Blog ini di buat untuk sekedar share ilmu khususnya ilmu keperawatan yang telah saya dapatkan dari berbagai sumber. Mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam materi yang di posting di blog ini untuk itu mohon masukan dan kritikannya dan jangan lupa kalau copas disertakan yah url blognya sebagai referensi hehehe. (Semoga bermanfaat).

Senin, 11 September 2017

GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN PADA LANSIA

- 0 komentar

BAB 1
PENDAHULUAN

      A.    Latar Belakang
Pada usia lanjut terjadi perubahan anatomi-fisiologi dan dapat timbul pula penyakit-penyakit pada sistem pernafasan. Usia harapan hidup lansia di Indonesia semakin meningkat karena pengaruh status kesehatan, status gizi, tingkat pendidikan, ilmu pengetahuan dan sosial ekonomi yang semakin meningkat sehingga populasi lansia pun meningkat. Pada tahun 2010 jumlah warga lanjut usia (lansia) di Indonesia akan mencapai 19.079.800 jiwa (BAPPENAS, BPS, UNFPA. 2005) pada tahun 2014 akan berjumlah 22.232.200 jiwa atau 9,6% dari total penduduk dan pada tahun 2025 akan meningkat sampai 414% dibandingkan tahun 2004 (WHO, 2005).
Fungsi primer dari sistem pernafasan adalah menghantarkan udara masuk dan keluar dari paru sehingga oksigen dapat dipertukarkan dengan karbondiaoksida. Sistem pernafasan atas meliputi hidung, rongga hidung, sinus-sinus, dan faring. Sistem pernafasan bawah meliputi trakhea, bronkus-bronkus, dan paru.
Rongga thoraks tersusun atas susunan tulang iga yang membatasi/rib cage (sebagai “dinding”) dan diafragma (sebagai “lantai”). Mediastinum membagi dua rongga pleura. Tiap paru terletak di dalam satu rongga pleura, yang dilapisi dengan membran serosa disebut pleura. Pleura parietal menutupi permukaan dalam dinding thoraks dan meluas hingga diafragma dan mediastinum. Pleura viseralis menutupi permukaan luar paru dan meluas hingga fisura antara lobus. Membran pleura mensekresi cairan pleura dalam jumlah sedikit, yang menciptakan kelembaban dan mantel licin untuk lubrikasi saat bernafas. Paru terbagi atas beberapa lobus yang terpisah dengan jelas. Paru kanan terdiri dari tiga lobus : lobus superior, media dan inferior. Paru kiri hanya memiliki dua lobus: lobus

superior, dan inferior. Dasar setiap paru terletak di atas permukaan diafragma.
Menurut ilmu demografi Indonesia dalam masa transisi demografi yaitu perubahan pola penduduk berusia muda ke usia tua. Infeksi saluran nafas bagian bawah akut dan tuberkulosis paru menduduki 5 penyakit terbanyak yang diderita oleh masyarakat. Gangguan sistem respirasi merupakan gangguan yang menjadi masalah besar di dunia khususnya Indonesia diantaranya adalah  penyakit pneumonia, TBC, dan asma. Menurut laporan WHO pada tahun 2006, Indonesia merupakan negara dengan tingkat kejadian  pneumonia tertinggi ke-6 di seluruh dunia. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 2001, pneumonia merupakan urutan terbesar penyebab kematian pada balita. Pneumonia dapat mengenai anak di seluruh dunia, bila diumpamakan kematian anak-anak di seluruh dunia akibat pneumonia, maka setiap jam, anak-anak sebanyak 1 pesawat jet penuh (230 anak) meninggal akibat  pneumonia, yang mencapai hampir 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia. Insiden pneumonia di negara berkembang adalah 10-20 kasus/100 anak/tahun (10-20%). Sedangkan insiden TBC, WHO mencatat peringkat Indonesia menurun ke posisi lima dengan jumlah  penderita TBC sebesar 429 ribu orang. Lima negara dengan jumlah terbesar kasus insiden pada tahun 2009 adalah India, Cina, Afrika  Selatan, Nigeria dan Indonesia (WHO, 2010).
Peningkatan insiden dan prevalensi pneumonia pada lansia  juga dikaitkan dengan penyakit komorbid yang diderita pasien, seperti diabetes melitus, penyakit jantung, malnutrisi, dan penyakit hati kronik. Sebagai contoh, diabetes melitus menyebabkan penurunan fungsi sistim imun tubuh baik proses kemotaksis maupun fagositosis. Pada gagal jantung kongestif yang disertai edema paru, fungsi clearance paru berkurang sehingga kolonisasi kuman pernafasan mudah berkembangbiak. Pasien yang sebelumnya sering mengonsumsi obat-obatan yang bersifat sedatif atau hipnotik berisiko tinggi mengalami aspirasi sehingga mempermudah

terjadinya infeksi. Hal itu disebabkan kedua obat tersebut menekan rangsang batuk dan kerja clearance mukosilier (WHO, 2010).
Dampak yang diakibatkan meliputi masa rawat yang lebih  panjang, biaya rawat yang lebih besar serta sering timbulnya komplikasi berat sehingga menimbulkan penurunan kualitas hidup. Infeksi saluran nafas atas dan influenza malah sering berlanjut menjadi pneumonia yang gejala dan tanda pneumonia pada lansia sering tidak khas yang menyebabkan keterlambatan diagnosis, belum lagi meningkatnya resistensi mikroba terhadap antibiotika. Adapun  peran kita sebagai seorang perawat dalam mencegah ataupun menangani gangguan yang terjadi pada sistem pernapasan lansia adalah memberikan pendidikan kesehatan pada lansia untuk mencegah terjadinya gangguan yang lebih kronis dan memberikan tindakan keperawatan sesuai wewenang kita sebagai seorang perawat sesuai indikasi yang diderita oleh lansia (Geffen, 2006).

     B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang diatas,kelompok merumuskan permasalahan sebagai berikut : “Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Pernaapasan (PPOM)”.

