BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri merupakan
alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun merupakan
salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan
nyeri merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat
meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri tersebut dan
mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan merasakan nyeri
yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada dua individu
yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang sama
menghasilkan respon yang identik pada seseorang.
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan
karena nyeri merupakan faktor utama yang menyebabkan ketidaknyamanan pada
seorang individu. Pada sebagian besar klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh
suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat untuk berpotensi mencederai. Bagi
dokter nyeri merupakan masalah yang membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk
mengukur atau memastikan nyeri. Dokter hampir semata-mata mengandalkan
penjelasan dari pasien tentang nyeri dan keparahannya. Nyeri alasan yang paling
sering diberikan oleh klien ditanya kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera
klien sudah sedemikian luas diterima sehingga banyak institusi sekarang
menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan mengelompokkannya dengan tanda-tanda
klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak
waktunya bersama pasien yang mengalami nyeri dibanding tenaga professional
perawatan kesehatan lainnya dan perawat mempunyai kesempatan untuk membantu
menghilangkan nyeri dan efeknya yang membahayakan. Peran pemberi
perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi dan mengobati penyebab
nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan nyeri. Perawat tidak hanya
berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain tetapi juga memberikan
intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi pereda nyeri,
mengevaluasi efektivitas intervensi, dan bertindak sebagai advokat pasien saat
intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik untuk
pasien dan keluarga, mengajarkan mereka untuk mengatasi penggunaan analgetik
atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri jika memungkinkan.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa itu kenyamanan ?
2. Apa itu nyeri ?
3. Bagaimana sifat nyeri itu ?
4. Bagaimana fisiologi nyeri itu ?
5.
Seperti apa klasifikasi nyeri ?
6.
Seperti apa stimulus nyeri itu ?
7.
Bagaimana teori nyeri itu ?
8.
Apa saja factor yang mempengaruhi
nyeri ?
9.
Bagaiman masalah-masalah pada
kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) ?
10. Bagaimana
proses keperawatan pada
kebutuhan
rasa nyaman (bebas nyeri)
: masalah-masalah pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) : perawatan luka ,
etiologi (patofisiologi) tiap masalah, pengkajian keperawatan,(anamnesa focus
masalah, pemeriksaan fisik focus masalah, prosedur diagnostic/data penunjang),
diagnose perawatan (DP), perencanaan keperawatan tiap DP,tindakan keperawatan tiap DP (distraksi,relaksasi,pemijatan
(massage),kompres panas dingin), evaluasi keperawatan tiap DP ?
1.3 Tujuan
Makalah
ini di buat dengan tujuan agar mahasiswa,
tenaga kesehatan atau tenaga medis dapat memahami dan mengaplikasikannya
dilapangan khususnya
mengenai kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri).
1.4 Manfaat
Makalah
ini di buat oleh kami agar meminimalisir kesalahan dalam tindakan praktik
keperawatan yang di sebabkan oleh ketidak pahaman dalam kebutuhan oksigenasi dalam
keperawatan sehingga berpengaruh besar terhadap kehidupan klien.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Kenyamanan.
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry,
2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu
kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan
nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang mencakup empat aspek
yaitu:
1. Fisik,
berhubungan dengan sensasi tubuh.
2. Sosial,
berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
3. Psikospiritual,
berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga
diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
4. Lingkungan,
berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti
cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman
diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan,
dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa
nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan hipo /
hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo / hipertermia
merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien yang
ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
2.2
Definisi Nyeri.
Nyeri adalah perasaan yang
tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat
menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut (Long,1996). Secara umum,nyeri
dapat didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat
(Priharjo,1992).
Berikut adalah pendapart beberapa ahli
rnengenai pengertian nyeri:
1. Mc.
Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang memengaruhi
seseorang yang keberadaanya diketahui hanya jika orang tersebut pernah
mengalaminya.
2. Wolf
Weifsel Feurst (1974), mengatakan nyeri merupakan suatu perasaan menderita
secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
3. Artur
C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh,
timbul ketika jaringan sedang dirusak, dan menyebabkan individu tersebut
bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
4. Scrumum
mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat
terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak dan
diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis maupun emosional.
Istilah
dalam nyeri
1. Nosiseptor
: Serabut syaraf yang mentransmisikan nyeri.
2. Non-nosiseptor
: Serabut syaraf yang biasanya tidak mentransmisikan nyeri.
3. System
nosiseptif : System yang teribat dalam transmisi dan persepsi terhadap nyeri.
4. Ambang
nyeri : Stimulus yang paling kecil yang akan menimbulkan nyeri.
5. Toleransi
nyeri : intensitas maksimum/durasi nyeri yang individu ingin untuk dapat
ditahan.
