BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Setiap
individu memiliki latar belakang yang berbeda dalam proses kehidupannya, mulai
dari lahir hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di dalam diri setiap
individu terdapat berbagai macam cara identifikasi serta perubahan melalui
proses yang berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih baik. Di
dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara satu individu dengan individu
lainnya dan dari identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku dari hasil
pemikiran yang panjang.
Konsep diri
memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap
situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri
saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu
mempengaruhi konsep diri.
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks
dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri
dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variable.
Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan
peran.
Konsep diri seseorang
dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut.
Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada
akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang
berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang
bersangkutan.
Konsep diri
dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang
mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatka konsep
diri. Tetapi sebaliknya, klien yang memiliki persepsi diri yang negatif akan
menimbulkan keputusasaan.
Maka disini
kami akan memaparkan tentang konsep diri dalam keperawatan yang nantinya akan
dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung
komponen-komponen konsep diri, faktor pengaruh konsep diri, dan proses
keperawatan dalam konsep diri.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
itu konsep diri?
2. Komponen
apa saja yang terdapat dalam konsep diri?
3. Apa
saja yang mempengaruhi konsep diri?
4. Apa
itu kehilangan dan berduka?
5. Apa
itu individu?
6. Apa
itu keluarga?
C.
Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini, yaitu:
1. Untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
2. Untuk
memahami tentang konsep diri
3. Mengetahui
komponen yang terdapat dalam konsep diri
4. Mengetahui
apa saja yamg mempengaruhi konsep diri
5. Untuk
memahami arti kehilangan dan berduka
6. Untuk
memahami arti individu
7. Untuk
memahami arti keluarga
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Konsep Diri
Konsep diri
berasal dari bahasa inggris yaitu “self concept” merupakan suatu konsep
mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang,
memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan
konsep tentang dirinya tersebut.
Konsep
diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah
kebutuhan psikososial yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dapat
dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Kensep
diri ini berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan
psikososial seseorang.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut
Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang
diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan konsep
diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki
seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan
tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983)
menjelaskan bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan individu akan
dimensi fisiknya, karakteristik pribadi nya, motivasinya, kelemahannya,
kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Secara
umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi hubungannya dengan
orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Definisi
konsep diri menurut beberapa ahli:
·
Wigfield dan Karpathian (1991)
Konsep diri
adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan,
sikap dan persepsi bawah sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang
mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang
lain.
·
Stuart dan Sundeen (1991)
Konsep diri
adalah semua ide, pikiran kepercayaan yang di ketahui individu tentang dirinya
dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
·
Burns (1993)
Konsep diri
merupakan suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan.Orang lain pun
berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa yang diri kita inginkan.
·
Hurlock (1990)
Konsep diri
adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya.Konsep diri ini merupakan
gabungan dari keyakinan yang di miliki individu tentang mereka sendiri meliputi
karakteristik fisik, fisikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Dari
beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, konsep diri merupakan sikap
yang unik pada manusia yang dapat membedakan antara individu yang satu
dengan individu yang lainnya. Di dalamnya berupa ide, pikiran, kepercayaan yang
di ketahui oleh diri masing-masing.
Manusia
sebagai suatu organisme memiliki dorongan untuk berkembang serta mampu
menyesuaikan diri terhadap keadaan yang dihadapinya, sehingga ia mampu menjadi
pribadi yang dapat membentuk sebuah konsep diri.
B.
Komponen
Konsep Diri
Komponen Konsep diri terdiri dari :
1.
Identitas: Identitas
mencakup rasa internal tentang individual, keutuhan dan konsistensi dari
seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Karenanya konsep tentang
identitas mencangkup kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan menjadi
lain dan terpilih dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Anak
belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur. Anak
mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman
seusia dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk
membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren,
konsisten dan unik.Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi
oleh situasi sepanjang hidup.
Dalam
identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,respek terhadap
diri,mampu menguasai diri,mengatur diri dan menerima diri.
Ciri-ciri
individu dengan identitas diri yang positif :
1.
Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
2. Mengakui jenis kelamin sendiri.
3. Memandang perlu aspek diri
sebagai suatu keselarasan.