    C.    Tujuan
1.      Tujuan Umum
Makalah ini dibuat untuk bertujuan memenuhi salah satu tugas kelompok mata ajar keperawatan gerontik dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Gangguan Sistem Pernapasan (PPOM)”
2.      Tujuan Khusus
a.       Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan.
b.      Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.
c.       Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.
d.      Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia.
e.       Mengetahui proses asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan (PPOM).

     D.    Manfaat
Memberikan pengetahuan kepada mahasiswa tentang asuhan keperawatan pada lansia dengan gangguan sistem pernapasan (PPOM).






















BABA II
KONSEP TEORI

     A.    Konsep Dasar Lansia
1.      Pengertian
Usia lanjut adalah suatu kejadian yang pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai usia panjang, terjadinya tidak bisa di hindari siapapun. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu periode dimana seseorang telah “beranjak jauh” dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh dengan manfaat (Hurlock, 2000).
Menurut Undang-Undang RI nomor 13 tahun 1998, Depkes (2001) yang dimaksud dengan usia lanjut adalah seorang laki – laki atau  perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih  berkemampuan ( potensial) maupun karena sesuatu hal yang tidak mampu  berperan aktif dalam pembangunan (tidak potensial).
Wheeler, mengungkapkan usia tua tidak hanya dilihat dari  perhitungan kronologis atau berdasarkakan kalender saja, tetapi juga menurut kondisi kesehatan seseorang ( health age ). Sehingga umur sesungguh nya dari seseorang merupakan gabungan dari ketiga - tiganya (Nugroho, 2008).
Jadi  dapat disimpulkan bahwa lansia adalah suatu periode penutup dalam hidup seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 60 tahun atau lebih yang secara fisik masih potensial maupun tidak potensial.
2.      Batasan Lansia
Menurut Setyonegoro, dalam Nugroho ( 2008), pengelompokkan usia lanjut adalah sebagai berikut :
a.       Usia dewasa muda ( Elderly adulhood), 18 atau 20 – 25 tahun
b.      Usia dewasa penuh ( middle years ) atau maturitas, 25 – 60 atau 65 tahun
c.       Lanjut usia ( geriatric age ), lebih dari 65 atau70 tahun. Terbagi untuk umur 70 – 75 tahun ( young old), 75– 80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun ( very old ).
Sedangkan menurut WHO tahun 2005, Lanjut usia meliputi usia pertengahan yakni kelompok usia 45-59 tahun, Lanjut usia (Elderly) yakni 60-74 tahun, usia lanjut tua (Old) yakni 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) yakni lebih dari 90 tahun.
3.      Tipe Lansia
Beberapa tipe lansia tergantung dari karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonomi (Nugroho, 2008). Tipe tersebut antara lain :
a.       Tipe arif bijaksana kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan  perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan
b.      Tipe mandiri mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman, dan memenuhi undangan
c.       Tipe tidak puas konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi  pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan  banyak menuntut
d.      Tipe pasrah menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa saja
e.       Tipe bingung kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,  pasif, dan acuh yak acuh
4.      Proses penuaan
Penuaan merupakan konsekuensi yang tidak bisa dihindari oleh setiap manusia. Walaupun proses penuaan merupakan suatu proses yang normal, akan tetapi keadaan ini lebih menjadi beban. Hal ini secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri oleh beberapa orang yang lebih merasa menderita karena pengaruh penuaan. Proses penuaan mempunyai konsekuensi terhadap aspek biologis, psikologis dan sosial (Watson, 2003).

     B.     Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan
1.      Pengertian Sistem Pernapasan
Manusia membutuhkan suply oksigen secara terus-menerus untuk proses respirasi sel, dan membuang kelebihan karbondioksida sebagai limbah beracun produk dari proses tersebut. Pertukatan gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar proses respirasi sel terus berlangsung. Oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi sel ini berasal dari atmosfer, yang menyediakan kandungan gas oksigen sebanyak 21% dari seluruh gas yang ada. Oksigen masuk kedalam tubuh melalui perantaraan alat pernapasan yang berada di luar. Pada manusia, alveolus yang terdapat di paru-paru berfungsi sebagai permukaan untuk tempat pertukaran gas.
Sistem pernapasan adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel  dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.
Sistem pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam dan keluar paru.
Sistem pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran gas dalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan yang terjadi di dalam paru-paru yaitu “pernapasan luar”.

2.      Fungsi Sistem Pernafasan
Fungsi sistem pernapasan adalah untuk mengambil oksigen (O2) dari atmosfer ke dalam sel-sel tubuh dan untuk mentranspor karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan sel-sel tubuh kembali ke atmosfer. Organ-organ respiratorik juga berfungsi dalam produksi dalam produksi wicara dan berperan dalam keseimbangan asam basa,pertahanan tubuh melawan benda asing,dan pengaturan hormonal tekanan darah.

3.      Struktur Organ Sistem Pernapasan
a.       Berdasar anatomi:
Saluran nafas bagian atas terdiri dari : rongga hidung, faring dan laring.
Saluran nafas bagian bawah; trachea, bronchi, bronchioli dan percabangannya sampai alveoli.
b.      Berdasar fungsionalnya:
Area konduksi: sepanjang saluran nafas berakhir sampai bronchioli terminalis, tempat lewatnya udara pernapasan, membersihkan, melembabkan & menyamakan udara dengan suhu tubuh hidung, faring, trakhea, bronkus, bronkiolus terminalis.
Area fungsional atau respirasi: mulai bronchioli respiratory sampai alveoli, proses pertukaran udara dengan darah.

fig01



Organ Saluran Pernapasan Bagian Atas :
·         HIDUNG
fungsi : penyaring, pelembab, dan penghangat udara yang dihirup.
·         SINUS PARANASALIS
Sinus paranasalis adalah rongga dalam tulang tengkorak yang terletak di dekat hidung dan mata.
Fungsi : memperingan tulang tengkorak, memproduksi mukosa serosa dan memberikan resonansi suara.
·         FARING
Faring adalah rongga yg menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring ada tiga area : nasal, oral, dan laring nasofaring,orofaring dan laringofaring.
·         LARING
Laring adalah unit organ terakhir pada jalan napas bagian atas.
Fungsi : memisahkan makanan & udara,suara, dan timbulnya batuk.