2.3 Sifat Nyeri.
Sifat nyeri
sebagai berikut :
1. Nyeri
melelahkan dan membutuhkan banyak energi
2. Nyeri bersifat
subyektif dan individual
3. Nyeri tak dapat
dinilai secara objektif seperti sinar X atau lab darah
4. Perawat hanya
dapat mengkaji nyeri pasien dengan melihat perubahan fisiologis tingkah laku
dan dari pernyataan klien
5. Hanya klien
yang mengetahui kapan nyeri timbul dan seperti apa rasanya
6. Nyeri merupakan
mekanisme pertahanan fisiologis
7. Nyeri merupakan
tanda peringatan adanya kerusakan jaringan
8. Nyeri mengawali
ketidakmampuan
9. Persepsi yang
salah tentang nyeri menyebabkan manajemen nyeri jadi tidak optimal
Secara
ringkas, Mahon mengemukakan atribut nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri
bersifat individu
2. Nyeri
tidak menyenangkan
3. Merupakan
suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat
tidak berkesudahan
2.4
Fisiologi Nyeri.
Munculnya nyeri sangat berkaitan erat
dengan reseptor dan adanya rangsangan. Reseptor nyeri dapat memberikan respons
akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa
kimiawi, termal, listrik, atau mekanis. Stimulasi oleh zat kimiawi diantaranya
seperti histamine, bradikmin, prostaglandin, dan macam-macam asam seperti
adanya asam lambung yang meningkat pada gastritis atau stimulasi yang
dilepaskan apabila terdapat kerusakan pada jaringan. (A.Aziz, 2008 : 121), Selanjutnya, stimulus
yang diterima oleh reseptor tersebut ditransmisikan berupa impuls-impuls nyeri
ke sumsum tulang belakang oleh dua jenis serabut, yaitu serabut A (delta) yang
bermielin rapat dan serabut ramban (serabut C). Impuls-impuls yang ditransmisikan
oleh serabut delta A, mempunyai sifat inhibitor yang ditransmisikan ke serabut
C. (A.Aziz, 2008 : 121).
Dalam sumber yang lain dibahas :
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik ,
emosi , dan perilaku . cara yang baik untuk memahami pengalaman nyeri , akan
membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi dan
reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf saraf
perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari
beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di
medulla spinalis.terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau
ditransmisi tanpa ahambatan ke kortek serebral, maka otak menginterpretasi
kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair,1990).
2.5
Klasifikasi Nyeri.
Di dalam buku ajar kebutuhan
dasar manusia (Wahit Iqbal Mubarok,2008) klasifikasi nyeri dibagi menjadi tiga
:
- Nyeri
perifer,nyeri ini terbagi menjadi 3 macam : (1). Nyeri superfisial,yaitu
rasa nyeri yang muncul akibat rangsangan pada kulit dan mukosa; (2). Nyeri
visceral,yaitu rasa nyeri yang muncul akibat stimulasi pada reseptor nyeri
di rongga abdomen,cranium,dan toraks; (3). Nyeri alih,yaitu nyeri yang
dirasakan pada daerah lain yang jauh dari jaringan penyebab nyeri.
- Nyeri
sentral yaitu nyeri yang muncul akibat stimulus pada medulla
spinalis,batang otak,dan thalamus.
- Nyeri
psikogenik yaitu nyeri yang tidak diketahui penyebab fisiknya. Dengan kata
lain,nyeri ini timbul akibat pikiran si penderita sendiri.
Seringkali,nyeri ini muncul karena factor psikologis,bukan fisiologis.
Dalam sumber yang lain dibahas klasifikasi nyeri :
1. Berdasarkan
sumbernya
a.
Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan.
Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). (ex: terkena ujung pisau atau
gunting)
b. Deep
somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pembuluh Darah,
tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lebih lama daripada cutaneous. (ex:
sprain sendi)
c. Visceral
(pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan
thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan
penyebab.
a. Fisik.
Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic.
Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah diidentifikasi, bersumber dari
emosi/psikis dan biasanya tidak disadari. (Ex: orang yang marah-marah,
tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya
nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
3. Berdasarkan
lama/durasinya
a. Nyeri
akut. Nyeri akut biasanya awitannya tiba- tiba dan umumnya berkaitan dengan
cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cedera telah
terjadi. Hal ini menarik perhatian pada kenyataan bahwa nyeri ini benar terjadi
dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara
potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada
penyakit sistematik, nyeri akut biasanya menurun sejalan dengan terjadi
penyembuhan; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya
kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai
nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan.
b. Nyeri
kronik. Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan
yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan
tetap dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut
dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa sesuatu tidak berjalan
sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.
