik yang menganjurkan klien untukmengemukakan dan menerima ide
serta perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Jika klien bertanya apa
yang harus ia pikirkan atau kerjakan dan apa yang harus ia rasakan, maka
perawat dapat menjawab,”bagaimana menurut Anda?” atau “Bagaimana perasaan
Anda”. Kemudian perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga
dan klien mempunyai hak melakukan hal tersebut, selanjutnya klien pun akan
berfikir bahwa dirinya adalah individu yang terintegrasi dan bukan sebagai
bagian dari orang lain yang mempunyai kapasitas dan kemampuan. Misalnya,”Apakah
menurut Anda, saya harus menyampaikannya kepada dokter?” atau “Apakah menurut
Anda, Anda yang harus menyampaikannya?”.
2.10 Sikap komunikasi
terapeutik.
Egan (1998) dalam Kozier,et.al (2004), telah
menggambarkan lima cara yang spesifik untuk menunjukkan kehadiran secara fisik
ketika melaksanakan komunikasi terapeutik, yang ia definisikan sebagai
sikap atas kehadiran atau keberadaan terhadap orang lain atau ketika
sedang berada dengan orang lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang
dilakukan ketika menunjukkan kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan
dengan lawan bicara
Dengan posisi ini perawat menyatakan
kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap
tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak bersilangan)
Sikap tubuh yang terbuka menunjukkan
bahwa perawat bersedia untuk mendukung terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan
tubuh kearah/lebih dekat dengan lawan bicara
Hal ini menunjukkan bahwa perawat
bersiap untuk merespon dalam komunikasi (berbicara-mendengar).
4. Pertahankan
kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan posisi mata sejajar perawat
menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan komunikasi.
5. Bersikap
tenang
Akan lebih terlihat bila tidak
terburu-buru saat berbicara dan menggunakan gerakan/bahasa tubuh yang
natural.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik
juga dapat teridentifikasi melalui perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen
(1998) mengatakan ada lima kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat
vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara non verbal
misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan kecepatan bicara.
2.
Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah dan sikap
tubuh.
3.Isyarat
obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak sengaja oleh
seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang
memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua orang. Hal ini
didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan,
yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non verbal yang paling
personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini sangat dipengaruhi oleh
tatanan dan latar belakang budaya, jenis hubungan, jenis kelamin, usia dan
harapan.
2.11 Tahapan komunikasi terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik,
menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi;
(2) fase perkenalan atau orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi
(Suryani,2005). Dalam setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang
harus terselesaikan.
a.Fase
preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum
memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1).
Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2).
Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih
untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa
tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok;
3).
Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b.Fase
orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu
pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini
digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal
dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini
adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan,
serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas
perawat pada tahap ini antara lain :
1)Membina
hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka.
Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien.
2)Merumuskan
kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah
interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat,
waktu dan topik pertemuan.
3)Menggali
perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong
klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah
pertanyaan terbuka.
4)Merumuskan
tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi.
Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan
interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal
yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1).Memberikan
salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
2). Memperkenalkan diri perawat
2). Memperkenalkan diri perawat
3).
Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk
berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
4).
Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan
tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
5).
Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian
yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk
mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal
yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi
digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi
sebelumnya.
6).Menyepakati
masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi
masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan
dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan
data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi
tindakan pertemuan sebelumnya.
c.Fase
kerja.
Tahap ini merupakan inti dari
keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien
mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor
dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,
perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana
asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik yang sering
digunakan perawat antara lain mengeksplorasi, mendengarkan dengan aktif,
refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan dan menyimpulkan (Geldard,D,1996,
dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase
terminasi.
Fase ini merupakan fase yang sulit dan
penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat
optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi
pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan
pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang
telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan
bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan. Terminasi merupakan
akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
1)
Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2).
Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan
secara menyeluruh.
Tugas
perawat pada fase ini yaitu :
a).
Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini
disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996) menyatakan bahwa
meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah didiskusikan atau respon objektif
setelah tindakan dilakukan sangat berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b).
Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien
setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c).
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini
sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan
harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan
pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong
menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d).
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati
adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara
dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup
keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
Didalam
sumber yang lain dikatakan bahwa tahapan komunikasi terapeutik meliputi :
1.PRAINTERAKSI
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis
Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?
2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan à dasar pengkajian keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien
Kontrak pertama dimulai :
- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat – klien serta konflik)
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan
3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)
4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi
Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :
Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien
Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan
Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien
Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan
Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien
Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai
Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.