Organ Saluran Pernapasan Bagian Bawah :
·         Tenggorokan (Trakea)
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda- benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
·         Cabang-cabang Tenggorokan (Bronki)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus.

·         Paru-paru (Pulmo)
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
4.      Mekanisme Pernapasan
a.       Ventilasi
Proses keluar dan masuknya udara dari luar menuju paru hingga alveoli atau sebaliknya.
b.      Pertukaran Gas
Pertukaran gas di dalam sistem pernapasan terbagi menjadi dua ada yang disebut dengan proses difusi dan proses perfusi

c.       Transportasi gas
Pengangkutan gas dengan darah dari paru menuju jantung untuk dibawa ke seluruh tubuh sebaliknya dari seluruh organ tubuh menuju jantung & paru.

5.      Kompliance Paru
a.       Kompliance paru adalah kemampuan paru untuk melakukan pengembangan yang dipengaruhi oleh tekanan dan volume paru.
b.      Kemampuan paru untuk mengecil adalah alastisitas
c.       Semakin besar volume paru, semakin kecil compliance sehingga tekanan paru juga kecil.
d.      Elastic Recoil adalah kemampuan paru untuk kembali ke bentuk semula dalam keadaan istirahat.
e.       Surfaktan adalah campuran lipoprotein yang mempengarui paru untuk ekspansi.

6.      Volume Paru
·         Tidal volume (TV) ; vol yg diinspirasi atau diekpirasi tiap kali bernafas normal, kira kira 500 mililiter pada rata2 orang dewasa muda
·         Vol. cadangan inspirasi (IRV) ialah volume udara ekstra yang diinspirasi mel. inspirasi kuat setelah volume alun nafas normal, mencapai 3000 mililiter
·         Volume cadangan ekspirasi (ERV) yaitu jumlah udara ekstra yang dpt diekspirasi oleh ekspirasi kuat setelah ekpirasi alun, sekitar 1100 mililiter.
·         Volume residu (RV) yaitu volume udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal.
·         Vital capacity (VC);IRV+TV+ERV  adalah; vol udara max yang dapat dikeluarkan , setelah terlebih dahulu inspirasi maksimum & kemudian ekspirasi sekuat-kuatnya/maximal (±4600ml).
·         Total lung capacity(TLC); volume udara max pengembangan paru dengan inspirasi maksimal (kira-kira 5800 mililiter):
= RV + ERV + TV + IRV
= FRC + IC

      C.    Perubahan Struktur dan Fisiologis Sistem Pernapasan Pada Lansia
Berikut adalah penjelasan tentang penyakit pernapasan pada lansia yang dimulai dengan penjelasan tentang perubahan anatomic dan fisiologik jantung:
1.         Perubahan anatomik pada respirasi
Efek penuaan tersebut dapat terlihat dari perubahan-perubahan yang terjadi baik dari segi anatomi maupun fisiologinya. Perubahan-perubahan anatomi pada lansia mengenai hampir seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi sel, jaringan atau organ. Perubahan anatomi yang terjadi turut berperan terhadap perubahan fisiologis sistem pernafasan dan kemampuan untuk mempertahankan homeostasis. Penuaan terjadi secara bertahap sehingga saat seseorang memasuki masa lansia, ia dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Perubahan anatomik sistem respirastory akibat penuaan adalah sebagai berikut :
a.         Paru-paru kecil dan kendur.
b.        Pembesaran alveoli.
c.         Penurunan kapasitas vital ; penurunan PaO2 dan residu
d.        Kelenjar mucus kurang produktif 
e.         Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
f.         Penurunan sensivitas sfingter esophagush.
g.        Klasifikasi kartilago kosta, kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangani.
h.        Hilangnya tonus otot toraks, kelemahan kenaikan dasar paru. Penurunan sensivitas kemoreseptor.
(Stanley, 2006).
2.         Perubahan Fisiologik pada pernapasan
Menurut Stanley, 2006 perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada lansia, yaitu:
Hilangnya silia serta terjadinya penurunan reflex batuk dan muntah pada lansia menyebabkan terjadinya penurunan perlindungan pada sistem respiratory. Hal ini terjadi karena saluran pernafasan tidak akan segera merespon atau bereaksi apabila terdapat benda asing didalam saluran pernafasan karena reflex batuk dan muntah pada lansia telah mengalami penurunan.
Penurunan kompliants paru dan dinding dada. Hal ini menyebabkan jumlah udara (O2) yang dapat masuk ke dalam saluran pernafasan menurun dan menyebabkan terjadinya peningkatan kerja pernafasan guna memenuhi kebutuhan tubuh.
Atrofi otot pernafasan dan penurunan kekuatan otot pernafasan. Kedua hal ini menyebabkan pengembangan paru tidak terjadi sebagai mestinya sehingga klien mengalami kekurangan suplay O2 dan hal ini dapat menyebabkan kompensasi penigkatan RR yang dapat menyebabkan kelelahan otot-otot pernafasan pada lansia.
Perubahan interstisium parenkim dan penurunan daerah permukaan alveolar menyebabkan menurunnya tempat difusi oksigen yang menyebabkan klien kekurangan suplay O2.
Penurunan mortilitas esophagus dang aster serta hilangnya tonus sfringter kardiak.Hal ini menyebabkan lansia mudah mengalami aspirasi yang apabila terjadi dapat mengganggu fisiologis pernafasan.
Paru-paru kecil dan mengendur. Paru-paru yang mengecil menyebabkan ruangatau permukaan difusi gas berkurang bila dibandingkan dengan dewasa.