4. Berdasarkan
lokasi/letak
a. Radiating
pain. Nyeri menyebar dari sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac
pain)
b. Referred
pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dari
jaringan penyebab
c. Intractable
pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d. Phantom
pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang (ex: bagian tubuh
yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena injuri medulla
spinalis
Nyeri secara esensial dapat dibagi atas
dua tipe yaitu nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam
proses survival dengan melindungi organisme dari cedera atau sebagai petanda
adanya proses penyembuhan dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses
patologis pada sistem saraf atau akibat dari abnormalitas respon sistem saraf.
Kondisi ini merupakan suatu penyakit (pain as a disease).
Pada
praktek klinis sehari-hari kita mengenal 4 jenis nyeri:
1. Nyeri
Nosiseptif
Nyeri dengan stimulasi singkat dan tidak
menimbulkan kerusakan jaringan. Pada umumnya, tipe nyeri ini tidak memerlukan
terapi khusus karena perlangsungannya yang singkat. Nyeri ini dapat timbul jika
ada stimulus yang cukup kuat sehingga akan menimbulkan kesadaran akan adanya
stimulus berbahaya, dan merupakan sensasi fisiologis vital. Intensitas stimulus
sebanding dengan intensitas nyeri. Contoh: nyeri pada operasi, nyeri akibat
tusukan jarum, dll.
2. Nyeri
Inflamatorik
Nyeri dengan stimulasi kuat atau
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan atau lesi jaringan. Nyeri tipe II ini
dapat terjadi akut dan kronik dan pasien dengan tipe nyeri ini, paling banyak
datang ke fasilitas kesehatan. Contoh: nyeri pada rheumatoid artritis.
3. Nyeri
Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat
adanya lesi sistem saraf perifer (seperti pada neuropati diabetika,
post-herpetik neuralgia, radikulopati lumbal, dll) atau sentral (seperti pada
nyeri pasca cedera medula spinalis, nyeri pasca stroke, dan nyeri pada
sklerosis multipel).
4. Nyeri
Fungsional
Bentuk sensitivitas nyeri ini ditandai
dengan tidak ditemukannya abnormalitas perifer dan defisit neurologis. Nyeri
disebabkan oleh respon abnormal sistem saraf terutama hipersensitifitas
aparatus sensorik. Beberapa kondisi umum memiliki gambaran nyeri tipe ini yaitu
fibromialgia, iritable bowel syndrome, beberapa bentuk nyeri dada non-kardiak,
dan nyeri kepala tipe tegang. Tidak diketahui mengapa pada nyeri fungsional
susunan saraf menunjukkan sensitivitas abnormal atau hiper-responsifitas
(Woolf, 2004).
Nyeri nosiseptif dan nyeri inflamatorik
termasuk ke dalam nyeri adaptif, artinya proses yang terjadi merupakan upaya
tubuh untuk melindungi atau memperbaiki diri dari kerusakan. Nyeri neuropatik
dan nyeri fungsional merupakan nyeri maladaptif, artinya proses patologis
terjadi pada saraf itu sendiri sehingga impuls nyeri timbul meski tanpa adanya kerusakan
jaringan lain. Nyeri ini biasanya kronis atau rekuren, dan hingga saat ini
pendekatan terapi farmakologis belum memberikan hasil yang memuaskan
(Rowbotham, 2000; Woolf, 2004).
2.6
Stimulus Nyeri.
Seseorang dapat Menoleransi menahan
nyeri (pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi nyeri sebelum
merasakan nyeri (pain threshold). Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, di
antaranya:
1. Motorik
disebabkan karena
• Gangguan
dalam jaringan tubuh
• Tumor,
spasme otot
• Sumbatan
dalam saluran tubuh
• Trauma
dalam jaringan tubuh
2. Thermal
(suhu)
• Panas
dingin yang ekstrim
3. Kimia
• Spasme
otot dan iskemia jaringan
2.7 Teori
Nyeri.
Ada
4 teori yang berusaha menjelaskan bagaiman nyeri itu timbul dan terasa, yaitu :
1. Teori
spesifik ( Teori Pemisahan)
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor
dikhususkan untuk menerima suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya
dihantarkan melalui serabut A delta dan serabut C di perifer dan traktus
spinothalamikus di medulla spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori
ini tidak mengemukakan komponen psikologis.. Menurut teori ini rangsangan sakit
masuk ke medula spinalis (spinal cord) melalui kornu dorsalis yang bersinaps di
daerah posterior. Kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median
ke sisi lainnya dan berakhir di korteks sensoris tempat rangsangan nyeri
tersebut diteruskan.
