BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan (As Hornby
dalam Intan, 2005). Maka di sini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Dan komunikasi terapeutik
merupakankomunikasi professional bagi perawat.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian
lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh
perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara
perawat dengan klien. Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya
saling membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu dan
klien menerima bantuan.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi
yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk
kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara
untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan
pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain
(Stuart & sundeen,1995).
Komunikasi terapeutik termasuk
komunikasi interpersonal dengan titik tolak saling memberikan pengertian antar
perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dan komunikasi in adalah adanya
saling membutuhan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan pasien, perawat membantu dan
pasien menerima bantuan (Indrawati, 2003 : 48). Komunikasi terapeutik bukan
pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun harus direncanakan, disengaja, dan
merupakan tindakan profesional. Akan tetapi, jangan sampai karena terlalu asyik
bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai manusia dengan beragam latar
belakang dan masalahnya (Arwani, 2003 50).
Fungsi komunikasi terapeutik adalah
untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
Membantu pasien untuk memperjelas dan
mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan yang
efektif untuk pasien, membantu mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan
diri sendiri. Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat
dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien, Bila perawat tidak
memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang
memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan
sosial biasa.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
· Apa
itu komunikasi teurapeutik?
· Bagaimana
komunikasi teurapeutik pada tiap-tiap usia?
· Bagaimana
komunikasi teurapeutik pada klien dengan gangguan pendengaran?
· Bagaimana
komunikasi teurapeutik pada klien dengan gangguan penglihatan?
C. Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah :
· Untuk
memenuhi tugas mata kuliah keperawatan Dasar
· Untuk
memahami komunikasi teurapeutik
· Untuk
mengetahui komunikasi teurapeutik pada tiap-tiap usia
· Untuk
mengetahui komunikasi teurapeutik pada klien dengan gangguan pendengaran
· Untuk
mengetahui komunikasi teurapeutik pada klien dengan gangguan penglihatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Bayi (0-12 bulan)
Perkembangan
komunikasi dengan bayi dapat dimulai dengan kemampuan bayi untuk melihat
sesuatu yang menarik, ketika bayi digerakkan maka bayi akan berespon untuk
mengeluarkan suara-suara bayi. Perkembangan komunikasi pada bayi tersebut dapat
dimulai pada usia minggu ke delapan dimana bayi sudah mampu untuk meliht objek
atau cahaya, kemudian pada minggu ke dua belas sudah mulai melakukan tersenyum.
Pada
usia ke enam belas sudah menolehkan kepala pada suara asing pada dirinya. Pada
pertengahan tahun prtaa bayi sudah mulai mengucapkan kata-kata awal seperti
baba, da-da, dan lain-lain. Pada bulan ke sepuluh bayi sudah bereaksi terhadap
panggilan terhadap namanya, mampu melihat beberapa gambar yang terdapat pada
buku. Pada akhir tahun pertama bayi sudah mampu mengucapkan kata-kata
yang spesifik antara dua atau tiga kata. Selain melakukan komunikasi seperti
diatas terdapat cara komunikasi yang efektif pada bayi yakni dengan cara
menggunakan komunikasi non verbal dengan teknik sentuhan seperti mengusap,
menggendong, memangku, dan lain-lain. Mengungkapkan kebutuhan dengan tingkah
laku dan bersuara yang dapat diinterpretasikan oleh orang sekitarnya, misal:
menangis.
Respon
bayi terhadap komunikasi ditunjukkan secara nonverbal, misalnya tersenyum,
menggerakkan badan, tangan dan kaki. Pada bayi yang berusia lebih 6 bulan kadang
terjadi stranger anxiety (cemas pada orang asing) saat
berkomunikasi jangan langsung ingin menggendong atau memangkunya, tetap lakukan
pendekatan lebih dahulu dengan mainan yang dipegangnya atau banyak menggunakan
komunikasi non verbal untuk menyatakan kebutuhan (misalnya: tersenyum
puas atau menangis sakit).
Komunikasi
pada bayi :
· Usahakan memenuhi kebutuhan bayi
secepat mungkin.