3.         Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru
Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang dapat memperburuk fungsi paru, Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru antara lain :
a.    Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru. (Dharmojo dan Martono, 2006)
b.      Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pada obesitas, biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe restriktif. (Dharmojo dan Martono, 2006)
c.       Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot berkontraksi, sehingga kapasitas vital paksa atau volume paru akan relatif' berkurang. Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru), misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya. Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif. (Dharmojo dan Martono, 2006)
d.      Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah:
1)      Pembedahan toraks (jantung dan paru)
2)      Pembedahan abdomen bagian atas.
3)      Anestesi atau jenis obat anastesi tertentu
Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru. Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi paru : atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena timbulnya gagal nafas. (Dharmojo dan Martono, 2006)

4.         Penyakit pernapasan pada Usia Lanjut
Pada proses menua terjadi penurunan compliance dinding dada, tekanan maksimalinspirasi dan ekspirasi menurun dan elastisistas jaringan paru juga menurun. Pada pengukuranterlihat FEV1, FVC menurun, PaO2 menurun, V/Q naik. Penurunan ventilasi alveolar, merupakanrisiko untuk terjadinya gagal napas. Selain itu terjadi perubahan berupa (Lukman, 2009):
a.         Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasiberkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b.        Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensialterjadi penumpukan sekret.
c.         Penurunan aktivitas paru ( inspirasi & ekspirasi ) sehingga jumlah udara pernafasan yangmasuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang kira kira 500 ml.
d.        Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang (luas permukaan normal 50m²), menyebabkan terganggunya prose difusi.
e.         Penurunan oksigen (O2) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu proses oksigenasi darihemoglobin, sehingga O2 tidak terangkut semua kejaringan.
f.         CO2 pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O2 dalam arteri juga menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
g.        Kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari salurannafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi.
Penyebab kegawatan napas pada lansia meliputi obstruksi jalan napas atas, hipoksi karenapenyakit paru obstruktif kronik (PPOK), pneumotoraks, pneumonia aspirasi, rasa nyeri, bronkopneumonia, emboli paru, dan asidosis metabolik. Akan tetapi penyakit respirasi yang sering terjadi pada lansia adalah pneumonia, tuberkulosis paru, sesak napas, nyeri dada.

Mickey Stanley dan Patricia Gauntlett Beare dalam bukunya buku ajar keperawatan gerontik, perubahan struktur anatomis dan fisiologis  pada lansia dapat di klasifikasikan sebagai berikut :
Perubahan Anatomis dan Gangguan Fungsi Pulmonal
Perubahan
Hasil
Perubahan
1. Kalsifikasi kartilago kosta
·         Peningkatan diameter anteroposterior
·         Peningkatan pernapasan abdomen dan diafragma
·         Peningkatan kerja pernapasan
·         Penurunan PaO2
2. Atrofi otot pernapasan
·         Peningkatan risiko untuk terjadinya  kelelahan otot inspirasi
·         Penurunan kecepatan aliran ekspirasi maksimal
3. Penurunan dalam rekoil elastis
·         Peningkatan volume penutupan
·         Peningkatan udara yang terjebak
·         Ketidakcocokan ventilasi-perfusi
·         Peningkatan volume residu
4. Pembesaran duktus alveolar
·         Menurunnya area permukaan alveolar
·         Menurunnya kekuatan kapasitas vital
5. Peningkatan ukuran dan kekakuan trakea dan jalan napas pusat
·         Menurunnya kapasitas difusi
·         Peningkatan ruang mati
·         Menurunnya kapasitas vital

Penyebab Perubahan Cadangan Fisiologis dan Mekanisme Perlindungan Pulmonal.
Perubahan
Hasil
Konsekuensi
1. Hilangnya Silia
Kurang efektifnya peningkatan mukosilia
Peningkatan risiko gangguan respirasi
2. Penurunan refleks muntah dan batuk
Jalan napas yang tidak terlindung
Peningkatan risiko cedera pulmonal
3. Penumpulan respons terhadap hipoksemia dan hiperkapnia
Penurunan saturasi oksigen
Penurunan cadangan fisiologis
4. Penurunan fungsi limfosit T dan imunitas humoral
Penurunan respons antibodi terhadap antigen spesifik
Peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
Berkurangnya respons hipersensitivitas lambat (respons negatif palsu terhadap tes derivatif protein yang dimurnikan).
Penurunan efisiensi dari vaksinasi
5. Penurunan fungsi reseptor β2
Penurunan respons terhadap agonis β2 yang dihirup
Peningkatan kesulitan dalam menangani asma
6. Penurunan motilitas esofagus dan gaster dan hilangnya tonus sfingter kardiak
Peningkatan risiko refluks ke esofagus
Peningkatan risiko terjadinya aspirasi

Perubahan Normal Pada Sistem Pulmonal Akibat Penuaan
Perubahan Normal yang Berhubungan dengan Penuaan
Implikasi Klinis
Paru – paru kecil dan kendur
Penurunan daerah permukaan untuk difusi gas.
Hilangnya rekoil elastis
Pembesaran alveoli
Penurunan kapasitas vital
Penurunan saturasi O2 dan peningkatan volume
Penurunan PaO2 residu
Pengerasan bronkus dengan peningkatan resistensi
Dispnea pada saat aktivitas
Kalsifikasi kartilago kosta,kekakuan tulang iga pada kondisi pengembangan
Emfisema senilis,pernapasan abdominal,hilangnya suara paru pada bagian dasar
Hilangnya tonus otot toraks,kelemahan kenaikan dasar paru
Atelektasis,Akumulasi cairan
Kelenjar mukus kurang produktif
Sekresi kental,sulit untuk dikeluarkan
Penurunan sensitivitas sfingter esofagus
Hilangnya sensasi haus,silia kurang aktif,aspirasi
Penurunan sensitivitas kemoreseptor
Tidak ada perubahan dalam PaCO2,kurang aktifnya paru-paru pada gangguan asam basa



D.    Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang sering ada 4 macam: pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM),dan karsinoma paru.
1.      Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
             PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu. PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis, bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru dan penyakit saluran nafas perifer.