2. Teori
pola (pattern)
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama
pada nyeri adalah pola informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh
adanya suatu stimulus timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu
menimbulkan pola aksi potensial tertentu. Rangsangan nyeri masuk melalui akar
ganglion dorsal ke medulla spinalis dan merangsang aktivitas sel. Hal ini
mengakibatkan suatu respons yang merangsang ke bagian yang lebih tinggi, yaitu
korteks serebri serta kontraksi menimbulkan persepsi dan otot berkontraksi
sehingga menimbulkan nyeri. Persepsi dipengaruhi olch modalitas respons dari
reaksi sel.tu. Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa
sentuhan.
3. Teori
kontrol gerbang (gate control)
Pada teori ini bahwa impuls nyeri dapat
diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka
dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan
tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu keseimbangan
aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur
proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan
substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu,
terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang
melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal
dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme
penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien
dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di
otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari
tubuh. Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat
pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo
merupakan upaya untuk melepaskan endorphin.
• Dikemukanan
oleh Melzack dan wall pada tahun 1965
• Teori
ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat.
• Dalam
teori ini dijelaskan bahwa Substansi gelatinosa (SG) yg ada pada bagian ujung
dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating
Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi
nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan
nyeri.
• Impuls
nyeri bisa lewat jika pintu gerbang terbuka dan impuls akan di blok ketika
pintu gerbang tertutup
• Menutupnya
pintu gerbang merupakan dasar terapi mengatasi nyeri
• Berdasarkan
teori ini perawat bisa menggunakannya untuk memanage nyeri pasien
• Neuromodulator
bisa menutup pintu gerbang dengan cara menghambat pembentukan substansi P.
• Menurut
teori ini, tindakan massase diyakini bisa menutup gerbang nyeri
4. Teori
Transmisi dan Inhibisi.
Adanya stimulus pada nociceptor memulai
transmisi impuls-impuls saraf, sehingga transmisi impuls nyeri menjadi efektif
oleh neurotransmiter yang spesifik. Kemudian, inhibisi impuls nyeri menjadi
efektif oleh impuls-impuls pada scrabut-serabut besar yang memblok
impuls-impuls pada serabut lamban dan endogcn opiate sistem supresif.
2.8 Faktor
Yang Mempengaruhi Nyeri.
Nyeri merupakan hal yang kompleks,
banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang
perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien
yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat
dan memilih terapi nyeri yang baik.
a.
Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia
adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang
dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini
dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri.
Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang
dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai
kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan
mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa
mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami
kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
b.
Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan
wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka
terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang
sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter &
Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih
banyak dibandingkan dengan pria.
c.
Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya
mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang
diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
Nilai-nilai
budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi
nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien
dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti
diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku
nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali
nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini
berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari
mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang.
Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih
besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan
respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri
pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
d.
Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa
ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan.
Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan
nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif
menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau
berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri.
Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan
secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif
untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang
ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
e.
Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih
berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut
terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan
lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda
sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi
jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan
yang tidak adekuat.
Cara
seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri
selama rentang kehidupannya
f.
Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang
berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa
pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja
sudah merupakan efek positif.
Harapan
positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau
intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien
tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya.
Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan
nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang
diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan
pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam
meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
g.
Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi
respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang
sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport,
membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin
akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus
yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
h.
Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan
menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan.
Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol
lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek
nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu
selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga,
latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien
dan menurunkan nyeri klien.
Sumber
koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada
support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada
tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi
kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan
yang datang (Potter & Perry, 1993).
2.9
Masalah-Masalah Pada Kebutuhan Rasa Nyama (Bebas Nyeri).
Masalah-masalah
pada kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) diartikan sesuai klasifikasi nya.
Yaitu:
1. Nyeri
menurut tempat dan sumbernya
• Peripheral
pain
• Superficial
pain (nyeri permukaan)
• Dreppain
(nyeri dalam)
• Defereed
( nyeri alihan)
Nyeri
fisik : Nyeri fisik disebabkan karena kerusakan jaringan yang timbul dari
stimulasi serabut saraf pada struktur somatik viseral.
Nyeri
somatic : Nyeri yang terbatas waktu berlangsungnya kecuali bila diikuti
kerusakan jaringan diikuti rasa nyeri pada sigmen spinal lokasi tertentu.
Nyeri
Viseral : Nyeri yang sulit ditentukan lokasi nya karena lokasinya dari organ
yang sakit ke seluruh tubuh.
Sentral
pain/ nyeri sentral thalamik : Nyeri ini terjadi karena perangsangan system
saraf pusat,spinal cord,batang otak,dll.
Psyhcogenik
pain : Nyeri yang dirasakan tanpa penyebab mekanik, tetapi akibat trauma
psikologis dan pengaruhnya terhadap fisik.. Biasanya disebabkan oleh ketegangan
otot yang kronis yang terjadi pada klien yang mengalami stress yang lama.