· Berbicaralah dengan suara yang
lembut, sentuhan dan belaian, ciuman, mendekap, menggendong, atau dengan
gerakan (seperti mengayun memberi kenyamanan / senang
· Rangsang taktil (sentuhan) sangat
kuat maknanya bagi bayi unt meningkatkan rasa aman, melindungi bayi dan
kedekaterbicara dgn ibunya.
· Berkomunikasilah dengan bermain
(cilukba, mainan berbunyi) jika bayi menerima.
Tujuan
Komunikasi Dengan Bayi :
· Memberi rasa aman kepada bayi
· Memenuhi kebutuhan bayi akan kasih
sayang
· Melatih bayi mengembangkan kemampuan
bicara, mendengar, dan menerima rangsangan
B. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Toddler (1-3 tahun)
Anak
berkomunikasi secara verbal maupun non verbal, anak bersifat egosentris dan
hanya memahami hal-hal yang hnya berhubungan dengan dirinya.Perkembangan
komunikasi pada usia ini dapat ditunjukkan dengan perkembangan bahas anak
dengan kemapuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh kata, pada tahun
ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengar kata-kata ulangan. Pada
anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai sembilan ratus
kata dan banyak kata-kata yang digunkan seperti mengapa, apa, kapan, dan
sebagainya.
Pada
usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan memberi tahu apa
yang terjadi pada dirinya, memberi kesempatan pada mereka untuk menyentuh alat
pemeriksaan yang akan digunakan, menggunakan nada suara, bicara lambat, jika
tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana,
hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata-kata “jawab dong”,
mengalihkan aktifitas saat komunikasi, memberi mainan saat komunikasi dengan
anak sebaiknya mengatur jarak, adanya kesadaran diri dimana kita harus
menghindarkan konfrontasi langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan.
Secara non verbal kita selalu memberi dorongan penerimaan dan persetujuan jika
diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui dari anak, bersalaman dengan
anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas, menggambar, menulis
atau berceriita dalam menggali perasaan dan fikiran anak di saat melakukan
komunikasi.
Komunikasi
dengan anak usia toddler (1-3 tahun) :
· Panggil
anak sesuai yang digunakan anak tersebut
bagi dirinya.
· Gunakan
pesan yang pendek dan jelas, suara lembut
· Pelajari
dan gunakan kata-kata yang dipakai anak untuk ke kamar mandi, mandi, makan.
· Perilaku
protes yang dilakukan anak (seperti tantrum/mengamuk) dapat digunakan untuk
mengatasi tekanan/stres pada anak.
C. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Pra Sekolah (3-5 tahun)
Anak
tidak dapat memahami/membedakan fantasi dan kenyataan, anak juga hanya memahami
kalimat yang pendek, sederhana, kata-kata yang dipahami penjelasan yang
konkrit.
Pada masa ini anak mulai mandiri
dan mengembangkan keterampilan dirinya untuk berinteraksi dengan orang lain,
anak yang lebih kecil belum fasih berbicara (ucapan dan perbendaharaan kata
belum memadai sepenuhnya). Anak masih
egosentris percakapan tentang dirinya,
berpikir kongkrit: bicara apa adanya (jujur), bila perlu ijinkan untuk
menyentuh, memegang, memeriksa barang yg akan
berhubungan dengan mereka. Bahasa sederhana belum lancar mengungkapkan perasaan /
keinginan komunikasi non verbal. Takut
kesakitan karena ketidaktahuannya jelaskan apa yang akan dilakukan dan
jelaskan
bagaimana rasanya dengan penjelasan yang sederhana. Sebagian anak mengalami stranger
anxiety yang menjadi
barier/penghambat dalam komunikasi.
Komunikasi pada anak usi pra
ssekolah :
· Posisi
yang baik pada saat berbicara pada anak adalah: jongkok, duduk di kursi kecil,
atau berlutut pandangan mata sejajar dgn
anak
· Berikan
pujian atas apa yang telah dicapainya
· Orang
tua atau perawat harus konsisten dalam berkomunikasi (verbal / nonverbal)
sesuai situasi saat itu (misal tidak tertawa saat anak mengalami kesakitan
karena tindakan tertentu)
Tujuan
komunikasi pada masa prasekolah
· Melatih
keterampilan penggunaan pancaindra
· Meningkatkan
keterampilan kognitif, afektif, dan psikomotor
· Sebagai
bentuk pembelajaran dan permainan dalam melakukan hubungan dengan orang lain.
· Mengembangkan
konsep diri
D. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Sekolah (5-12 tahun)
Anak
mencari alasan dan penjelasan atas segala sesuatu, namun tidak membutuhkan
pengesahan. Anak juga memahami penjelasan sederhana dan mendemonstrasikan.
o
Berfikir fungsional arah pertanyaan: mengapa, bagaimana, untuk apa
sesuatu dilakukan.
o
diperlukan:
§ penjelasan
yang sederhana disertai alasan
§ berikan
kesempatan untuk bertanya
§ bila
perlu beri kesempatan untuk mencoba melakukannya.
o
Gunakan beberapa kosa kata anak dalam
penjelasan.
o
Buatlah gambar untuk mendemonstrasikan
prosedur/anatomi
o
Hargai privasi anak. Mungkin ada topik
pembicaraan yang tidak ingin didiskusikan.
o
Sangat memperhatikan keutuhan tubuh takut terluka
perlu pendekatan shg anak dapat mengungkapkan perasaannya kecemasannya turun.
o
Anak dengan kecemasan tinggi dapat
dialihkan dgn:
· Berbicara
· menghadirkan
orang dekat kecemasan turun dapat menerima pendapat orang lain.
o
Anak usia sekolnah yag lebih besar mampu
berpikir kongkrit dapat berkomunikasi
lebih baik.
E. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Remaja (13-18 tahun)
Remaja berfikir lebih abstrak
frustasi antara tingkah laku berfikir kanak-kanak dan dewasa karena pada masa
ini adalah masa transisi atau peralihan dari akhir masa
anak-anak menuju dewasa. Pola pikir dan tingkah laku merupakan peralihan dari
anak-anak menjadi orang dewasa, bahasa dan kultur tersendiri bahasa gaul ( istilah tertentu: nyokap, bokap
). Peer group/kelompok sebaya yang utama
lebih terbuka pada orang lain dapat orang tua/keluarga.
Komunikasi
dengan remaja:
· memberi
perhatian
· mendengarkan
ungkapan remaja
· menghargai
dan terbuka terhadap pendapat yang disampaikan
· hindari
menghakimi / mengkritik dengan tajam
· hargai
keberadaan identitas diri dan harga dirinya
· Tunjukkan
ekspresi wajah yang bersahabat dengannya
· Jangan
memotong pembicaraan saat anak sedang mengekspresikan pikiran dan perasaannya
· Hormati
privasinya
· Beri
dukungan pada apa yang telah dicapainya secara positif dengan memberikan
penguatan positif (pujian ).
· Komunikasi
yang baik diperlukan:
· Kepercayaan sebagai dasar untuk berkomunikasi yang
dibentuk dengan:
- meluangkan
waktu bersama
- dorong
agar berani mengungkapkan ide / pikiran / perasaan
- hargai,
hormati pendpt / pikirannya
- toleransi
terhadap perbedaan ide / pikiran
- pujian
untuk hal yang baik
- hormati
privasinaya
- berikan
contoh yang baik
F. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Dewasa
Dari
segi psikologis, Orang dewasa dalam situasi komunikasi mempunyai sikap-sikap
tertentu yaitu :
· Komunikasi adalah sutu pengetahuan
yang diinginkan oleh orang dewasa itu sendiri, maka orang dewasa tidak diajari
tetapi dimotivasikan untuk mencari pengetahuan yang lebih muktahir.
· Komunikasi adalah suatu proses
emosional dan intelektual sekaligus, manusia punya perasaan dan pikiran.
· Komunikasi adalah hasil kerjasama
antara manusia yang saling memberi dan menerima,akan belajar banyak,karena
pertukaran pengalaman, saling mengungkapkan reaksi dan tanggapannya mengenai
suatu masalah.
Komunikasi
pada dewasa awal mengalami puncaknya pada kematangan fisik, mental dan
kemampuan social mencapai optimal. Peran dan tanggung jawab serta tuntutan
social telah membentuk orang dewasa. melakukan komunikasi dengan orang lain,
baik pada setting professional ketika mereka bekerja atau pada saat mereka
berada di lingkungan keluarga dan masyarakat umum.
Teknik
komunikasi yang dikembangkan pada masa dewasa telah mencapai tahap optimal,
baik dalam bentuk verbal maupun nonverbal. Kemampuan untuk mengembangkan
komunikasi (sebagai media transfer informasi). Dalam menguasai pesan yang
diterima, individu dewasa tidak hanya melihat isi pesan, tetapi juga
mempersiapkan pesan tersebut dengan lebih baik serta menciptakan hubungan antar
pesan yang di terima dengan konteks atau situasi pesan tersebut disampaikan.
Pesan yang diterima individu dewasa kadang kala dipersepsikan bukan hanya dari
konteks isi pesan, tetapi lebih kompleks lagi disesuaikan dengan situasi dan keadaan
yang menyertai. Contoh: “sayang…” dari sepenggal kata tersebut ketika
diungkapkan dengan nada datar, akan memberi kesan yang menyesalkan. Kesan ini
semakin kuat bila penyampai pesan menunjukkan rasa penyesalan dari gerakan
bibir, raur wajah, kepala menunduk. Namun, bila ungkapan tersebut diucapkan
dengan menggunakan bahasa yang halus dan mendesah serta menyampaikan pesan
dengan menunjukkan ekspresi mata bersinar, wajah cerah atau normal, persepsi
individu dewasa tersebut adalah bahwa makna kata “sayang” tersebut adalah
perasaan suka atau cinta.Kemampuan untuk menilai respon verbal dan nonverbal
yang disampaikan lingkungan memberi keuntungan karena pesan yang kompleks dapat
disampaikan secara sederhana. Namun, kadang kala kemampuan kompleks untuk menangkap
pesan ini menimbulkan kerugian pada manusia karena kesalahan dalam menerima
pesan menjadi lebih besar, akibat pengguna persepsi dan lingkungan yang lebih
kompleks. Contoh : seseorang yang meludah didepan atau didekat orang seseorang
kadang kala di persepsikan sebagai rasa tidak suka atau benci terhadap orang
tersebut, atau orang yang meludah tersebut tidak bermaksud sebagaimana
dipersepsikan orang lain. Situasi diatas selanjutnya menimbulkan konflik antar
individu atau kelompok.
Agar
komunikasi dengan klien dewasa efektif perlu memperhatikan terciptanya suasana
komunikasi yang mendukung tercapainya tujuan komunikasi seperti saling
menghormati, percaya dan terbuka.
a. Suasana saling menghormati
Untuk
dapat berkomunikasi secara efektif dengan klien dewasa, lawan komunikasi
(perawat/tenaga kesehatan) harus dapat menghormati pendapat pribadinya. Klien
dewasa akan merasa lebih senang apabila ia diperbolehkan untuk menyampaikan
pemikiran atau pendapat, ide, dan sistem nilai yang dianutnya. Apabila hal-hal
tersebut diabaikan akan menjadi kendala bagi keberlangsungan komunikasi.
b. Suasana saling percaya
Komunikasi
dengan klien dewasa perlu memperhatikan rasa saling percaya akan kebenaran
informasi yang dikomunikasikan. Apabila hal ini dapat diwujudkan maka tujuan
komunikasi akan lebih mudah tercapai.
c. Suasana saling terbuka
Keterbukaan
untuk menerima hasil komunikasi dua arah, antara perawat atau tenaga kesehatan
dan klien dewasa akan memudahkan tercapainya tujuan komunikasi.
Klien
dewasa yang menjalani perawatan di rumah sakit dapat merasa tidak berdaya, dan
tidak aman ketika berada dihadapan pribadi-pribadi yang mengatur sikap dan
perilakunya. Status kemandirian mereka berubah menjadi bergantung pada aturan
dan ketetapan pihak lain. Hal ini dapat menjadi suasanya yang dirasanya sebagai
ancaman. Akumulasi perasaan ini dapat terungkap dalam bentuk sikap emosional
dan agresif.Dengan dilakukan komunikasi yang sesuai dengan konteks pasien
sebagai orang dewasa oleh para professional,pasien dewasa akan mampu bergerak
lebih jauh dari imobilitas bio psikososialnya untuk mencapai penerimaan
terhadap maslahnya.
Komunikasi merupakan alat yang
efektif untuk mempengaruhi tingkah laku manusia kearah yang lebih baik sehingga
perawat perlu untuk menguasai tehnik dan model konsep komunikasi yang tepat
untuk setiap karakteristik klien.
· Orang dewasa memiliki pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang menetap dalam dirinya yang sukar untuk dirubah
dalam waktu singkat sehingga perlu model komunikasi yang tepat agar tujuan
dapat tercapai.
· Model konsep komunikasi yang sesuai
untuk klien dewasa adalah model interaksi king dan model komunikasi kesehatan
yang menekankan hubungan relationship yang saling member dan menerima serta
adanya feedback untuk mengevaluasi apakah imformasi yang disampaikan sesuai
dengan yang ingin dicapai.
G. Komunikasi Teurapeutik Pada Usia
Lanjut
Kemampuan komunikasi pada lansia
dapat mengalami penurunan akibat penurunan berbagai fungsi sistem organ
(penglihatan, pendengaran, wicara dan persepsi), perubahan psikis/emosi,
interaksi sosial dan spiritual perlu
pendekatan dan teknik khusus dalam berkomunikasi. Perubahan emosi sering
nampak berupa reaksi penolakan terhadap kondisi yang terjadi.
Gejala penolakan yang terjadi:
· Tidak
percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan dan keterangan yang diberikan
tenaga kesehatan
· Mengubah
keterangan yang diberikan sehingga diterima keliru
· Menolak
membicarakan perawatan di Rumah Sakit
· Menolak
ikut serta dalam perawatan dirinya, khususnya tindakan yang melibatkan dirinya
· Menolak
nasehat (istirahat baring, berganti posisi tidur untuk kenyamanan dirinya)
Pendekatan
dalam komunikasi dengan lansia
· Pendekatan
fisik mencari informasi tentang
kesehatan objektif, kebutuhan, kejadian yang dialami, perubahan fisik / organ
tubuh, tingkat kesehatan yg masih bisa dicapai dan dikembangkan.
· Pendekatan
psikologis mengarah pd perubahan
perilaku. Dalam pendekatan ini perawat berperan sebagai: konselor, advokat,
suporter, interpreter, sahabat dekat klien
· Pendekatan
sosial diskusi, tukar pikiran,
berceritera, bermain, kegiatan kelompok
agar klien dapat berinteraksi dgn sesama klien / petugas
· Pendekatan
spiritual memberikan kepuasan batin
dalam hubungan dengan Tuhan; efektif bagi klien dengan latar belakang keagamaan
yg baik.
Teknik
komunikasi pd lansia
· Teknik
asertif sikap yang dapat menerima, peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan sedang berbicara
komunikasi dapat dimengerti
· Responsif perawat segera bereaksi secara aktif ketika
ada perubahan sikap / kebiasaan klien dengan menanyakan / klarifikasi tentang
perubahan tersebut.
· Klarifikasi mengajukan pertanyaan ulang dan memberi
penjelasan lebih dari 1 kali agar maksud pembicaraan dapat diterima dan
dipersepsikan sama oleh lansia / klien.
· Sabar
dan iklas perawat bersikap sabar dan
iklas menghadapi perubahan klien lansia sehingga tercipta komunikasi yang
terapeutik.
Hambatan komunikasi pada lansia
Lansia bersikap:
1) Agresif
:
ditandai dgn perilaku:
o
berusaha
mengontrol & mendominasi lawan bicara
o meremehka orang lain
o mempertahankan haknya
dengan menyerang orang lain
o menonjolkan diri
sendiri
o mempermalukan orang
lain di depan umum, baik dengan kata-kata atau tindakan.
2) Nonasertif : ditandai dengan tanda-tanda:
o
menarik diri bila diajak bicara
o
merasa tidak sebaik orang lain (rendah
diri)
o
merasa tdk berdaya
o
tidak berani mengungkapkan keyakinannya
o
membiarkan orang lain membuat keputusan
unt dirinya
o
pasif
o
mengikuti kehendak orang lain
o
mengorbankan kepentingan dirinya untuk
menjaga hubungan baik dgn orang lain.
Mengatasi hambatan sehingga komunikasi efektif
· Mulai
komunikasi dengan mengecek pendengaran klien
· Keraskan
suara bila perlu
· Dapatkan
perhatian dari klien sebelum berbicara. Pandanglah klien sehingga klien dapat melihat
gerakan mulut perawat
· Atur
lingkungan yang kondusif, kurangi gangguan visual dan auditory, pastikan
pencahayaan cukup
· Jika
komunikasi macet, jangan anggap bahwa klien tidak kooperatif
· Bertindaklah
sebagai partner yang memfasiltasi klien untuk mengungkapkan perasaannya
· Berbicara
pelan dan jelas, kalimat pendek, bahasa sederhana
· Bantu
kata-kata dengan isyarat visual
· Serasikan
bahasa tubuh dengan pembicaraan/berita yang menggembirakan diiringi senyuman,
tertawa secukupnya, dan sebagainnya.
· Berilah
kesempatan klien untuk bertanya
· Jika
klien salah, jangan menegur secara langsung
· Jadilah
pendengar yang baik
· Arahkan
suatu topik pada suatu saat
· Ikutkan
keluarga (yang menunggu) untuk berpartisipasi
H. Komunikasi Teurapeutik Pada Pasien
dengan Gangguan Pendengaran
Pada klien dengan gangguan
pendengaran, media komunikasi yang paling sering digunakan ialah media visual.
Klien menangkap pesan bukan dari suara yang dikeluarkan orang lain, tetapi
dengan mempelajari gerak bibir lawan bicaranya. Kondisi visual menjadi sangat
penting bagi klien ini sehingga dalam melakukan komunikasi, upayakan supaya
sikap dan gerakan anda dapat ditangkap oleh indra visualnya.
Berikut
adalah teknik-teknik komunikasi yang dapat digunakan klien dengan gangguan
pendengaran:
· Orientasiakan
kehadiran anda dengan cara menyentuh klien atau memposisikan diri di depan
klien.
· Gunakan
bahasa yang sederhana dan bicaralah dengan perlahan untuk memudahkan klien
membaca gerak bibir anda.
· Usahakan
berbicara dengan posisi tepat didepan klien dan pertahankan sikap tubuh dan
mimik wajah yang lazim.
· Jangan
melakukan pembicaraan ketika anda sedang mengunyah sesuatu (permen karet).
· Bila
mungkin gunakan bahasa pantomim dengan gerakan sederhana dan wajar.
· Gunakan
bahasa isyarat atau bahasa jari bila anda bisa dan diperlukan.
· Apabila
ada sesuatu yang sulit untuk dikomunikasikan, cobalah sampaikan pesan dalam
bentuk tulisan atau gambar (simbol).
I.
Komunikasi
Teurapeutik Pada Pasien dengan Gangguan Penglihatan
Gangguan penglihatan dapat terjadi
baik karena kerusakan organ, misal; kornea, lensa mata, kekeruhan humor
viterius, maupun kerusakan kornea, serta kerusakan saraf penghantar impuls
menuju otak. Kerusakan di tingkat persepsi
antara lain dialami klien dengan kerusakan otak. Semua ini mengakibatkan
penurunan visus hingga dapat menyebabkan kebutaan, baik parsial maupun total.
Akibat kerusakan visual, kemampuan menangkap rangsang ketika berkomunikasi
sangat bergantung pada pendengaran dan sentuhan.
Oleh karena itu, komunikasi yang
dilakukan harus mengoptimalkan fungsi pendengaran dan sentuhan karena fungsi
penglihatan sedapat mungkin harus digantikan oleh informasi yang dapat
ditransfer melalui indra yang lain.
Teknik Komunikasi
Berikut adalah teknik-teknik yang
diperhatikan selama berkomunikasi dengan klien yang mengalami gangguan
penglihatan:
· Sedapat
mungkin ambil posisi yang dapat dilihat klien bila ia mengalami kebutaan
parsial atau sampaikan secara verbal keberadaan / kehadiran perawat ketika anda
berada didekatnya.
· Identifikasi
diri anda dengan menyebutkan nama (dan
peran) anda.
· Berbicara
menggunakan nada suara normal karena kondisi klien tidak memungkinkanya
menerima pesan verbal secara visual. Nada suara anda memegang peranan besar dan
bermakna bagi klien.
· Terangkan
alasan anda menyentuh atau mengucapkan kata – kata sebelum melakukan sentuhan
pada klien.
· Informasikan
kepada klien ketika anda akan meninggalkanya / memutus komunikasi
· Orientasikan
klien dengan suara – suara yang terdengar disekitarnya.
· Orientasikan
klien pada lingkunganya bila klien dipindah ke lingkungan / ruangan yang baru.
Dalam melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien dengan gangguan
sensori penglihatan, perawat dituntut untuk menjadi komunikator yang baik
sehingga terjalin hubungan terapeutik yang efektif antara perawat dan klien,
untuk itu syarat yang harus dimiliki oleh perawat dalam berkomunikasi dengan
pasien dengan gangguan sensori penglihatan adalah :
· Adanya
kesiapan artinya pesan atau informasi, dan cara penyampaian harus dipersiapkan
terlebih dahulu secara matang.
· Kesungguhan
artinya apapun wujud dari pesan atau informasi tersebut tetap harus disampaikan
secara sungguh-sungguh atau serius.
· Ketulusan
artinya sebelum individu memberikan informasi atau pesan kepada individu lain,
pemberi informasi harus merasa yakin bahwa apa yang disampaikan itu merupakan
sesuatu yang baik dan memang perlu serta berguna untuk si pasien.
· Kepercayaan
diri artinya jika perawat mempunyai kepercayaan diri maka hal ini akan sangat
berpengaruh pada cara penyampaiannya kepada pasien.
· Ketenangan
artinya sebaik apapun dan sejelek apapun yang akan disampaikan, perawat harus
bersifat tenang, tidak emosi maupun memancing emosi pasien, karena dengan
adanya ketenangan maka informasi akan lebih jelas baik dan lancar.
· Keramahan
artinya bahwa keramahan ini merupakan kunci sukses dari kegiatan komunikasi,
karena dengan keramahan yang tulus tanpa dibuat-buat akan menimbulkan perasaan
tenang, senang dan aman bagi penerima.
· Kesederhanaan
artinya di dalam penyampaian informasi, sebaiknya dibuat sederhana baik bahasa,
pengungkapan dan penyampaiannya. Meskipun informasi itu panjang dan rumit akan
tetapi kalau diberikan secara sederhana, berurutan dan jelas maka akan
memberikan kejelasan informasi dengan baik.
Agar komunikasi dengan orang dengan
gangguan sensori penglihatan dapat berjalan lancar dan mencapai sasarannya,
maka perlu juga diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
· Dalam
berkomunikasi pertimbangkan isi dan nada suara.
· Periksa
lingkungan fisik.
· Perlu
adanya ide yang jelas sebelum berkomunikasi.
· Komunikasikan
pesan secara singkat.
· Komunikasikan
hal-hal yang berharga saja.
· Dalam
merencanakan komunikas, berkonsultasilah dengan pihak lain agar memperoleh
dukungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Terapeutik
merupakan kata sifat yang dihubungkan dengan seni dari penyembuhan ( As Hornby
dalam Intan, 2005). Maka di sini dapat diartikan bahwa terapeutik adalah segala
sesuatu yang memfasilitasi proses penyembuhan. Dan komunikasi terapeutik
merupakankomunikasi professional bagi perawat.
Komunikasi
terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses penyembuhan klien (Depkes
RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan bahwa komunikasi terapeutik adalah
proses yang digunakan oleh perawat memakai pendekatan yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan pada klien.
Fungsi komunikasi terapeutik adalah
untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui
hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan,
mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang
dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).
B. Saran
Keterampilann berkomunikasi yang baik
dan benar serta efektif yang berdampak Terapeutik merupakan kemampuan penting
yang harus dimiliki oleh semua tenaga pelayanan kesehatan, terutama perawat.
Kemampuan ini perlu ditumbuh kembangkan sehingga menjadi kebiasaan bagi perawat
dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari.
Maka dari itu, kegiatan komunikasi bagi
perawat harus dilakukan dengan penuh kejujuran dan ketulusan disertai dengan
komitmen yang kuat untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien.
bisakah untuk menambahkan daftar pustaka dalam makalah ini ? karena makalah ini sangat bagus bisa menambah pengetahuan. tapi masih kurang daftar pustakanya.
BalasHapus