2.      Etiologi.
             Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1 antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.

3.      Patofisiologi.
             Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal.  Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah akan mengalami gangguan.

4. Gambaran klinik.
             Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).

5. Diagnosis.
             Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik), meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
             Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan jari tabuh.
             Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri (spirogram) atau memeriksa nilai arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter.
                 Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan pemeriksaan akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan untuk melihat beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.



Tingkatan PPOM menurut National Institute Of Health Lung and Blood, Bethesda 2001.
TINGKATAN
NILAI / DERAJAT
PERSENTASI VEP I
0
Resiko
Spirometry Normal
Gejala menaun (batuk, produksi sputum)
I
Ringan
≥ 80 %
II
Sedang
< 80 %
III
Berat
< 30 %

6. Penatalaksanaan.
             Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhati­kau faktor-faktor yang dapat memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan .meniadakannya atau menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita, misalnya :
·         Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya kebiasaan merokok, polusi udara dan lingkungan pe­kerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran nafas) dan perubahan cuara.
·         Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu dilakukan.
·         Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu diketahui apakah penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya. Penyakit lain di luar paru, misalnya sinusitis, faringitis dan sebagainya.

Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
·         Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi juga pada fase kronik.
·         Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
·         Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut :        
·         Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok, menghindari polusi udara..
·         Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
·         Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
·         Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih kontroversial.
·         Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
o   Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
o   Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
o   Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
·         Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2 liter/menit.
·         Tindakan rehabilitasi.
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut :
o   Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
o   Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang paling efektif baginya
o   Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan  tujuan uatuk memulihkan kesegaran jasmaninya.
o   Vocational guidance : usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agar sedapat-dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
o   Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita dengan penyakit yang dideritanya.

7.      Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok, minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan Fara yang lazim.
1.         Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)
2.         Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita TB paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
3.         Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1) pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999)


























BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA
 DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF MENAHUN (PPOM)

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia dikarenakan penyakit ini sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39 tahun 2000).
A.    Pengkajian
      Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari – hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur dan stress.
     
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna, jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing (dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
     
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1.      Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2.      Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3.      Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4.      Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5.      Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6.      Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?

Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1.      Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2.      Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3.      Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4.      Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
5.      Apakah tampak sianosis?
6.      Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7.      Apakah pasien mengalami edema perifer?
8.      Apakah pasien batuk?
9.      Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10.  Bagaimana status sensorium pasien?
11.  Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1.      Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari karena  sulit bernafas.
2.      Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3.      Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4.      Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan, turgor kulit buruk, berkeringat.
5.      Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-hari, kebersihan buruk, bau badan.
6.      Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7.      Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8.      Seksualitas
Penurunan libido.
9.      Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).

     B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM menurut (Kushariyadi:2011), antara lain :
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
-          Infeksi
-          Trauma
-          Kerusakan perseptual / kognitif
-          Bronkospasme
-          Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
-          Penurunan energi / kelemahan
Ditandai dengan :
-          Sianosis,dispnea,demam,takipnea
-          Pernyataan kesulitan bernapas
-          Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot aksesori
-          Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
-          Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum
2. Kerusakan Pertukaran Gas
Berhubungan dengan :
-          Perubahan aliran darah
-          Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
-          Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, dan jebakan udara).
-          Kerusakan membran alveo-kapiler.
Ditandai dengan :
-          Dipsnea.
-          Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
-          Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
-          Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
-          Perubahan tanda vital.
-          Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan dengan :
-          Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap makanan karena faktor biologis dan psikologis.
-          Dipsnea.
-          Kelemahan.
-          Efek samping obat.
-          Produkasi sputum.
-          Anoreksia, mual/muntah.
Ditandai dengan :
-          Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
-          Penurunan berat badan.
-          Kehilangan masa otot, tonus otot buruk.
-          Kelemahan.
-          Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
-          Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi
Faktor risiko meliputi :
-          Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan patogen.
-          Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
-          Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan pada lingkungan).
-          Proses penyakit kronis.
-          Malnutrisi.
5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan
Berhubungan dengan:
-          Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
-          Salah mengerti tentang informasi
-          Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Ditandai dengan:
-          Pertanyaan tentang informasi
-          Pernyataan masalah/kesalahan konsep
-          Tidak akurat mengikuti intruksi
-          Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
  1. Intervensi / Perencanaan
1. Ketidakefektifan  Bersihan Jalan Napas
Berhubungan dengan :
-          Infeksi
-          Trauma
-          Kerusakan perseptual / kognitif
-          Bronkospasme
-          Peningkatan produksi sekret,sekresi tertahan,tebal,sekresi kental
-          Penurunan energi / kelemahan
Ditandai dengan :
-          Sianosis,dispnea,demam,takipnea
-          Pernyataan kesulitan bernapas
-          Perubahan kedalaman atau kecepatan pernapasan,penggunaan otot aksesori
-          Bunyi napas abnormal,misal,mengi,ronkhi,krekels
-          Batuk (menetap),dengan / tanpa produksi sputum
Kriteria hasil / kriteria evaluasi :
-          Mempertahankan kepatenan jalan napas dengan bunyi napas bersih
-          Menunjukan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas,misal,batuk efektif dan mengeluarkan sekret.
Tindakan keperawatan :
No
Tindakan atau intervensi
rasional

Mandiri :