2. Nyeri
menurut sifatnya
• Seperti
diiris benda tajam
• Seperti
ditusuk pisau
• Seperti
terbakar
• Seperti
diremas-remas
3. Menurut
berat dan ringannya
• Nyeri
ringan : Nyeri yang intensitasnya ringan
• Nyeri
sedang : Nyeri yang intensitasnya menimbulkan reaksi
• Nyeri
Berat : Nyeri yang intensitasnya tinggi
4. Menurut
waktunya
• Nyeri
Kronis
- Berkembang
secara progresif selama 6 bulan lebih
- Reaksinya
menyebar
- Respon
parasimpatis
- Penampilan
Depresi dan menarik diri
- Pola
serangan tidak jelas.
• Nyeri
akut
- Berlangsung
singkat kurang dari 6 bulan
- Terelokasi
- Respon
system saraf parasimpatis
- Penampilan:
Gelisah , cemas
- Pola
serangan jelas
2.10 Proses
Keperawatan Kebutuhan Rasa Nyaman (Bebas Nyeri).
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan terhadap individu
dengan nyeri termasuk deskripsi nyeri juga faktor-faktor lain yang mungkin
dapat mempengaruhi nyeri dan respon individu terhadap strategi pereda nyeri.
Pengkajian
nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
1.
Menetapkan data dasar
2.
Menegakan
diagnose keperawatan yang tepat
3.
Menyeleksi
terapi yang cocok
4.
Mengevaluasi
respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri
dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa
nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat
djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi
klien terhadap nyeri
Banyak
klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah
perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi
efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2. Klasifikasi pengalaman
nyeri
Perawat
mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka
dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri
bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten,
persisten atau terbatas.
3. Karakteristik nyeri
a. Onset dan
durasi
Perawat
mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan,
seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri
itu pada waktu yang sama
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alatbantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numerik, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yangdigunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alatbantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numerik, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yangdigunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang dikembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
B.
Diagnosa
1).
Nyeri
kronik berhubungan dengan :
a).
Proses
keganasan
b).
Jaringan
perut
c).
Kontrol
nyeri yang tidak adekuat
2).
Cemas
berhubungan dengan nyeri yang dirasakan
3). Nyeri
akut berhubungan dengan fraktur panggul
4).
Koping
individu tidak efektif berhubungan dengan nyeri kronik
5).
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
6).
Resiko
injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi terhadap nyeri
7).
Ansietas
yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.
8).
Defisit
perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri muskuloskeletal
9).
Disfungsi
seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul
10).
Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah
11).
Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik.
12).
Nyeri adalah yang berhubungan dengan :
a).
Cedera
fisik atau trauma
b).
Penurunan
suplai darah ke jaringan
c).
Proses
melahirkan normal.
C.
Intervensi
1). Mengidentifikasi tujuan
untuk penatalaksanaan nyeri
Informasi yang diperoleh perawat melalui
pengkajian pasien digunakan untuk mengidentifikasi tujuan-tujuan menangani
nyeri. Tujuan yang diidentifikasi didiskusikan atau divalidasi bersama pasien.
Bagi beberapa pasien, tujuan dapat merupakan peredaan nyeri total. Namun,
begitu, bagi banyak orang harapan ini adalah tidak realistic. Tujuan lainnya
dapat mencakup penurunan intensitas, durasi atau frekuensi dari nyeri dan
menurunkan efek-efek negatif nyeri yang ada pada pasien.
2).
Hubungan perawat-pasien dan penyuluhan pasien
Dua tindakan keperawatan yang menjadi
dasar dari semua penatalaksanaan nyeri lainnya adalah:
a).
Hubungan perawat-klien
b).
Penyuluhan pada pasien tentang nyeri dan cara meredakannya.
Hubungan perawat-klien yang positif dan
penyuluhan merupakan kunci dari penatalaksanaan analgesia pada pasien yang
mengalami nyeri karena komunikasi yang terbuka dan kerja sama pasien penting
untuk keberhasilannya. Penyuluhan sama pentingnya karena pasien atau keluarga
mungkin bertanggung jawab terhadap penanganan nyeri di rumah dan mencegah serta
menangani efek samping.
3).
Memberikan perawatan fisik
Pasien dengan nyeri mungkin tidak mampu
untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang lazim atau untuk melakukan perawatan
diri yang lazim. Karenanya, penting artinya untuk membantu individu yang
nyerinya mengganggu perawatan diri untuk menjalani aktivitas ini. Pasien sering
lebih nyaman saat kebutuhan fisik dan perawatan dirinya terpenuhi dan upaya
telah dibuat untuk memastikan posisinya senyaman mungkin. Baju yang bersih dan
mengganti linen tempat tidur sejalan dengan upaya untuk membuat pasien merasa
segar (mis : menyikat gigi, menyisir rambut) sering meningkatkan tingkat
kenyamanan dan meningkatkan keefektifan tindakan pereda nyeri. Pemberian
perawatan fisik pada pasien juga memberikan kesempatan pada perawat untuk
melakukan pengkajian secara lengkap dan untuk mengidentifikasi masalah-masalah
yang mungkin memperberat rasa tidak nyaman dan nyeri pada pasien. Sentuhan
fisik yang sesuai dan lembut selama merawat dapat menenangkan dan menyenangkan.
4).
Menangani ansietas yang berhubungan dengan nyeri
Ansietas dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap nyeri. Pasien yang mengantisipasi nyeri lebih cemas.
Mengajarkan pasien tentang sifat dari pengalaman nyeri yang akan dialami dan
cara-cara yang ada untuk menurunkan nyeri sering menurunkan ansietas. Orang
yang mengalami nyeri akan menggunakn strategi yang dipelajari sebelumnya untuk
mengurangi nyeri. Pembelajaran tentang tindakan pereda nyeri dapat mengurangi
ancaman nyeri dan memberikan individu indera kendali.
D. Implementasi.
Implementasi dalam memenuhi
kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri ) dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Distraksi
Tehnik distraksi adalah pengalihan dari
fokus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang lain. Tehnik distraksi dapat
mengatasi nyeri berdasarkan teori bahwa aktivasi retikuler menghambat stimulus
nyeri. jika seseorang menerima input sensori yang berlebihan dapat menyebabkan
terhambatnya impuls nyeri ke otak (nyeri berkurang atau tidak dirasakan oleh
klien),. Stimulus yang menyenangkan dari luar juga dapat merangsang sekresi
endorfin, sehingga stimulus nyeri yang dirasakan oleh klien menjadi berkurang.
Peredaan nyeri secara umum berhubungan langsung dengan partisipasi aktif
individu, banyaknya modalitas sensori yang digunakan dan minat individu dalam
stimulasi, oleh karena itu, stimulasi penglihatan, pendengaran dan sentuhan
mungkin akan lebih efektif dalam menurunkan nyeri dibanding stimulasi satu
indera saja (Tamsuri, 2007).
Jenis
Tehnik Distraksi antara lain :
1) Distraksi
visual
Melihat pertandingan, menonton televisi,
membaca koran, melihat pemandangan dan gambar termasuk distraksi visual.
2) Distraksi
pendengaran
Diantaranya mendengarkan musik yang
disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih
musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk
berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan
tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.
(Tamsuri, 2007).
Musik klasik salah satunya adalah musik
Mozart. Dari sekian banyak karya musik klasik, sebetulnya ciptaan milik
Wolfgang Amadeus Mozart (1756-1791) yang paling dianjurkan. Beberapa penelitian
sudah membuktikan, Mengurangi tingkat ketegangan emosi atau nyeri fisik.
Penelitian itu di antaranya dilakukan oleh Dr. Alfred Tomatis dan Don Campbell.
Mereka mengistilahkan sebagai “Efek Mozart”.
Dibanding musik klasik lainnya, melodi
dan frekuensi yang tinggi pada karya-karya Mozart mampu merangsang dan
memberdayakan daerah kreatif dan motivatif di otak. Yang tak kalah penting
adalah kemurnian dan kesederhaan musik Mozart itu sendiri. Namun, tidak berarti
karya komposer klasik lainnya tidak dapat digunakan (Andreana, 2006)
3) Distraksi
pernafasan
Bernafas ritmik, anjurkan klien untuk
memandang fokus pada satu objek atau memejamkan mata dan melakukan inhalasi
perlahan melalui hidung dengan hitungan satu sampai empat dan kemudian
menghembuskan nafas melalui mulut secara perlahan dengan menghitung satu sampai
empat (dalam hati). Anjurkan klien untuk berkosentrasi pada sensasi pernafasan
dan terhadap gambar yang memberi ketenangan, lanjutkan tehnik ini hingga
terbentuk pola pernafasan ritmik.
Bernafas
ritmik dan massase, instruksi kan klien untuk melakukan pernafasan ritmik dan
pada saat yang bersamaan lakukan massase pada bagaian tubuh yang mengalami
nyeri dengan melakukan pijatan atau gerakan memutar di area nyeri.
4) Distraksi
intelektual
Antara lain dengan mengisi teka-teki
silang, bermain kartu, melakukan kegemaran (di tempat tidur) seperti
mengumpulkan perangko, menulis cerita.
5) Tehnik
pernafasan
Seperti bermain, menyanyi, menggambar
atau sembayang
6) Imajinasi
terbimbing
Adalah kegiatan klien membuat suatu
bayangan yang menyenangkan dan mengonsentrasikan diri pada bayangan tersebut
serta berangsur-angsur membebaskan diri dari dari perhatian terhadap nyeri
2. Relaksasi.
- Membantu
pasien menurunkan stres tanpa pharmakologi
- Memberikan
dan meningkatkan pengalaman subjektif bahwa ketegangan fisiologis bisa
direlaksasikan sehingga relaksasi akan menjadi kebiasaan berespon pada
keadaan-kaadaan tertentu ketika otot tegang
- Menurunkan
stess pada individu, relaksasi dalam dapat mencegah manifestasi psikologis
maupun fisiologis yang diakibatkan stress.
3. Pemijatan (masase).
Tindakan keperawatan dengan cara
memberikan masase pada klien dalam memenuhi kebutuhan rasa nyaman (nyeri) pada
daerah superfisial atau pada otot/tulang. Tindakan masase ini hanya untuk
membantu mengurangi rangsangan nyeri akibat terganggunya sirkulasi.
Tujuan
1. Meningkatkan
sirkulasi pada daerah yang dimasse.
2. Meningkatkan
relaksasi.
Alat
dan bahan
1. Minyak
untuk masase
2. Handuk
Prosedur
kerja
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan
2. Cuci
tangan
3. Lakukan
masase pada daerah yang dirasakan nyeri selama 5-10 menit
4. Lakukan
masase dengan menggunakan telapak tangan dan jari dengan tekanan halus.
§ Teknik
masase dengan gerakan tangan selang-seling (tekanan pendek,cepat,dan bergantian
tangan) dengan menggunakan telapak tangan dan jari dengan memberikan tekanan
ringan. Dilakukan bila nyeri dipinggang.
§ Teknik
remasan (mengusap otot bahu),dapat dilakukan bila nyeri terjadi pada daerah
sekitar bahu.
§ Teknik
masase dengan gerakan menggesek dengan menggunakan ibu jari dan gerakan
memutar. Masase ini dilakukan bila nyeri dirasakan di daerah punggungdan
pinggang secara menyeluruh.
§ Teknik
eflurasi dengan kedua tangan,dapat dilakukan bila nyeri terjadi di daerah
punggung dan pinggang.
§ Teknik
petrisasi dengan menekan pungung secara horizontal.
§ Teknik
tekanan menyikat dengan menggunakan ujung jari,digunakan pada akhir masase
dasar pinggang.
4. Kompres panas dan dingin.
Kompres
panas basah merupakan tindakan keperawatan dengan memberikan kompres panas
basah yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman. Tindakan ini dapat
dilakukan pada pasien yang mengalami nyeri,risiko terjadi infeksi luka,dan
kerusakan fisik (mobilitas),tetapi bila kompres panas basah digunakan pada
permukaan jaringan yang tertutup (bengkak) tidak memerlukan prinsip steril.
Tujuan
:
1. Memperbaiki
sirkulasi
2. Menghilangkan
endema
3. Meningkatkan
drainase pus
4. Mengurangi
rasa nyeri
Alat
dan bahan
1. Larutan
/ air hangat dengan suhu (43-46 c)
2. Hands
coon
3. Kantung
buli-buli (opsional)
4. Electrical
pad (opsional)
Kompres
panas dengan buli-buli
1. Buli-buli
diisi air/larutan hangat 1/3-2/3 bagian.
2. Buli-buli
dibungkus dengan kantung buli-buli.
3. Letakan
buli-buli tersebut pada daerah luka yang tertutup/edema/memar
4. Catat
respons pasien,selama tindakan khususnya keadaan area yang dikompres.
5. Cuci
tangan.
Kompres
menggunakan elektrikal pad
1. Periksa
tegangan listrik sesuaikan voltasenya
2. Pasang
stop kontak
3. Atur
panasnya.
4. Letakan
elektrikal pad pada bagian yang akan dikompres.
5. Catat
respons pasien dan keadaan area yang dikompres.
6. Cuci
tangan setelah prosedur dilakukan.
Kompres
dingin basah
Tindakan
keperawatan dengan cara memberikan kompres dingin basah dalam memenuhi
kebutuhan rasa nyaman (hipotermia),yaitu memberikan rasa dingin dengan
menggunakan lap atau kain yang dicelupkan ke dalam air dingin. Kompres ini
dapat dilakukan pada dahi,ketiak atau lipatan paha.
Tujuan
Menurunkan
suhu tubuh pada hipertermia.
Alat
dan bahan
1. Baskom
berisi air dingin.
2. Pengalas.
3. Kain/waslap
4. Termometer
Prosedur
kerja
1. Jelaskan
prosedur yang akan dilakukan.
2. Cuci
tangan.
3. Ukur
suhu tubuh.
4. Pasang
pengalas di bawah tempat yang akan dikompres.
5. Basahi
kain dengan air dingin.
6. Letakan
kain yang telah dibasahi pada daerah aksila,dahi,atau lipatan paha.
7. Cuci
tangan setelah prosedur dilakukan.
8. Catat
perubahan atau respon pasien dan suhu tubuhnya.
E.
Evaluasi
Aspek penting dalam merawat pasien yang
mengalami nyeri adalah mengkaji kembali nyeri setelah intervensi diterapkan.
Mengevalusi seberapa efektif tindakan yang diterapkan didasarkan pada
pengkajian nyeri pasien, seperti yang dituangkan dalam perangkat pengkajian
nyeri. Jika intervensi tidak efektif, perawat harus mempertimbangkan tindakan
lain. Jika tindakan ini juga tidak efektif, tujuan-tujuan meredakan nyeri harus
dikaji kembali dalam konsultasi dengan dokter. Perawat bertindak sebagai
advokat pasien dalam mendapatkan tambahan pereda nyeri. Setelah
intervensi mengalami keberhasilan, pasien diminta untuk menilai intensitas
nyerinya. Pengkajian ini diulangi pada interval yang sesuai setelah intervensi
dan dibandingkan dengan nilai sebelumnya. Pengkajian ini menunjukkan
keefektidan tindakan pereda nyeri dan memberikan dasar untuk melanjutkan atau
memodifikasi rencana perawatan. Hasil-hasil yang diharapkan berikut ini
digunakan untuk mengkaji keefektifan tindakan pereda nyeri :
Hasil
yang diharapkan:
1.
Pencapaian pereda nyeri
a.
Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah (pada skala 0-10) setelah
intervensi.
b.
Nilai nyeri pada intensitas yang lebih rendah untuk periode yang lebih panjang.
2.
Pasien atau keluarga memberikan medikasi analgesic yang diresepkan dengan
benar.
a.
Menyebutkan dosis obat yang benar.
b.
Memberikan dosis obat yang benar dengan menggunakan prosedur yang benar.
c.
Mengidentifikasi efek samping obat.
d.
Menjelaskan tindakan yang dilakukan untuk mencegah atau mengoreksi efek
samping.
3.
Menggunakan strategi nyeri nonfarmakologik sesuai yang direkomendasikan.
a.
Melaporkan praktik dari strategi nonfarmakologis.
b.
Menggambarkan hasil yang diharapkan dari strategi nonfarmakologis.
4.
Melaporkan efek minimal nyeri dan efek samping minimal dari intervensi.
a.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk penyembuhan (mis : minum,
batuk, ambulasi)
b.
Berpartisipasi dalam aktivitas yang penting untuk diri sendiri dan keluarga
(mis : aktivitas keluarga, hubungan interpersonal, menjadi orangtua, interaksi
sosial, rekreasi, pekerjaan).
c.
Melaporkan tidur yang adekuat dan tidak ada keletihan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan.
Kolcaba
(1992, dalam Potter & Perry, 2005) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari),
kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri).
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat
subjektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan
mengevaluasi perasaan tersebut (Long,1996). Secara umum,nyeri dapat
didefinisikan sebagai perasaan tidak nyaman,baik ringan maupun berat
(Priharjo,1992).
Secara ringkas, Mahon mengemukakan
atribut nyeri sebagai berikut:
1. Nyeri
bersifat individu
2. Nyeri
tidak menyenangkan
3. Merupakan
suatu kekuatan yang mendominasi
4. Bersifat
tidak berkesudahan
Di dalam buku ajar kebutuhan
dasar manusia (Wahit Iqbal Mubarok,2008) klasifikasi nyeri dibagi menjadi tiga
:1. Nyeri perifer,2. Nyeri sentral,3. Nyeri psikogenik
Proses keperawatan kebutuhan
rasa nyaman (bebas nyeri) meliputi distraksi,relaksasi
,pemijatan (masase) kompres panas dan dingin.
3.2 Saran.
Dari
pemaparan diatas, kami memberikan saran dalam ilmu kesehatan khususnya ilmu
keperawatan penting sekali memahami dan mahir dalam memenuhi kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri) terhadap klien
dalam asuhan keperawatan secara
tepat agar terhindar dari kesalahan dalam tindakan baik itu dirumah sakit
maupun di masyarakat yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat,
A.Aziz Alimul, 2006, Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan, Jakarta: Salemba Medika
Kozier,Berman,Snyder,2011,Buku Ajar Fundamental Keperawatan,Jakarta : EGC
Mubarak,Iqbal wahit,2008,Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori dan Aplikasi Dalam Praktik,Jakarta : EGC
0 komentar:
Posting Komentar