4. Menilai diri sesuai dengan
penilaian masyarakat.
5. Menyadari hubungan masa
lalu,sekarang dan yang akan datang.
6. Mempunyai tujuan dan nilai
yang disadari.
Gangguan
identitas diri adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri
sendiri,penuh dengan keraguan. Sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan.
Pada klien
di rumah sakit karena penyakit fisik,maka identitas dapat terganggu karena :
Ø
Tubuh klien dikontrol oleh
orang lain,misalnya pelaksanaan
pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan
klien.
Ø
Ketergantungan pada orang lain
misalnya untuk self-care perlu
dibantu orang lain sehingga otonomi atau kemandirian terganggu.
Ø
Perubahan peran dan fungsi
klien menjalankan peran sakit. Peran sebelumnya tidak bias dijalankan.
Tanda dan gejala yang dapat
dikaji :
1. Tidak ada percaya diri.
2. Sukar mengambil keputusan.
3. Ketergantungan.
4. Masalah dalam hubungan
interpersonal.
5. Ragu atau tidak yakin
terhadap keinginan.
6. Proyeksi yaitu menyalahkan
orang lain.
Masalah keperawatan yang
mungkin timbul :
1. Gangguan identitas
personal.
2. Ketidakberdayaan.
3. Keputusasaan.
2.
Citra tubuh: Membentuk
persepsi seorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi
ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh
dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik
dan oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh di pengaruhi oleh pertumbuhan
kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti
pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh
dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri.5
Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi. Salah
satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini
bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja
dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause
selama masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan,
pendengaran, dan mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang
diakibatkan oleh perubahan ukuran,bentuk,struktur,fungsi,keterbatasan,makna dan
objek, pada
klien yang di rawat di Rumah Sakit umum,perubahan citra tubuh sangat
mungkin terjadi,Stressor pada tiap perubahan adalah :
Ø Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun
akibat penyakit.
Ø Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasive
seperti operasi,suntikan dan pemasangan infus.
Ø Perubahan struktur sama dengan perubahan bentuk
tubuh disertai dengan pemasangan alat didalam tubuh.
Ø Perubahan fungsi berbagai penyakit yang dapat
merubah system tubuh.
Ø Keterbatasan gerak : makan,kegiatan.
Ø Makna dan objek yang sering kontak : penampilan
dan dandanan berubah,pemasangan alat pada tubuh klien seperti infus,respirator,suntik,
pemeriksaan
tanda vital.
Tanda dan
gejala gangguan citra tubuh :
1.
Menolak melihat dan menyentuh
bagian tubuh yang berubah.
2.
Tidak menerima perubahan yang
telah terjadi atau akan terjadi.
3.
Menolak penjelasan perubahan
tubuh.
4.
Persepsi negative pada tubuh.
5.
Preokupasi dengan bagian tubuh
yang hilang.
6.
Mengungkapkan keputusan.
7.
Mengungkapkan ketakutan.
Masalah keperawatan yang
mungkin timbul :
1.
Gangguan citra tubuh.
2.
Gangguan harga diri.
3.
Keputusasaan.
4.
Ketidakberdayaan.
5.
Kerusakan penyesuaian.
3.
Ideal Diri: Adalah
persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan
standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan
atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal
diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma
sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri.
Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang
yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan
tertentu.Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan
tersebut dan akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia remaja ideal diri
akan terbentuk melalui identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia
yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan
fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
Gangguan
ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi,sukar dicapai dan tidak
realistis,ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut.
Pada klien
yang dirawat dirumah sakit kerena sakit,maka ideal dirinya dapat terganggu atau
ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di
capai.
Tanda dan
gejala yang dapat dikaji :
1.
Mengungkapkan keputusasaan
akibat penyakitnya,misalnya saya tidak bias ikut ujian karena sakit,saya tidak
bias lagi jadi peragawati Karena bekas luka diwajah saya,kaki saya yang
dioperasi membuat saya tidak bias main bola.
2.
Mengungkapkan keinginan yang
terlalu tinggi. Misalnya saya pasti bias sembuh padahal prognosa penyakitnya
buruk,setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan
tidak mungkin lagi sekolah.
Masalah keperawatan yang
mungkin timbul adalah :
1.