1
 Bunyin nafas. Catat adanya bunyi napas, misal, mengi, ronhi, dan krekels.
Beberapa drajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas dan dapat /dimanispestasikan adanya bunyi nafas adventisius , misal, penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (asma berat) atau tidak ada bunyi nafas (emfisema)
2
Kaji frekuensi pernafasan. Catat rasio inspirasi/ekspirasi
Takipnea biasanya ditemukan selama stress/proses infeksi akut. Pernafasan melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi
3
Catat derajat dispnea, misal, keluhan sesak, gelisah ansietas, distress pernafasan, dan penggunaan otot bantu nafas
Disfungsi pernafasan selain proses akut yang menimbulkan perawatan dirumah sakit , misal, infeksi, reaksi alergi.
4
Beri posisi yang nyaman, misal, peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandaran tempat tidur.
Peniggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi. Dukungan tangan/kaki dengan meja, bantal, membantu menurunkan kelemahan otot, dan sebagai alat ekspansi dada.
5
Bantu untuk mengambil posisi batuk yang nyaman dan ajarkan teknik batuk yang efektif.
Bentuk efektif membutuhkan napas dalam kontraksi otot pernapasan, khususnya otot abdomen, untuk meningkatkan tekanan intratorak dan pegleuaran sekresi.
6
Lakukan vibrasi pada daerah yang sesuai selama ekshalasi
Tetapi fisik dada meliputi vibrilasi, perkusi, dan drainase postural bagian paru tertentu (segmen). Vibrilasi dilakukan pada dinding dada, bersama dengan gaya gravitasi dan ekshalasi perlahan setelah napas dalam, mengeluarkan lendir yang tersembunyi pada jalan napas dan membersihkannya.
7
Minimalkan polusi lingkungan misalnya debu, asap, dan  bulu bantal yang berhubungan kondisi individu
Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan mejadi episode akut
8
Bantu latihan napas abdomen atau bibir
Memberikan beberapa cara mengatasi dan mengontrol dispnea
9
Observasi karakteristi batuk, misal, menetap, batuk pendek. Bantu tindakan memperbaiki keefektifan batuk
Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektf, khususnya klien lansia, sakit akut/kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk tinggi/kepala dibawah, setelah perkusi dada
10
Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/ hari sesuai toleranasi jantung, memberikan air hangat. Anjurkan masukan cairan sebagai pengganti makanan
Hidrasi menurunkan kekentalan secret sehingga mempermudah pengeluaran. Penggunaan cairan hangat menurunkan spasne bronkus, cairan selama makan meningkatkan distensi gaster dan tekanan diafragma

Kolaborasi

11
Berobat sesuai indikasi.
Bronkodilator, misal, agonis: epineprin(adrenalin, paponeprin), albuterol (proventil ,pentolin), terbutalin (brethinine, brethaire), isoetarin (bronkosol, bronkometer)
Merelaksasi otot halus dan menurunkan kongestil okal, menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi, mukosa. Obat obat mungkin per oral, injeksi atau inhalasi

Tindakan atau interfensi
Rasional

-          Xantil, misal, aminupilin, oxtripilin







Steroid oral, IV. Dan inhalasi metal prednisolon, ( medrol, dexametason (decnadal, antihistamin, misal, beklometason, triansimolon,




Antimicrobial


Analgesic, penekan batuk/antitusif, misal kodein, dextromethorphan


Menurunkan edema glukosa dan spasma otot polos dalam peningkatan langsung siklus amp menurunkan kelemahan otot/ kegagalan pernapasan dengan meningkatkan kontrakbilitas diafragma

Kortikosteroid mencegah reaksi alergi/menghambat pengeluaran hestamin menurunkan berat dan prekeuensi sepasme jalan napas, implamasi pernapasan, dan dipsnea.

Mengontrol infeksi pernapasan atau penomonia

Batuk menetap yang melelahkan perlu diteakan untuk mengehemat energi dan memunginkan klien istirahat.
12
Berikan humidifikasi tambahan, msial, nebulizer ultranik, humidifier aerosol ruangan
Kelembapan menurunkan kekentalan secret sehingga  mempermudah pengeluaran dan membantu menurunkan/mencegah pembenetukan mukosan tebal pada bronkus
13
Bantu pengobatan pernapasan, misal, IPPB, fisioterapi dada
Drainase postural dan perkusi untuk membuangnya banyaknya sekresi kental dan memperbaiki ventilasi pada segmen dasar paru. Catatan : dapat meningkatkan spasme bronkus pada asma
14
Awasi atau buat grafik GDA, nadi oksimetri, foto dada.
Membuat dasar untuk pengawasan kemajuan/kemunduran proses penyakit dan komplikasi

2. Kerusakan Pertukaran Gas
Berhubungan dengan :
-          Perubahan aliran darah
-          Perubahan kapasitas angkut oksigen oleh darah
-          Perubahan suplai oksigen (obstruksi jalan nafas oleh sekresi, spasme bronkus, dan jebakan udara).
-          Kerusakan membran alveo-kapiler.
Ditandai dengan :
-          Dipsnea.
-          Somnolen, mudah terangsang, bingung, gelisah.
-          Ketidakmampuan mengeluarkan sekret.
-          Nilai GDA abnormal (hipoksia dan hiperkapnia).
-          Perubahan tanda vital.
-          Penurunan toleransi terhadap aktivitas.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
-          Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres pernapasan.
-          Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam tingkat kemampuan/situasi.
-          Berkurang atau tidak adanya gangguan status mental dan istirahat.
Tindakan keperawatan :
Tindakan/intervensi
Rasional
Mandiri :
1. Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan. Catat penggunaan otot bantu napas, pernapasan bibir, ketidakmampuan bicara.
Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses penyakit.
2. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan/napas bibir sesuai kebutuhan atau toleransi klien.
Pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dipsnea, dan kerja napas.
3. Kaji secara rutin kulit dan warna membran mukosa.
Sianosis perifer (pada kuku)/sentral (pada bibir dan daun telinga) berwarna keabu-abuan. Sianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
4. Dorong mengeluarkan sputum, lakukan penghisapan bila diindikasikan.
Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil. Penghisapan dibutuhkan bila batuk tidak efektif.
5. Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan bunyi tambahan.
Bunyi napas redup karena penurunan aliran udara/area konsolidasi.mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekels basah menyebar menunjukkan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6. Palpasi fremitus.
Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara.
7. Awasi tingkat kesadaran/status mental. Selidiki adanya perubahan.
Gelisah dan ansietas adalah manifestasi umum hipoksia. GDA memburuk disertai bingung/somnolen menunjukkan disfungsi serebral berhungan dengan hipoksemia.
8. Evaluasi tingkat toleransi aktivitas, berikan lingkungan tenang. Batasi aktivitas atau dorong untuk tidu/istirahat di kursi selama fase akut. Lakukan aktivitas bertahap dan tingkatkan sesuai toleransi.
Selam distres pernapasan berat/akut/refraktori klien tidak mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipksemia dan dipsnea. Program latihan ditujukan meningkatkan ketahanan, kekuatan tanpa menyebabkan dipsnea berat, dan meningkatkan rasa sehat.
9. Awasi tanda vital dan irama jantung.
Takikardia, disritmia, dan perubahan tekanan darah menunjukan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
Kolaborasi :
10. Awasi GDA dan nadi oksimetri.
PaCO2 biasanya meningkat (bronkitis, emfisema) dan PaO2 secara umum menurun sehingga hipoksia terjadi dengan derajat lebih kecil/lebih besar. Catatan : PaCO2 “normal”/meningkat menandakan kegagalan pernapasan yang akan datang selama asmatik.
11. Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi klien.
Mencegah memburuknya hipoksi. Catatan ; emfisema kronis, mengatur pernapasan ditentukan oleh kadar CO2 dikeluarkan dengan PaO2 berlebihan.
12. Berikan penekan susunan saraf pusat (antiansietas, sedatif, narkotik) dengan hati-hati.
Mengontrol ansietas/gelisah meningkatkan konsumsi oksigen, eksaserbasi dipsnea. Pantau ketat karena dapat terjadi gagal napas.
13. Bantu intubasi, berikan/pertahankan ventilasi mekanik.
Kegagalan napas perlu upaya tindakan penyelamatan hidup.