Dimulai sebelum kontak pertama perawat-klien
Tugas perawat : mengeksplorasi diri
Pada pengalaman pertama, perawat masih memiliki miskonsepsi dan image pada umumnya ditambah dengan berbagai perasaan dan ketakutan yang muncul seperti:
- Takut ditolak klien
- Cemas karena merupakan pengalaman baru
- Memperhatikan klien secara berlebihan
- Meragukan kemampuan diri
- Takut dilukai klien secara fisik
- Gelisah melakukan komter
- Klien dicurigai sebagai orang yang aneh
- Merasa terancam identitasnya sebagai perawat
- Merasa tidak nyaman untuk melakukan tugas secara fisik
- Mudah terpengaruh secara emosional (tersinggung-diejek)
- Takut disakiti secara psikologis
Analisi diri
- Apakah saya menganggap klien sbg orang yang aneh?
- Apakah harapan saya terlalu tinggi sehingga bila klien kasar, bermusuhan, atau tidak kooperatif saya menjadi marah atau merasa terluka?
- Apakah saya takut terhadap tanggung jawab yang dibebankan pada saya (dalam hubungan dengan klien)?
- Apakah saya harus menutupi rasa inferior dengan mengedepankan rasa superior?
- Apakah saya harus bersimpati, memberikan kehangatan, dan perlindungan secara berlebihan bila saya melakukan kekeliruan?
2.ORIENTASI
Perawat : menemukan alasan mengapa klien memerlukan pertolongan à dasar pengkajian keperawatan dan membantu perawat fokus pada masalah klien.
Tugas perawat pada fase ini :
- Membangun trust
- Memahami
- Menerima
- Membuka komunikasi dan membuat kontrak dgn klien
Kontrak pertama dimulai :
- Memperkenalkan diri perawat dan klien
- Menyebutkan nama
- Menjelaskan peran (meliputi tanggung jawab dan harapan baik klien maupun perawat dengan menjelaskan apa yang perawat dapat atau tidak dapat lakukan).
- Mendiskusikan tujuan hubungan (dengan menekankan pada pengalaman hidup perawat – klien serta konflik)
Perawat dapat menyadari kecemasan dan ketakutan klien, tetapi klien mungkin kesulitan untuk menerima bantuan perawat. Kemungkinan hal ini disebabkan :
- Sulit mengakui mempunyai kesulitan atau masalah .
- Tidak mudah trust atau terbuka pada seseorang yang baru dikenal.
- Masalah yang dihadapi terlihat sangat besar, rumit, atau unik untuk disharingkan pada orang lain.
- Mengutarakan masalah dapat mengancam rasa independen, otonomi, dan harga diri.
- Dalam memecahkan suatu masalah melibatkan pemikiran tentang sesuatu yang mungkin tidak menyenangkan, mereview kenyataan hidup, memutuskan suatu rencana, dan yang terpenting adalah membawa suatu perubahan
3.KERJA
Selama fase ini
- Prwt-klien mengekplorasi stressor yang berkaitan dan terus meningkatkan perkembangan insight klien (yang berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan tindakan)
- Insights harus diwujudkan dalam tindakan dan diintegrasikan ke dalam pengalaman hidup klien
- Perawat membantu klien : menghilangkan kecemasan, meningkatkan rasa kebebasan dan tanggung jawab terhadap diri sendiri mengembangkan mekanisme koping yang positif. (Fokus fase ini : perubahan perilaku secara nyata)
4.TERMINASI
- Pemahaman antara perawat-klien lebih dioptimalkan
- Saling tukar pikiran dan memori
- Mengevaluasi perkembangan klien (berkenaan dengan tujuan asuhan keperawatan)
- Perawat-klien bersama-sama mereview perkembangan yang tercapai selama perawatan
- Perasaan rejeksi, kehilangan, sedih, dan marah diekspresikan dan diekplorasi
Tugas perawat dalam tiap-tiap fase :
Prainteraksi :Mengekplorasi perasaan, harapan, dan rasa takut diri sendiri.
Menganalisa kemamp. & kekurangan diri
Mengumpulkan data klien (bila mungkin)
Merencanakan pertemuan pertama dgn klien
Orientasi :Mengidentifikasi alasan klien meminta bantuan
Membangun trust, menerima, dan membuka komunikasi
Bersama-sama membuat kontrak
Mengekplorasi pikiran, perasaan, dan tindakan klien
Mengidentifikasi masalah klien
Menetapkan tujuan dgn klien
Kerja :Mengekplorasi stressor yg berkaitan
Meningkatkan insight dan mekanisme koping klien
Terminasi :Mereview perkembangan terapi dan tujuan yg tercapai
Mengekplorasi perasaan satu sama lain;rejeksi,
kehilangan, kesedihan, dan kemarahan dan dihubungan dgn perilaku.