Ideal diri tidak realistis.
2.
Ketidakberdayaan.
3.
Keputusasaan.
4.
Harga Diri: Harga diri
adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi
seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri
diperoleh dari sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.Individu
akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya
individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan,
tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungan. Harga diri dibentuk sejak
kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai
meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk
sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan
dengan budaya, berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu
membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu persepsinya. Harga diri
sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami
perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut diri sendiri.
Remaja dituntut untuk menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia
mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi
atau diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negative
terhadap diri sendiri,hilang kepercayaan diri,merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat
terjadi secara :
1. Situsional,yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,misalnya harus
operasi, kecelakaan,dicerai suami,putus sekolah,putus hubungan kerja,perasaan
malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan,dituduh KKN,dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
Ø Privacy yang kurang diperhatikan,misalnya
pemeriksaan fisik yang sembaranganpemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran
rambut pubis,pemasangan kateter,pemeriksaan parineal).
Ø Harapan akan struktur,bentuk dan fungsi tubuh
yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit.
Ø Perlakuan petugas kesehatan yang tidak
menghargai. Misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan,berbagai
tindakan tanpa persetujuan.
2.
Kronik yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama yaitu
sebelum sakit.Klien ini mempunyai cara berfikir yang negative,kejadian sakit.
Dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
Tanda
dan gejala yang dapat dikaji :
a.
Perasaan
malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan
penyakit,misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi botak setelah
mendapatkan terapi sinar pada kanker.
b.
Rasa
bersalah terhadap diri sendiri (misalnya ini tidak akan terjadi jika saya
segera dirumah sakit),menyalahkan,mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c.
Merendahkan
martabat,misalnya sya tidak bias,saya tidak mampu,saya orang bodoh,dan tidak
tahu apa-apa.
d.
Gangguan
hubungan social seperti menarik diri,klien tidak ingin bertemu dengan orang
lain,lebih suka sendiri.
e.
Percaya
diri kurang,klien sukar dalam mengambil keputusan misalnya tentang memilih
alternative tentang tindakan.
f.
Mencederai
diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,mungkin klien
ingin mengakhiri kehidupan.
Masalah
keperawatan yang mungkin timbul :
1.
Gangguan harga diri.
2.
Keputusasaan.
3.
Isolasi sosiaal menarik diri.
4.
Resiko perilaku kekerasan.
5.
Peran: Peran
adalah serangkaian pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh
masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya.Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam
kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi
pada orang yang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang
berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan. Harga diri
yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan
ideal diri.
Hal-hal yang mempengaruhi
penyesuaian individu terhadap peran :
Ø
Kejelasan prilaku yang sesuai
dengan perannya dari pengetahuan tentang peran yang diharapkan.
Ø
Respon atau tanggap yang
konsisten dari orang yang berarti terhadap perannya.
Ø
Kesesuaian norma budaya dan
harapannya dengan peran.
Ø
Perbedaan situasi yang dapat
menimbulkan peran yang tidak sesuai.
Gangguan penampilan peran
adalah barubahnya atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit,proses
semua,putus sekolah,putus hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat
dirumahsakit,otomatis peran social klien berubah menjadi sakit. Peran klien
yang berubah adalah :
Ø
Peran dalam keluarga.
Ø
Peran dalam pekerjaan sekolah.
Ø
Peran dalam berbagai kelompok.
Klien tidak dapat melakukan
peran yang biasa dilakukan salama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali
dari rumah sakit,klien tidak mampu melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan geja yang dapat
dikaji :
1.
Mengingkari ketidakmampuan menjalankan
peran.
2.
Ketidakpuasan peran.
3.
Kegagalan menjalankan peran
yang baru.
4.
Ketegangan menjalankan peran
yang baru.
5.
Kurang tanggung jawab.
6.
Apatis,bosan dan putus asa.
Masalah keperawatan yang
mungkin timbul :
1. Perubahan penampilan peran.
2. Gangguan harga diri.
3, Keputusasaan.
4.
Ketidakberdayaan.
C.