3. Perubahan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Berhubungan dengan :
-          Ketidakmampuan untuk menelan atau mencerna makanan atau menyerap makanan karena faktor biologis dan psikologis.
-          Dipsnea.
-          Kelemahan.
-          Efek samping obat.
-          Produkasi sputum.
-          Anoreksia, mual/muntah.

Ditandai dengan :
-          Kelemahan otot menelan atau pengunyah.
-          Penurunan berat badan.
-          Kehilangan masa otot, tonus otot buruk.
-          Kelemahan.
-          Mengeluh gangguan sensasi pengecapan.
-          Keengganan untuk makan, kurang tertarik pada makanan.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
-          Menunjukan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
-          Mengonsumsi diet tinggi kalori yang seimbang (±2400 kalori).
-          Menunjukan perilaku atu perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat.

Tindakan keperawatan:
Tindakan/intervensi
Rasional
Mandiri:
1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Klien distres pernapasan akut sering anoreksia karena dipsnea, produksi sputum, dan obat. Klien PPOM mempunyai kebiasaan buruk, meskipun kegagalan pernapasan membuat status hiprmetabolik dan terjadi peningkatan kebutuhan kalori.
2. Auskultasi bunyi usus
Penurunan bising usus menunjukan penurunan motilitas gaster dan konstipasi berhubungan dengan pembatasan pemasukkan cairan, pilihan makan buruk, penurunan aktivitas, dan hipoksemia.
3. Berikan perawatan oral sering, buang sekrekt, berikan wadah khusus untuk sekali pakai dan tisu.
Rasa tidak enak, bau, dan penampilan adalah pengganggu utama nafsu makan, membuat mual, muntah dengan peningkatan kesulitan nafas.
4. Ajarkan dan awasi penggunaan makan sehari-hari.
Mencatat asupan oral dan kemajuan klien terhadap asupan yang tidak adekuat.
5. dorong periode istirahat semalam, serta 1 jam sebelum dan sesudah makan. Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Menurunkan kelemahan selama waktu makan dan memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
6. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.
Mengahasilkan distensi abdomen yang mengganggu napas abdomen dan gerakan diafragma, serta dapat meningkatkan dipsnea.
7. Hindari makanan yang sangat panas/sangat dingin.
Suhu ekstrem mencetuskan/meningkatkan spasme batuk.
8. Timbang berat badan sesuai indikasi.
Menentukan kebutuhan kalori, menyusun target berat badan, dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
Catatan : penurunan berat badan dapat berlanjut, meskipun masukan adekuat.
9. Bantu keluarga merencanakan makanan tinggi kalori dan protein.
Penambahan kecil seperti margarin, mentega dan coklat akan meningkatkan asupan kalori.
Kolaborasi :
10. Konsul ahli gizi/nutrisi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, nutrisi seimbang, misal, nutrisi tambahan oral atau selang, serta secara parenteral.
Metode makan dan kebutuhan kalori didasarkan pada situasi/kebutuhan klien untuk memberikan nutrisi maksimal dengan upaya minimal klien atau penggunaan energi.
11. Kaji pemerikasaan laboratorium, misal, albumin serum, transferin, asam amino, besi, keseimbangan nitrogen, glukosa, fungsi hati dan elektrolit.
Mengevaluasi atau mengatasi kekurangan dan mengawasi keefektifan terapi nutrisi.
12. Berikan oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Menurunkan dipsnea dan meningkatkan energi untuk makan.