Tahapan strategi
komunikasi keperawatan secara sigkat
Contoh :
STRATEGI
PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
A. PROSES
KEPERAWATAN
1.Kondisi
klien…………………………………………………………...
2.Diagnosis
perawatan…………………………………………………...
3.Tindakan
keperawatan…………………………………………………
B. STRATEGI
KOMUNIKASI DALAM PELAKSANAAN TINDAKANKEPERAWATAN
·ORIENTASI…………………………………………………………….
§ Salam
terapeutik………………………………………………………..
§ Evaluasi
/ validasi………………………………………………………
§ Kontrak :
o Topik…………………………………………………………………..
oWaktu…………………………………………………………………..
o Tempat…………………………………………………………………
· KERJA
(Langkah – langkah tindakan keperawatan)
1.………………………………………………………………………….
2.………………………………………………………………………….
· TERMINASI
a. Evaluasi
respons klien terhadap tindakan keperawatan
ü Evaluasi
subjektif…………………………………………………..
ü Evaluasi
objektif……………………………………………………
b. Tindak
lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang
telah dilakukan) : ………………………....................................................
c. Kontrak
yang akan datang
· Topik……………………………………………………………….
· Waktu………………………………………………………………
· Tempat……………………………………………………………...
Contoh Analisis
Kasus
Situasi
Seorang ibu
bernama Neni, 25 tahun, post-partum (anak pertama) ingin mengetahui tentang
perawatan tali pusat pada bayi, dimana ners Irma sebelumnya sudah melakukan
interaksi dan menjalin hubungan saling percaya dengan ibu Neni. Dalam hal ini
yang digunakan adalah teknik komunikasi wawancara (tanya jawab).
Fase Orientasi
1. Ners
Irma : “Assalaualaikum Bu.../ selamat pagi bu” (sambil mengulurkan tangan untuk
berjabat tangan).
Bu Neni :
“walaikumsalam, pagi juga ners Irma,” (sambil tersenyum dan menjabat tangan).
2. Ners
Irma: “Bagaimana perasan Ibu Neni sekarang, adakah sesuatu yang ingin
disampaikan Ibu Neni ketika menemani si kecil selama kita tidak bertemu, coba
Ibu sampaikan?” (sambil memegang bahui kanan Ibu Neni).
Bu Neni :
“Alhamdulillah, saya sanga senang Ners, setelah lahirnya sibuah hati yang kami
tunggu-tunggu. Oh, ya Ners ... saya masih kurang jelas mengenai perawatan
tali pusat, saya agak khawatir jangan-jangan nanti terjadi infeksi?”.
3. Ners
Irma : “O...ya, Ibu sesuai dengan perjanjian kita kemarin,hari ini saya akan
jelaskan apa saja yang belum Ibu pahami dan saya juga akan jelaskan semua hal
yang ingin Ibu tanyakan, yaitu tentang perawatan tali pusat yan gbenar,
begitukah bu?”
Bu Neni: “ Ya
Ners, saya masih bingung!”
4. Ners
Irma : “Baiklah, saya akan coba menjelaskan tentang perawatan tali pusat pada
bayi, tetapi tolong Ibu perhatikan betul! Sekarang apakah Ibu sudah siap untuk
mendengarkannya?”
Bu Neni : “ya
ners, saya siap”
Fase Kerja
1. Ners
Irma :”Baiklah Bu, perawatan tali pusat pada bayi sangatlah penting kita
ketahui dan kita pahami agar bayi kita terbebas dari infeksi tetanus.”
Bu Neni
:”Infeksi tetanus pada bayi bisa terjadi..., ya Ners?”
2. Ners
Irma :” Benar Bu Neni, tetanus bisa berakibat kematian pada bayi. Jadi,
perawatan tali pusat kita laksanakan pada pagi hari setelah kita memandikan
bayi kita dan kita harus benar-benar menjaga kebersihannya”.
Bu Neni
:”Berarti ners, setelah kita memandikan bayi kita, kita juga malkukan
perawatan tali pusat”.
3. Ners
Irma :”Ya, sangat benar sekali Bu Neni, sebelum kita melaksanakannya, kita
terlebih dahulu mempersiapkan alat-alatnya”. (Sambil memmpraktikkannya).
Bu Neni :”Apa
saja persiapan alatnya Ners?”
4. Ners
Irma :”Kita harus menyiapkan alat-alat yang akan dipakai seperti kapas lidi,
trypleday, kassa steril semuanya diletakkan pada tempatnya masing-masing lalu
disusun pada baki.” (sambil memegang dan menunjukkan alat tersebut)
Bu Neni :”Terus
caranya bagaimana ners...?” (Klien menganggukkan kepala).
5. Ners
Irma :” Pertama-tama setelah bayi selesai dimandikan, kita ambil kapas
lidi lalu diolesi trypleday kemudian kita mulai membersihkannya dari sekeliling
pangkal tali pusat sampai bagian ujung. Sampai disini ada yang mau ditanyakan
Bu Neni?” Bu Neni :”O...ya ners, apakah kapas lidi tersebut tidak boleh
kita bolak-balik?”
6. Ners
Irma :”Benar sekali Bu Neni, jadi setiap kita membersihkan bagian tali pusat,
kita tukar dengan yang baru lagi dan jangan lupa juga Bu, sebelum kita
melakukannya tangan ibu harus bersih atau cuci tangan sebelum melakukan tindakan
tersebut. Pokoknya kebersihan herus dijaga sebaik-baiknya.”
Bu Neni
:”Selanjutnya bagaimana ners...?”
7. Ners
Irma :”Oh...ya, maaf Bu..., tadi pembicaran kita sampai dimana?”
Bu Neni
:”Sampai...membersihkan tali pusat sampai bagian ujung.”
8. Ners Irma
:”Kemudian dilanjutkan dengan membungkus tali pusat, bagaimaan Bu Neni, tidak
sulit bukan?”
Bu Neni
:”Sepertinya saya bisa, ya... saya bisa melakukannya, ners.”
Fase Terminal
1. Ners
Irma :”Bagaimana Bu Neni, apakah sudah mengerti denganpenjelasan tadi?” Bu Neni
:”Sudah, Ners.”
2. Ners
Irma :”Apakah Bu Neni bisa mengulang kembali apa yang telah saya jelaskan?”
Bu Neni :”Insya
Allah bisa Bu. Saya akan mencoba Ners, pertama-tama setelah bayi selesai
dimandikan, kita ambil kapas lidi lalu kita olesi tryplady setelah itu kita
mulai membersihkan tali pusat dari pangkal dan sekelilingnya sampai keujung,
kemudian kita bungkus dengan kain kassa steril yang kering. Terakhir baru kita
rapikan dan baju bayi kita pasangkan. Bagaimana Ners?”
3. Ners
Irma :”Bagus Bu Neni, sepertinya Ibu telah mengerti dengan apa yang telah saya
sampaikan, apakah masih ada yang ingin Ibu tanyakan?”
Bu Neni :”
Tidak ners, saya pikir sudah cukup!”
4. Ners
Irma :”Oke...”(tersenyum).
Bu Neni :”Saya
sangat berterima kasih karena Ners telah meluangkan waktu untuk saya.”
5. Ners
Irma :”Sama-sama Bu Neni, itu semua sudah kewajiban saya.”
Bu Neni :”Terus
saya ingin mengetahui bagaimana cara menyusui yang baik dan benar.”
6. Ners
Irma : (tersenyum)”...baiklah Bu Neni. Insya Allah, saya akan datang lagi
kesini besok untuk menjelaskan bagaimana cara menyusui yang baik dan benar. Ibu
mau saya datang jam berapa?”
Bu Neni :”Sama
seperti hari ini saja, ners.”
7. Ners
Irma :”Baik Bu sampai ketemu besok, ya!”
Bu Neni
:”Ya, ners.”
8. Ners
Irma :” Kalau begitusaya permisi dulu ya Bu Neni. Selamat siang...,
Assalamualaikum!” (tersenyum).
Bu Neni
:”Siang ners...walaikumsalam.”
2.12 Komunikasi terapeutik dalam
proses keperawatan.
Proses
komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)
1.
Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi dengan orang
lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2.
Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan atau
kelompok.
3.
Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata, gerakan tubuh
atau ekspresi wajah.
4.
Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk menyampaikan pesan
pada penerima/ sasaran.
5.
Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin disampaikan
tersebut dituju.
6.
Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan yang
disampaikan.
Proses
komunikasi terapeutik dalam perawatan.
1.
Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)
-
Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.
-
Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan batas
intervensi.
-
Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
-
Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
-
Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang diharapkan
bisa realistik.
-
Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal yang sesuai.
-
Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi intervensi yang
dibutuhkan.
2.
Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
-
Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
-
Sesi perencanaan tim kesehatan.
-
Diskusi dengan klien dan keluarga untuk menentukan metoda implementasi.
-
Membuat rujukan.
3.
Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
-
Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
-
Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
-
Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah dirasakan.
-
Meningkatkan harga diri pasien.
-
Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
-
Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4.
Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
-
Memperkenalkan diri kepada pasien.
-
Memulai interaksi dangan pasien.
-
Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.
-
Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan kebutuhannya.
-
Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
5.
Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
-
Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan memenuhi kebutuhan
sendiri.
-
Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada masalah.
-
Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat kecemasan.
2.13 Komunikasi efektif.
Komunikasi efektif
yaitu komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude change) pada
orang lain yang bisa terlihat dalam proses komunikasi.
Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
Tujuan dari Komunikasi Efektif sebenarnya adalah memberi kan kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi informasi dan penerima informasi sehingga bahasa yang digunakan oleh pemberi informsi lebih jelas dan lengkap, serta dapat dimengerti dan dipahami dengan baik oleh penerima informasi, atau komunikan. tujuan lain dari Komunikasi Efektif adalah agar pengiriman informasi dan umpan balik atau feed back dapat seinbang sehingga tidak terjadi monoton. Selain itu komunikasi efektif dapat melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik.
Menurut
Mc. Crosky Larson dan Knapp mengatakan bahwa komunikasi yang efektif dapat
dicapai dengan mengusahakan ketepatan (accuracy) yang paling tinggi derajatnya
antara komunikator dan komunikan dalam setiap komunikasi. Komunikasi yang lebih
efektif terjadi apabila komunikator dan komunikan terdapat persamaan dalam
pengertian, sikap dan bahasa. Komunikasi dapat dikatakan efektif apa bila
komunikasi yang dilakukan dimana :
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
1. Pesan dapat diterima dan dimengerti serta dipahami sebagaimana yang dimaksud oleh pengirimnya.
2. Pesan yang disampaikan oleh pengirim dapat disetujui oleh penerima dan ditindaklanjuti dengan perbuatan yang diminati oleh pengirim.
3. Tidak ada hambatan yang berarti untuk melakukan apa yang seharusnya
dilakukan untuk menindaklanjuti pesan yang dikirim.
Di dalam konsep
komunikasi terapeutik ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar komunikasi
terapeutik berjalan dengan efektif antara lain :
Upaya
meningkatkan komunikasi terapeutik :
a.
Pihak komunikator ( perawat ).
1) Harus
menguasai metoda / cara penyampaianpesan baik verbal maupun non verbal.
2) Harus
bersikap tegas , penuh penerimaan dan penghargaan , jangan menunjukan kesombongan , ragu-ragu dan menunjukan
ketidak percayaan dihadapan klien.
3) Dapat
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi selama melakukan komunikasi.
4) Jamgam
memaksa budaya sendiri dalam melakukan komunikasi dengan klien.
Pesan
disampaikan hendaknya dengan cara :
Ø Mengulang
pengertian –pengertian pokok.
Ø Mengemukakan
ide-ide yang sulit diterjemahkan kedalam kalimat yang dimengerti klien.
Ø Memberi
alasan lebih luas bila klien kurang mengerti.
b.
Pihak komunikan (Klien).
1) Diupayakan
agar dapat menangkap seluruh pesan yang disampaikan baik verbal maupun non
verbal.
2) Sikap
/rasa curiga , acuh tak acuh terhadap komunikator harus dihilangkan.
3) Pengalaman
klien berpengaruh terhadap proses komunikasi oleh karena itu perlu
diperhatikan.
4) Klien
yang mempunyai masalah dengan panca indera menjadi hambatan dalam komunikasi
harus dicari cara lain.
5) Jarak
antara perawat dengan klien 0,4 m sampai 1,2 m.
6) Klien diupayakan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungan perawatan
Egan (1998) dalam
Kozier,et.al (2004), telah menggambarkan lima cara yang spesifik untuk
menunjukkan kehadiran secara fisik ketika melaksanakan komunikasi
terapeutik, yang ia definisikan sebagai sikap atas kehadiran atau
keberadaan terhadap orang lain atau ketika sedang berada dengan orang
lain. Berikut adalah tindakan atau sikap yang dilakukan ketika menunjukkan
kehadiran secara fisik :
1. Berhadapan dengan lawan bicara
Dengan
posisi ini perawat menyatakan kesiapannya (“saya siap untuk anda”).
2. Sikap tubuh terbuka; kaki dan tangan terbuka (tidak
bersilangan)
Sikap
tubuh yang terbuka menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk mendukung
terciptanya komunikasi.
3. Menunduk/memposisikan tubuh kearah/lebih dekat
dengan lawan bicara
Hal
ini menunjukkan bahwa perawat bersiap untuk merespon dalam komunikasi
(berbicara-mendengar).
4. Pertahankan kontak mata, sejajar, dan natural
Dengan
posisi mata sejajar perawat menunjukkan kesediaannya untuk mempertahankan
komunikasi.
5. Bersikap tenang
Akan
lebih terlihat bila tidak terburu-buru saat berbicara dan menggunakan
gerakan/bahasa tubuh yang natural.
Ø Kesadaran
intrapersonal perawat-klien.
2.7
Kesadaran diri.
Kesadaran diri dapat diartikan
sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri, baik perilaku,
perasaan dan pikirannya sendiri. Untuk dapat mengetahui sampai dimana kesadaran
diri sendiri, maka perawat haruslah dapat menjawab pertanyaan “Siapakah saya ?”
perawat seperti apakah saya ?” (Nurjannah, 2005).
Ada empat komponen kesadaran diri
yang saling berkaitan terdiri dari komponen psikologis, fisik , lingkungan dan
psikologis :
1. Komponen
psikologis, meliputi pengetahuan tentang emosi, motivasi, konsep diri dan
kepribadian.
2. Komponen
fisik, terdiri dari pengetahuan tentang kepribadian dan fisik secara umum yang
meliputi juga sensasi tubuh, gambaran diri dan potensi fisik.
3. Komponen
lingkungan, terdiri dari lingkungan sosiokultural, hubungan dengan orang lain,
dan pengetahuan tentang hubungan antara manusia dan alam.
4. Komponen
filosofi, mencakup arti hidup bagi sesorang , komponen filosofi akan
menjelaskan tentang arti hidup itu bagi seseorang.
Keempat
komponen tersebut secara bersama – sama digunakan sebagai alat untuk
meningkatkan keesadaran diri dan pertumbuhan bagi perawat dan klien.
Gambaran kesadaran diri
ditunjukkan oleh jendela Johari yang terdiri dari 4 kuadran :
Gambaran kesadaran diri
menurut Jendela Johari
1. Diketahui diri
sendiri dan orang lain
|
2. Hanya diketahui
oleh orang lain
|
3. Hanya diketahui
diri sendiri
|
4. Tidak diketahui
diri sendiri dan orang lain
|
Setiap kuadran terdiri dari
tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang.
1.
Kuadran satu disebut kuadran terbuka
karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang diketahui oleh diri sendiri
dan orang lain.
2.
Kuadran kedua disebut kuadran buta
karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang diketahui oleh orang lain
tapi dirinya sendiri tidak tahu.
3.
Kuadran ketiga adalah kuadran
tersembunyi karena tingkah laku, perasaan dan pikiran seseorang tentang diri,
dimana hanya individu sendiri yang tahu.
4.
Kuadran keempat adalah kuadran yang
tidak diketahui yang berisi aspek yang tidak
diketahdiketahui
oleh diri dan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998).
Ada tiga prinsip yang
dapat diambil dalam memperluas kesadaran diri (Keliat, 1996).
(1). Meningkatkan
keterbukaan dan hubungan saling percaya, karena dapat menurunkan ancaman dari
sikap perawat terhadap klien dan membantu klien memperluas dan menerima semua
aspek kepribadiannya, Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
1). Tindakan penerimaan
yang tidak kaku.
2). Dengarkan klien.
3). Dorong
mendiskusikan perasaan dan pikiran klien.
4). Beri respon yang
tidak menghakimi.
5). Tunjukkan bahwa
klien adalah individu berharga yang bertanggung jawab terhadap dirinya dan dapat membantu diri sendiri.
(2). Bekerja dengan
klien pada tingkat kemampuan yang dimiliki klien, karena tingkat kemampuan
klien seperti kemampuan menilai realitas, kontrol diri atau integritas ego
diperlukan sebagai dasar asuhan keperawatan. Tindakan keperawatan yang
dilakukan diantaranya :
1) Identifikasi
kemampuan yang dimiliki klien
2) Petunjuk asuhan
untuk klien dengan kemampuan minimal :
a) Mulai dengan
penegasan identitas
b) Memberi dukungan
untuk menurunkan tingkat kepanikan (cemas)
c) Pendekatan yang
tidak menuntut
d) Terima dan coba
mengklarifikasi komunikasi verbal dan non verbal
e) Cegah isolasi social
f) Beri batasan pada
perilaku yang tidak sesuai
g) Orientasi ke
realitas
h) Beri pujian dan
pengakuan pada perilaku yang tepat
i) Secara bertahap
tingkatkan aktivitas dan tugas
(3). Memaksimalkan
peran serta klien dalam hubungan terapeutik, karena kerjasama penting bagi
klien untuk menerima tanggung jawab terhadap dirinya dan respon koping yang
maladaptive, tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya
a) Secara bertahap
tingkatkan peran serta klien dalam mengambil keputusan tentang asuhannya.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.
b) Tunjukkan bahwa klien orang yang bertanggung jawab.
2.14
Klarifikasi nilai.
Perawat harus mampu menjawab, apa yang
penting untuk saya? Kesadaran membantu perawat untuk sayang dan tidak menjauhi
pasien dan membantu sesuai dengan kebutuhannya.
Walaupun hubungan perawat – klien
merupakan hubungan timbal balik, tetapi kebutuhan klien selalu di utamakan.
Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup, sehingga
tidak menggunakan klien untuk kepuasan dan keamanannya.
Jika perawat mempunyai konflik,
ketidakpuasan, sebaiknya perawat menyadari dan mengklarifikasi agar tidak
mempengaruhi keberhasilan hubungan perawat – klien.
Dengan menyadari sistem nilai yang
dimiliki perawat, misalnya kepercayaan, seksual, ikatan keluarga, perawat akan
siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang
dimiliki.
Nilai adalah konsep dimana seseorang
memiliki standar mengenai hal – hal yang pantas dilakukan (Stuart &
Sundeen, 1998). Konsep tersebut dibentuk sebagai hasil dari pengalaman dengan
keluarga , teman, budaya, pendidikan, kerja, relaksasi dan lainnya (Nurjannah,
2005).
Yang dimaksud dengan klarifikasi
nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri dengan
mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi dan bagaimanan
nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji, eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah, 2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):
Pemahaman tentang nilai diri diklarifikasikan oleh nilai individu dengan cara mengkaji, eksplorasi, imajinasi, serta merujuk pada tujuan akhir (Covey, 1997, dikutip dari Nurjannah, 2005).
Perawat dapat melakukan klarifikasi nilai dengan beberapa tahap sebagai berikut (Taylor dkk, 1997, dikutip dari Nurjanna, 2005):
Pemilihan
1).
Kebebasan untuk memilih kepercayaan
2).
Mengenal dan mengakui bahwa seseorang mempunyai pilihan lain
3).
Kepercayaan bahwa menghargai setiap orang akan memberikan konsekuensi terbaik
bagi dirnya dan untuk semua masyarakat
Penilaian
1)
Merasa bebas dan bahagia dengan pilihannya
2)
Dapat mempertahankan nilai
Tindakan
1)
Mengaplikasikan nilai – nilai ini pada praktek
2)
Berusaha secara konsisten untuk menghargai orang lain dalam kehidupan pribadi
dan professional
2.15 Eksplorasi perasaan.
Eksplorasi diri adalah keterbukaan
dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat mengontrol agar perawat dapat
menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart & Sundeen, 1987, dikutip
dari Keliat, 1996).
Eksplorasi diri merupakan kesadaran
diri perawat bagaimana cara memperlihatkan model pada klien sehingga tidak
memberi efek negatif pada saat hubungan perawat klien (Keliat, 1996).
Ada 4 (empat) prinsip yang dapat
diambil dalam mengeksplorasi diri perawat :
Membantu
klien untuk menerima perasaan dan pikirannya, karena jika perawat memperlihakan
perhatian dan penerimaannya terhadap perasaan dan pikiran klien, maka klien
juga melakukannya.
1)
Dorong klien mengekspresikan emosi, keyakinan, perilaku dan pikiran secara
verbal dan non verbal.
2)
Gunakan respon terapeutik dan respon empati
3)
Catat pikiran logi dan tidak logis
Menolong klien menjelaskan konsep
dirinya dan hubungan dengan orang lain melalui keterbukaan – keterbukaan,
karena keterbukaan dan pengertian tentang persepsi sendirilah prasyarat untuk
berubah. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara lain :
1)
Peroleh persepsi tentang kekuatan dan kelemahan
2)
Bantu klien untuk menguraikan ideal diri
3)
Identifikasi kritik diri
4)
Bantu untuk menguraikan hubungannya dengan orang lain
Sadari dan kontrol perasaan anda
atau perawat, karena kesadaran diri perawat merupakan cara untuk memperlihatkan
model pada klien sehinggga tidak memberikan efek negatif pada hubungan perawat
klien. Tindakan keperawatan yang dilakukan diantaranya :
1)
Terbuka pada perasaan sendiri
2)
Mengungkapkan diri secara terapeutik dengan cara:
a)
Mengungkapkan perasan dengan klien
b)
Verbalisasi bagaimana perasaan orang lain
c)
Bercermin pada persepsi dan perasan klien
Memberi respon empati bukan simpati
dan tekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien karena simpati
menguatkan pandangan negatif klien. Perawat harus mengatakan bahwa kehidupan
klien harus dibawah kontrolnya. Tindakan keperawatan yang dilakukan antara
lain:
1)
Pakai cara – cara empati , evaluasi diri tentang simpati
2)
Menguatkan klien bahwa dia berguna dalam memecahkan masalahnya
3)
Tunjukkan secara verbal dan perilaku bahwa klien bertanggung jawab terhadap
perilakunya termasuk perilaku maladaptif dan adaptif.
4)
Diskusikan cakupan pilihan, area kekuatan, dan sumber – sumber yang tersedia
untuk klien
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk mengatasinya.
5) Pakai sumber daya keluarga dan kelompok untuk memfasilitasi penyelidikan klien
6) Bantu klien untuk mengerti sifat konfilik dan cara maladaptive yang dilakukan klien untuk mengatasinya.
2.16
Role model.
Kemampuan menjadi model juga berarti
bahwa perawat mampu melaksanakan nilai – nilai yang telah ditetapkan sebagai
standarnya, dimana nilai – nilai itu sesuai dengan prinsip yang benar. Perawat
dapat menjadi model apabila perawat tersebut dapat memenuhi dan memuaskan
kehidupan pribadi serta tidak didominasikan oleh konflik, distress, atau
pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat.
Perawat yang
mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal
yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan Sundeen,
1987, h.102)
Perawat mungkin
menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan profesional dengan
kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena
perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien.
Perawat yang
efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi
serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan
memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan
bertanggung jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Ciri perawat yang dapat menjadi role model :
Puas akan
hidupnya,tidak
didominasi oleh stres,mampu
kembangkan kemampuan,
Adaptif.
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan.
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapeutik bagi klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali
kondisi yang adaptif dan positif.
Kesadaran
diri dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk memahami dirinya
sendiri, baik perilaku, perasaan dan pikirannya sendiri.
klarifikasi
nilai adalah metode dimana seseorang menemukan nilai- nilainya sendiri dengan
mengkaji, mengeksplorasi, dan menentukan nilai – nilai pribadi dan bagaimanan
nilai tersebut digunakan sebagai acuan dalam mengambil keputusan.
Eksplorasi
diri adalah keterbukaan dan kesadaran terhadap perasaan perawat dan dapat
mengontrol agar perawat dapat menggunakan dirinya secara terapeutik ( Stuart
& Sundeen, 1987, dikutip dari Keliat, 1996).
3.2
Saran.
Komunikasi terapeutik merupakan
tanggung jawab moral seorang perawat. Komunikasi terapeutik bukanlah hanya
salah satu upaya yang dilakukan oleh perawat untuk mendukung proses keperawatan
yang diberikan kepada klien. Untuk dapat melakukannya dengan baik dan efektif
diperlukan latihan dan pengasahan keterampilan berkomunikasi sehingga efek
terapeutik yang menjadi tujuan dalam komunikasi terapeutik dapat tercapai.
Ketika seorang perawat berusaha
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang ia miliki untuk melakukan komunikasi
terapeutik, ia pada akhirnya akan menyadari bahwa komunikasi terapeutik yang ia
lakukan tidak hanya memberikan khasiat terapeutik bagi pasiennya tetapi juga
bagi dirinya sendiri.
Perawat merupakan bagian dari tenaga
kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu perawat bahkan dapat
dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena itu perawat hidup ditengah
masyarakat haruslah menjadi panutan/contoh (Role Model) dalam
berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di
tengah masyarakat Indonesia, maka semua perilaku atau kebiasaan perawat akan
menjadi contoh di masyarakat. Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan,
misal perilaku hidup bersih dan sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Ermawati.2009. Buku Saku Komunikasi Keperawatan.
Jakarta : Trans Info Media
Purwanto, Hery. 1994. Komunikasi Untuk Perawat. Jakarta: EGC
Potter & Perry (2005). Fundamental keperawatan, Edisi 5
. Jakarta : EGC
Suryani.(2005). Komunikasi
Terapeutik; Teori dan Praktik. Jakarta: EGC
(Diakses tanggal 11 Mei 2014).
(Diakses tanggal 11 Mei 2014).
0 komentar:
Posting Komentar