Stressor
Mempengaruhi Konsep Diri
Stressor Konsep diri adalah segala
perubahan nyata yang dicerap yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri,
atau perilaku peran. Stressor yang mempengaruhi konsep diri melalui setiap
perubahan dalam kesehatan misalnya Perubahan fisik dalam tubuh (kecelakaan,
bekas luka, penuaan) menyebabkan perubahan Citra tubuh, dimana identitas dan
harga diri juga dapat dipengaruhi.
1. Stressor
Identitas
Seorang
dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil karena konsep diri
berkembang lebih kuat.
Stresor
kultural dan sosial dibanding stresor personal dapat mempunyai dampak lebih
besar pada identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus memutuskan
antara karier dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan
kemandirian dalam suatu hubungan (stuart & sundeen, 1991).
2. Stressor
Citra tubuh
Perubahan dalam
penampilan, struktur atau fungsi
bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh. Perubahan dalam citra tubuh seperti; amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra tubuh. Masektomi, Kolostomi, dan ileostomi mengubah penampilan dan fungsi tubuh.
bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh. Perubahan dalam citra tubuh seperti; amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra tubuh. Masektomi, Kolostomi, dan ileostomi mengubah penampilan dan fungsi tubuh.
3. Sterssor
Harga diri
• Sterssor
mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia sekolah, prasekolah dan remaja adalah
ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua, kritik yang tajam, hukum yang
tidak konsisten, persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan berulang
dapat menurunkan harga diri.
• Sterssor
mempengaruhi harga diri pada orang dewasa adalah ketidakberhasilan dalam
pekerjaan dan kegagalan dalam berhubungan.
4. Sterssor
Peran
a. Konflik
Peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu
Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu
· Konflik
interpersonal
Ketika satu orang atau
lebih mempunyai harapan berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran
tertentu. Misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai
perbedaan yang besar bagaimana ia harus merawat anak-anaknya.
· Konflik
antar-peran
Terjadi ketika tekanan
atau harapan yang berkaitan denang satu peran melawan tekanan atau harapan yang
saling berkaitan. Misalnya, seorg pria bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin
akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan dirinya untuk berada dirumah
bersama keluarga.
· Konflik
peran personal
Terjadi ketika tuntutan
peran melanggar nilai personal individu. Misalnya, seorang perawat yang
menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan pada merawat
klien yg memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
b. Ambiguitas
Peran mencakup harapan peran yang tdk jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan
harapan maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana
harus melakukannya atau keduanya.
c. Ketegangan peran perpaduan antara konflik
peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagi
perasaan frustasi ketika seseorg merasakan tidak adekuat atau merasa tidak
sesuai dengan peran.
contohnya: seorang wanita mempunyai posisi dimana lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin dianggap oleh orang lain sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang berpengetahuan dibandingndg rekan kerja pria mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat berkompetensi
contohnya: seorang wanita mempunyai posisi dimana lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin dianggap oleh orang lain sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang berpengetahuan dibandingndg rekan kerja pria mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat berkompetensi
D.
Pengaruh
Perawat Pada Konsep Diri Klien
Penerimaan
perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu menstimulasi
rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah mengalami
perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti
baik klien maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati respon
dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Perawat mempunyai dampak yang
signifikan dalam hal ini. Rencana keperawatan yang dirumuskan untuk membantu
klien dengan perubahan konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh
nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi perawat untuk
mengkaji dan mengkarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka:
1.
Perasaan perawat mengenai kesehatan
dan penyakit.
2.
Bagaimana perawat bereaksi terhadap
stres.
3.
Kekuatan komunikasi nonverbal dengan
klien, keluarganya dan bagaimana hal tersebut ditunjukan.
4.
Nilai dan harapan pribadi apa yang
ditunjukan (mempengaruhi klien).
5.
Bagaimana pendekatan tidak
menghakimi dapat bermanfaat bagi klien.
Perawat
harus mengkaji diri mereka sendiri secara jujur sebelum mereka dapat mulai
memahami bagaimana mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat harus
memberikan perhatian pada ‘pencetus’ yang memperkuat perasaan yang terjadi
dalam berespons terhadap situasi tertentu. Perawat tidak dapat menyangkal bahwa
mereka mempunyaiperasaan ide-ide, nilai, dan pengharapan atau menyangkal bahwa
mereka membuat penilaian. Kesadaran diri sangat penting dalam memahami dan
menerima orang lain.Semua orang membuat keputusan tentang diri mereka,
lingkungan dan orang lain dengan dasar kerangka acuan personal. Sebagai tenaga
profesional, perawat harus menyiapkan diri bekerja dangan orang yang mempunyai
kerangka acuan berbeda dengan dirinya. Perawat yang merasa aman dengan
identitas dirinya sendiri akan lebih cepat menerima dan dengan demikian
menguatkan identitas klien. Namun demikian, perawat yang tidak pasti dengan
identitasnya sendiri mungkin tidak mampu mererima klien dan mungkin bereaksi
seolah klien itu sesuatu dan orang lain, dengan demikian menciptakan lingkungan
yang tidak menerima bagi klien.
Perawat juga
mempunyai dampak signifikan pada citra tubuh. Klien yang harus beradaptasi
terhadap perubahan citra tubuh yang disebakan oleh penyakit atau pembedahan
memerlukan dukungan,demikian juga halnya kluarga klien. Misalnya jika perawat
merasa bahwa ostomi atau mastektomi sangat mengakibatkan buruknya penampilan,
maka mereka tidak boleh mengekspresikan pendapat tersebut pada klien baik
secara verbal maupun nonverbal.perawat harus berbicara dengan orang yang telah
mempunyai pengalaman dalam merawat dan rehabilitasi klien seperti ini. Bertemu
dengan orang yang telah mengalami pembedahan seperti ini dan yang telah
mengalami penyembuhan dapat meningkatkan pengetahuan. Perawat yang merasa tidak
pasti tentang citra tubuh mereka sendiri mungkin akan bereaksi lebih kuat
terhadap perubahan dalam penampilan dan fungsi fisik klien.
Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan komunikasi
yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana
tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hubungan perawat
dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar,
bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1.
Membantu pasien untuk
memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil
tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang
diperlukan.
2.
Mengurangi keraguan, membantu
dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.
Mempengaruhi orang lain,
lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Rentang
respon konsep diri.
Adaptif Mal-adaptif
Aktualisasi Konsep Diri Harga Diri Kerancunan Depersonalisasi
Diri Positif Rendah Identitas
(Stuart and Sundeen 1998).
Keterangan :
1. Respon
adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah
dapat menyelesaikannya secara baik antara lain :
a) Aktualisasi
diri
Kesadaran
akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri
dan perasaannya.
b) Konsep
diri positif
Menunjukkan
individu akan sukses dalam menghadapi masalah.
2. Respon
mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu
tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon mal-adaptif gangguan konsep
diri adalah :
a) Gangguan
harga diri
Transisi
antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif.
b) Kekacauan
identitas
Identitas
diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai
tujuan.
c) Depersonalisasi
(tidak mengenal diri)
Tidak
mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat,tidak mampu
berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau
tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.
E.
Konsep
Diri dan Proses Keperawartan
1.
Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat
mengumpulkan data objektif dan subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri
baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan
perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya termasuk terhadap perubahan
citra tubuh, keengganan untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal
dan nonverbal antara klien dengan orang lain, data subjektif dikumpulkan
untuk menetukan pandangan klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang
terdekat adalah sumber data yang penting.
2.
Diagnosa
Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan
interpretasi yang cermat oleh perawat. Klien dengan batasan karakteristik untuk
gangguan konsep diri mungkin menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan
dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri atau kinerja peran.
Peristiwa yang mempunyai dampak pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau
jika stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang cukup lama, maka klien
akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya
batasan karakteristik dan perilaku klien yang mengarah pada diagnosa
keperawatan. Perawat harus cermat untuk membuat diagnosa yang akuraat
berdasarkan data pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan diagnosa
penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan cepat berasumsi bahwa klien
mempaunyai citra tubuh yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh. Namun
demikian, informasi ini saja tidak akan membantuk diagnosa keperawatan yang
konklusif.
3.
Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa
keperawatan, perawat, klien, dan keluarganya harus merencanakan perawatan yang
diarahkan pada membantu kllien meraih kembali atau mempertahankan konsep diri
yang sehat. Rencana perawatan didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan.
Hasil akan memberikan ukuran untuk menentukan apakah rencana perawatan pada
akhirnya berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan
realistis, sesuai dengan keadaan fisik dan psikososial klien saat ini. Setelah
menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan pada
penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi keperawatan
diarahkan pada faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya dalam
gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan persepsi negatif terhadap diri
setelah histerektomi, maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu klien
mencapai kembali feminitasnya dan menerima perubahan fisik yang berkaitan
dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang
diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri. Intervensi
difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan gangguan
konsep diri dan pada dukungan dan dorongan perkembangan metoda koping.
4.
Implementasi
Menciptakan
lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan mendukung penggalian diri penting
untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah konsep diri. Banyak variabel
yang mempengaruhi pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan personal.
Perawat harus dengan jelas dan tulus menunjukan perawatanya pada klien.
Kemudian akan berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan perawat
bermitra dengan klien dalam menetapkan intervensi yang sangat berguna.
F.
Definisi
Kehilangan dan Berduka
Kehilangan
dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan
adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Proses kehilangan.
1. Stressor internal atau eksternal --- gangguan dan
kehilangan --- individu memberi makana positif --- melakukan kompensasi dengan
kegiatan positif ---perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau eksternal --- gangguan dan
kehilangan --- individu memberi makna --- merasa tidak berdaya --- marah dan
berlaku agresi ---diekspresikan kedalam diri --- muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal dan eksternal --- gangguan dan
kehilangan --- individu memberi makan --- merasa tidak berdaya --- marah dan
berlaku agresi --- diekspresikan ke luar diri individu --- kompensasi dengan
prilaku konstruktif --- perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
4. Stressor internal dan eksternal --- gangguan dan
kehilangan --- individu memberi makna --- merasa tidak berdaya --- marah dan
berlaku agresi --- diekspresikan ke luar diri individu --- kompensasi dengan
prilaku destruktif --- merasa bersalah --- ketidakberdayaan .
G.
Jenis
Kehilangan dan Berduka
Terdapat 5 katagori kehilangan,
yaitu:
1. Kehilangan
seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )
Kehilangan seseorang
yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu
yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana
harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2. Kehilangan
yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF )
Bentuk lain dari
kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang.
Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan
fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek
diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3. Kehilangan
objek eksternal
Kehilangan objek
eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang
atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang
hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4. Kehilangan
lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan
dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan
latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara
permanen.
Contoh : pindah kekota
lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5. Kehilangan
kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat
mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang
disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon
berbeda tentang kematian
Jenis
berduka ada 4, yaitu:
· Berduka normal, terdiri atas perasaan,
perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan,
kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
· Berduka antisipatif, yaitu
proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang
sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang
akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum
ajalnya tiba
· Berduka yang rumit, dialami oleh
seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan
normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam
hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
· Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat
kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan
karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan
anaknya di kandungan atau ketika bersalin
H.
Respon
Berduka
Respons berduka seseorang terhadap
kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan
Perry,1997) :
· Tahap
Pengingkaran (denial).
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya,
atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik
yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan
pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa
menit hingga beberapa tahun.
· Tahap
Marah (anger). Pada tahap ini
individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada
orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak
jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain,
menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten.
Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat,
gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
· Tahap
Tawar-menawar (bargaining).
Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan
dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan
seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk
melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
· Tahap
depresi (depression). Pada tahap ini
pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat
menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan
bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak
makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
· Tahap
Penerimaan (acceptance).
Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang
selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang.
Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai
tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri
proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan
mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Asuhan keperawatan klien kehilangan dan berduka.
1. Pengkajian.
Faktor Predopsisi.
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon
kehilangan adalah :
·
Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis
dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi masalah
kehilangan.
·
Kesehatan
Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat,pola hidup yang
teratur,cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
·
Kesehatan Mental
Indivi yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai
riwayat depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis,selalu dibayangi
oleh masa depan yang suram,biasanya sangat peka dalam meghadapi situasi
kehilangan.
·
Pengalaman
Kehilangan di Masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti
pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemapuan individu dalam mengatasi
perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen,1991).
·
Struktur
Kepribadian
·
Individu dengan
konsep diri yang negative,perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya
diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
·
Faktor
Presipitasi
Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan
dapat berupa stress nyata,ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sefat
bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan,kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga,kehilangan posisi di
masyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta
benda atau orang yang dicintai,kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
·
Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukan
perilaku seperti:menangis atau tadak mampu menangis,marah-marah,putus
asa,kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bubuh dir atau ingin membunuh orang
lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyongkong
diagnosanya.
·
Mekanisme
Koping.
Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon
kehilangan antara lain :
Denial,Represi,Intelektualisasi,Regresi,Disosiasi,Supresi,dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas
stress yang dirasak sangat menyakitkan. Regresi dan Disosiasi sering ditemukan pada
depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering
dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan
dengan kematian ibu.
2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan
amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan
sehubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.
3. Perencanaan
Tujuan jangka panjang: Agar individu berperan aktif
melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek: Pasien mampu:
1. Mengungkapkan perasaan duka.
2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan
damai.
5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek
atau orang yang baru.
4. Prinsip Tindakan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Respon Kehilangan
1. Bina jalin hubungan yang saling percaya
2.Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu
kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil
hikmahnya.
3. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat
proses berduka.
4. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses
berduka.
5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota
keluarga.
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psychorelegious
therapy.
8. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut
:
a.
Fase
pengingkaran (denial)
·
Memberi kesempatan
kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
·
Menunjukan sikap
menerima,ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
·
Memberikan
jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,pengobatan dan
kematian.
b.
Fase Marah
(anger)
Mengijinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa
marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c.
Fase tawar
menawar (bargaining)
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan
perasaan takutnya.
d.
Fase depresi.
·
Mengidentifikasi
tingkat depresi dan risiko merusak diri pasien.
·
Membantu pasien
mengarungi rasa bersalah.
e.
Fase penerimaan
Membentu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak
bias dielakkan.
I.
Individu
Individu berasal
dari kata latin, “individuum”
yang artinya tak terbagi. Kata
individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang
paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai
keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas
yaitu sebagai manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A. Lysen.
Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia
yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam
dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa,
rasio, dan rukun.
·
Raga, merupakan
bentuk jasad manusia yang khas yang dapat membedakan antara individu yang satu
dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang sama
·
Rasa, merupakan
perasaan manusia yang dapat menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam
semesta atau perasaan yang menyangkut dengan keindahan
·
Rasio atau akal
pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi
segala sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia dan merupakan alat untuk
mencerna apa yang diterima oleh panca indera.
·
Rukun atau
pergaulan hidup, merupakan bentuk sosialisasi dengan manusia dan
hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis, damai dan saling melengkapi.
Rukun inilah yang dapat membantu manusia untuk membentuk suatu kelompok social
yang sering disebut masyarakat
J.
Keluarga
Ada beberapa
pandangan atau anggapan mengenai keluarga.
Menurut Sigmund
Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Lain
halnya Adler berpendapat bahwa
mahligai keluarga itu dibangun berdasarkan pda hasrat atau nafsu berkuasa.
Durkheim berpendapat
bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik ,
ekonomi dan keluarga.
Ki Hajar
Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga
adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu
mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama
memperteguh gabungan itub untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Secara Umum,
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara
umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan
pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi hubungannya dengan
orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Komponen
Konsep diri terdiri dari : identitas,
citra tubuh, ideal diri, harga
diri dan peran.
Stressor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu Stressor
Identitas, Stressor Citra tubuh, Sterssor Harga diri dan Sterssor Peran.
Kehilangan
dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Sedangkan berduka merupakan respon normal pada semua
kejadian kehilangan.
Individu berasal
dari kata latin, “individuum”
yang artinya tak terbagi.
Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri.
Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh
kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
Secara Umum,
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga
dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu
atap dalam keadaan saling ketergantungan.
B. Saran
·
Perawat harus menjalin hubungan yang
baik dengan klien untuk terwujudnya asuhan keperawatan yang dilakukan.
·
Perawat harus mendengarkan dan
mendorong pasien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan klien.
·
Perawat harus memberikan asuhan
keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan konsep diri.
·
Perawat harus menggunakan komunikais
teraupetik dan respon empati.
0 komentar:
Posting Komentar