4. Risiko Tinggi Terhadap Infeksi
Faktor risiko meliputi :
-          Kurangnya pengetahuan untuk menghindar dari lingkungan patogen.
-          Tidak adekuatnya pertahanan utama (kulit luka, penurunan kerja silia, menetapnya sekret).
-          Tidak adekuatnya imunitas (kerusakan jaringan, penigkatan pemajanan pada lingkungan).
-          Proses penyakit kronis.
-          Malnutrisi.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi :
-          Menyatakan pemahaman penyebab atau faktor risiko.
-          Tidak mengalami infeksi.
-          Mengidentifikasi intervensi utuk mencegah atau menurunkan risiko infeksi.
-          Menunjukan teknik perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Tindakan keperawatan :
Tindakan /intervensi
Rasional
1. Observasi waktu.
Demam terjadi karena infeksi/dehidrasi.
2. Auskultasi paru secara ketat. Anjurkan klien melaporkan bila sakit tenggorokan.
Tanda khusus inflamasi mungkin tidak terlihat pada neutropenia.
3. Kaji pentingnya latihan napas, batuk efektif, perubahan posisi sering, dan masukan cairan adekuat.
Aktivitas meningkatkan mobilitas dan pengeluaran sekret untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi paru.
4. Observasi warna, karakter, nau aputum.
Sekret berbau, kuning/kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
5. Tunjukan dan bantu tentang pembuangan tisu dan sputum. Tekankan teknik cuci tangan yang benar dan penggunaan sarung tangan bila memegang/membuang tisu, serta wadah sputum.
Mencegah penyebaran patogen melalui cairan.
6.  Awasi pengunjung, berikan masker sesuai indikasi.
Menurunkan potensial terpajan penyakit infeksi (misal ISK).
7. Dorong keseimbangan antara aktivitas dan istirahat.
Menurunkan kebutuhan keseimbangan oksigen dan meningkatkan penyembuhan.
8. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat.
Malnutrisi memengaruhi kesehatan umum, menurunkan tahanan terhadap infeksi.
Kolaborasi:
9. Dapatkan spesimen sputum dengan batuk/penghisapan untuk pewarnaan kuman gram, kultur, atau sensitivitas.
Mengidentifikasi organisme penyebab dan ketahanan terhadap berbagai antimikrobal.
10. Berikan antimikrobal sesuai indikasi.
Diberikan untuk mikroorganisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur dan sensitivitas, atau berikan secara profolaktik karena resiko tinggi.

5. Kurang pengetahuan (Kebutuhan Belajar) mengenai kondisi, pengobatan
Berhubungan dengan:
-          Kurang informasi/tidak mengenal ssumber informasi
-          Salah mengerti tentang informasi
-          Kurang mengingat/keterbatasan kognitif
Ditandai dengan:
-          Pertanyaan tentang informasi
-          Pernyataan masalah/kesalahan konsep
-          Tidak akurat mengikuti intruksi
-          Terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
Kriteria hasil/kriteria evaluasi:
-          Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan tindakan.
-          Mengidentifikasi hubungan tanda/gejala yang ada dari proses penyakit dan hubungan dengan faktor penyebab.
-          Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam program pengobatan.
Tindakan keperawatan:
Tindakan/intervensi
Rasional
Mandiri:
1. Jelaskan tentang proses penyakit. Dorong klien atau keluarga untuk mengajukan pertanyaan.
Menurunkan ansietas dan menimbulkan perbaikan partisipasi rencana pengobatan.
2. Intruksikan klien untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.
Nafas bibir dan nafas abdominnal atau diafragma menguatkan otot pernafasan, meminimalkan kolaps jalan nafas kecil. Latihan kondisi umum meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan rasa sehat. 
3. Diskusikan obat pernafasan, efek samping, dan reaksi yang tidak di inginkan.
Penting untuk memahami perbedaan antara efek samping pengganggu (obat dianjurkan) dan efek samping merugikan (dihentikan/diganti).
4. Tunjukan teknik penggunaan dosis inhaler seperti cara memegang, interval semprotan 2-5 menit, bersihkan inhaler.
Pemberian obat yang tepat meningkatkan penggunaan dan keefektifan.
5. Hindari agen sedatif antiansietas kecuali diresepkan.
Meskipun klien gugup dan perlu sedatif, obat ini dapat menekan pernafasan dan melindungi mekanisme batuk.
6. Tekankan pentingnya perawatan oral atau kebersihan gigi
Menurunkan pertumbuhan bakteri mulut, yang menimbulkan infeksi saluran nafas atas.
7. Diskusikan untuk menghindari orang yang terinfeksi pernafasan. Tekankan perlunya vaksinasi influenza.
Menurunkan pemajanan dan insiden mendapatkan infeksi saluran nafas atas.
8. Diskusikan faktor yang meningkatkan kondisi, misal, udara terlalu kering, angin, lingkungan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, dll. Dorong klien atau keluarga mencari cara mengontrol.
Faktor lingkungan dapat menimbulkan atau meningkatkan iritasi bronkial, serta menimbulkan peningkatan produksi sekter dan hambatan jalan nafas.
9. Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan untuk berhenti merokok pada klien dan keluarga.
Penghentian merokok menghambat kemajuan PPOM. Usaha berhenti merokok diperlukan kelompok pendukung dan pengawasan medik.
10. Berikan informasi tentang pembatasan aktivitas dengan periode istirahat untuk mencegah kelemahan, menghemat energi selama aktivitas menggunakan nafas bibir, posisi berbaring.
Mempunyai pengetahuan membantu klien dalam membuat pilihan/keputusan informasi untuk menurunkan dispnea, memaksimalkan tingkat aktivitas yang diinginkan, dan mencegah komplikasi.
11. Diskusikan pentingnya mengikuti perawatan medis, foto rontgen, dan kultur sputum.
Pengawasan proses penyakit membuat program terapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan mencegah komplikasi.
12. Rujuk untuk evaluasi perawatan dirumah. Berikan rencana perawatan dan pengkajian dasar fisik untuk perawatan.
Memberikan kelanjutan perawatan dan menurunkan frekuensi perawatan dirumah sakit.

  1. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan. Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving, untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru. Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.(Leukenotte, M A, 2000 : 502)







BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran nafas, antara lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM.  Untuk mencegab melanjunya penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.

B.     Saran
Untuk Lansia menghindari faktor resiko :
1.      Anjurkan klien untuk tidak merokok
2.      Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3.      Anjurkan klien untuk menghindari alergen
4.      Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5.      Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
Untuk keluarga memberikan dukungan :
1.      Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
2.      Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3.      Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif





[Continue reading...]
 
Copyright © . BEING AS NURSE - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger