Blog ini di buat untuk sekedar share ilmu khususnya ilmu keperawatan yang telah saya dapatkan dari berbagai sumber. Mungkin masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam materi yang di posting di blog ini untuk itu mohon masukan dan kritikannya dan jangan lupa kalau copas disertakan yah url blognya sebagai referensi hehehe. (Semoga bermanfaat).

Sabtu, 25 Juli 2015

KEBUTUHAN PSIKOSOSIAL


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Setiap individu memiliki latar belakang yang berbeda dalam proses kehidupannya, mulai dari lahir hingga mencapai titik kedewasaannya. Sehingga di dalam diri setiap individu terdapat berbagai macam cara identifikasi serta perubahan melalui proses yang berbeda pula dan diharapkan menuju arah yang lebih baik. Di dalamnya terdapat hubungan timbal balik antara satu individu dengan individu lainnya dan dari identifikasi tersebut didapatkan pola tingkah laku dari hasil pemikiran yang panjang.
Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain. Kita mulai membentuk konsep diri saat usia muda. Masa remaja adalah waktu yang kritis ketika banyak hal secara kontinu mempengaruhi konsep diri.
Konsep diri adalah citra subyektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar maupun sadar. Konsep diri dikembangkan melalui proses yang sangat kompleks yang melibatkan banyak variable. Keempat komponen konsep diri adalah identitas, citra tubuh, harga diri dan peran.
Konsep diri seseorang dinyatakan melalui sikap dirinya yang merupakan aktualisasi orang tersebut. Manusia sebagai organisme yang memiliki dorongan untuk berkembang yang pada akhirnya menyebabkan ia sadar akan keberadaan dirinya. Perkembangan yang berlangsung tersebut kemudian membantu pembentukan konsep diri individu yang bersangkutan.
Konsep diri dan persepsi tentang kesehatan sangat berkaitan erat satu sama lain. Klien yang mempunyai keyakinan tentang kesehatan yang baik akan dapat meningkatka konsep diri. Tetapi sebaliknya, klien yang memiliki persepsi diri yang negatif akan menimbulkan keputusasaan.
Maka disini kami akan memaparkan tentang konsep diri dalam keperawatan yang nantinya akan dibutuhkan oleh kita selaku askep. Didalamnya terkandung  komponen-komponen konsep diri, faktor pengaruh konsep diri, dan proses keperawatan dalam konsep diri.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Apa itu konsep diri?
2.    Komponen apa saja yang terdapat dalam konsep diri?
3.    Apa saja yang mempengaruhi konsep diri?
4.    Apa itu kehilangan dan berduka?
5.    Apa itu individu?
6.    Apa itu keluarga?

C.  Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1.    Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar
2.    Untuk memahami tentang konsep diri
3.    Mengetahui komponen yang terdapat dalam konsep diri
4.    Mengetahui apa saja yamg mempengaruhi konsep diri
5.    Untuk memahami arti kehilangan dan berduka
6.    Untuk memahami arti individu
7.    Untuk memahami arti keluarga
BAB II
PEMBAHASAN

A.  Definisi Konsep Diri
Konsep diri berasal dari bahasa inggris yaitu “self concept” merupakan suatu konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut.
Konsep diri (self-concept) merupakan bagian dari masalah kebutuhan psikososial yang tidak di dapat sejak lahir, akan tetapi dapat dipelajari sebagai hasil dari pengalaman seseorang terhadap dirinya. Kensep diri ini berkembang secara bertahap sesuai dengan tahap perkembangan psikososial seseorang.
Sebagai sebuah konstruk psikologi , konsep diri didefenisikan secara berbeda oleh para ahli. Seifert dan Hoffnung (1994), misalnya, mendefiniskan konsep diri sebagai “suatu pemahaman mengenai diri arau ide tentang diri sendiri” . Santrock (1996) menggunakan istilah konsep diri mengacu pada evaluasi bidang tertentu dari diri sendiri. Sementara itu, Atwater (1987) menyebutkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Selanjutnya, Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk. Pertama, body image, kesadaran tentang tubuhnya, yaitu bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri. Kedua, ideal self, yaitu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya. Ketiga, social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Menurut Burns (1982), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater; 1984), mendefisikan konsep diri sebagai system yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut. Sementara itu, Cawagas (1983) menjelaskan bahwa konsep diri mencakup keseluruhan pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadi nya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya atau kecakapannya, kegagalannya, dan sebagainya.
Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Definisi konsep diri menurut beberapa ahli:
·       Wigfield dan Karpathian (1991)
Konsep diri adalah citra subjektif dari diri dan pencampuran yang kompleks dari perasaan, sikap dan persepsi bawah sadar. Konsep diri memberikan kita kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen kita terhadap situasi dan hubungan kita dengan orang lain.

·       Stuart dan Sundeen (1991)
Konsep diri adalah semua ide, pikiran kepercayaan yang di ketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu dalam berhubungan dengan orang lain.
·       Burns (1993)
Konsep diri merupakan suatu gambaran campuran dari apa yang kita pikirkan.Orang lain pun berpendapat mengenai diri kita dan seperti apa yang diri kita inginkan.
·       Hurlock (1990)
Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya.Konsep diri ini merupakan gabungan dari keyakinan yang di miliki individu tentang mereka sendiri meliputi karakteristik fisik, fisikologis, sosial, emosional, aspirasi dan prestasi.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa, konsep diri merupakan sikap yang unik pada manusia yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya. Di dalamnya berupa ide, pikiran, kepercayaan yang di ketahui oleh diri masing-masing.
Manusia sebagai suatu organisme memiliki dorongan untuk berkembang serta mampu menyesuaikan diri terhadap keadaan yang dihadapinya, sehingga ia mampu menjadi pribadi yang dapat membentuk sebuah konsep diri.

B.  Komponen Konsep Diri
Komponen Konsep diri terdiri dari :
1.    Identitas: Identitas mencakup rasa internal tentang individual, keutuhan dan konsistensi dari seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai situasi. Karenanya konsep tentang identitas mencangkup kontansi dan kontinuitas. Identitas menunjukan menjadi lain dan terpilih dari orang lain, namun menjadi diri yang utuh dan unik. Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, kemudian dengan guru, teman seusia dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas, anak harus mampu untuk membawa semua perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan yang kohoren, konsisten dan unik.Rasa identitas ini secara kontinu timbul dan dipengaruhi oleh situasi sepanjang hidup.
Dalam identitas diri ada otonomi yaitu mengerti dan percaya diri,respek terhadap diri,mampu menguasai diri,mengatur diri dan menerima diri.
Ciri-ciri individu dengan identitas diri yang positif :
1. Mengenal diri sebagai individu yang utuh terpisah dari orang lain.
2. Mengakui jenis kelamin sendiri.
3. Memandang perlu aspek diri sebagai suatu keselarasan.
4. Menilai diri sesuai dengan penilaian masyarakat.
5. Menyadari hubungan masa lalu,sekarang dan yang akan datang.
6. Mempunyai tujuan dan nilai yang disadari.
Gangguan identitas diri adalah kekaburan atau ketidakpastian memandang diri sendiri,penuh dengan keraguan. Sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan.

Pada klien di rumah sakit karena penyakit fisik,maka identitas dapat terganggu karena :
Ø  Tubuh klien dikontrol oleh orang lain,misalnya pelaksanaan  pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan klien.
Ø  Ketergantungan pada orang lain misalnya untuk self-care perlu dibantu orang lain sehingga otonomi atau kemandirian terganggu.
Ø  Perubahan peran dan fungsi klien menjalankan peran sakit. Peran sebelumnya tidak bias dijalankan.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1. Tidak ada percaya diri.
2. Sukar mengambil keputusan.
3. Ketergantungan.
4. Masalah dalam hubungan interpersonal.
5. Ragu atau tidak yakin terhadap keinginan.
6. Proyeksi yaitu menyalahkan orang lain.
Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1. Gangguan identitas personal.
2. Ketidakberdayaan.
3. Keputusasaan.
2.    Citra tubuh: Membentuk persepsi seorang tentang tubuh, baik secara internal maupun eksternal. Persepsi ini mencakup perasaan dan sikap yang ditunjukkan pada tubuh. Citra tubuh dipengaruhi oleh pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan oleh persepsi dari pandangan orang lain. Citra tubuh di pengaruhi oleh pertumbuhan kognitif dan perkembangan fisik. Perubahan perkembangan yang normal seperti pertumbuhan dan penuaan mempunyai efek penampakan yang lebih besar pada tubuh dibandingkan dengan aspek lainnya dari konsep diri.5 Citra tubuh anak usia sekolah berbeda dengan citra tubuh seorang bayi. Salah satu perbedaan yang menyolok adalah kemampuan untuk berjalan. Perubahan ini bergantung pada kematangan fisik. Perubahan hormonal terjadi selama masa remaja dan pada tahun akhir kehidupan juga mempengaruhi citra tubuh (mis. Menopause selama masa dewasa dengan penuaan mencakup penurunan ketajaman penglihatan, pendengaran, dan mobilitas, perubahan ini dapat mempengaruhi citra tubuh).
Gangguan citra tubuh adalah perubahan persepsi tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran,bentuk,struktur,fungsi,keterbatasan,makna dan objek, pada
klien yang di rawat di Rumah Sakit umum,perubahan citra tubuh sangat mungkin terjadi,Stressor pada tiap perubahan adalah :
Ø  Perubahan ukuran tubuh : berat badan yang turun akibat penyakit.
Ø  Perubahan bentuk tubuh : tindakan invasive seperti operasi,suntikan dan pemasangan infus.
Ø  Perubahan struktur sama dengan perubahan bentuk tubuh disertai dengan pemasangan alat didalam tubuh.
Ø  Perubahan fungsi berbagai penyakit yang dapat merubah system tubuh.
Ø  Keterbatasan gerak : makan,kegiatan.
Ø  Makna dan objek yang sering kontak : penampilan dan dandanan berubah,pemasangan alat pada tubuh klien seperti infus,respirator,suntik,
pemeriksaan tanda vital.
Tanda dan gejala gangguan citra tubuh :
1.      Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah.
2.      Tidak menerima perubahan yang telah terjadi atau akan terjadi.
3.      Menolak penjelasan perubahan tubuh.
4.      Persepsi negative pada tubuh.
5.      Preokupasi dengan bagian tubuh yang hilang.
6.      Mengungkapkan keputusan.
7.      Mengungkapkan ketakutan.
Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1.      Gangguan citra tubuh.
2.      Gangguan harga diri.
3.      Keputusasaan.
4.      Ketidakberdayaan.
5.      Kerusakan penyesuaian.

3.    Ideal Diri: Adalah persepsi individu tentang bagaimana ia seharusnya bertingkah laku berdasarkan standar pribadi. Standar dapat berhubungan dengan tipe orang yang diinginkan atau disukainya atau sejumlah aspirasi, tujuan, nilai yang ingin diraih. Ideal diri, akan mewujudkan cita-cita atau penghargaan diri berdasarkan norma-norma sosial dimasyarakat tempat individu tersebut melahirkan penyesuaian diri. Pembentukan ideal diri dimulai pada masa kanak-kanak dipengaruhi oleh orang yang penting pada dirinya yang memberikan harapan atau tuntutan tertentu.Seiring dengan berjalannya waktu individu menginternalisasikan harapan tersebut dan akan membentuk dasar dari ideal diri. Pada usaia remaja ideal diri akan terbentuk melalui identifikasi pada orang tua, guru dan teman. Pada usia yang lebih tua dilakukan penyesuaian yang merefleksikan berkurangnya kekuatan fisik dan perubahan peran serta tanggung jawab.
Gangguan ideal diri adalah ideal diri yang terlalu tinggi,sukar dicapai dan tidak realistis,ideal diri yang samar dan tidak jelas dan cenderung menuntut.
Pada klien yang dirawat dirumah sakit kerena sakit,maka ideal dirinya dapat terganggu atau ideal diri klien terhadap hasil pengobatan yang terlalu tinggi dan sukar di capai.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
1.      Mengungkapkan keputusasaan akibat penyakitnya,misalnya saya tidak bias ikut ujian karena sakit,saya tidak bias lagi jadi peragawati Karena bekas luka diwajah saya,kaki saya yang dioperasi membuat saya tidak bias main bola.
2.      Mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi. Misalnya saya pasti bias sembuh padahal prognosa penyakitnya buruk,setelah sehat saya akan sekolah lagi padahal penyakitnya mengakibatkan tidak mungkin lagi sekolah.
Masalah keperawatan yang mungkin timbul adalah :
1.      Ideal diri tidak realistis.
2.      Ketidakberdayaan.
3.      Keputusasaan.

4.    Harga Diri: Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisi seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai.Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima di lingkungan. Harga diri dibentuk sejak kecil dari adanya penerimaan dan perhatian. Harga diri akan meningkat sesuai meningkatnya usia. Untuk meningkatkan harga diri anak diberi kesempatan untuk sukses, tanamkan “ideal” atau harapan jangan terlalu tinggi dan sesuaikan dengan budaya, berikan dorongan untuk aspirasi atau cita-citanya dan bantu membentuk pertahanan diri untuk hal-hal yang menggangu persepsinya. Harga diri sangat mengancam pada masa pubertas, karena pada saat ini harga diri mengalami perubahan, karena banyak keputusan yang harus dibuat menyangkut diri sendiri. Remaja dituntut untuk menentukan pilihan, posisi peran dan memutuskan apakah ia mampu meraih sukses dari suatu bidang tertentu, apakah ia dapat berpartisipasi atau diterima di berbagai macam aktivitas sosial.
Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negative terhadap diri sendiri,hilang kepercayaan diri,merasa gagal mencapai keinginan.
Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dapat terjadi secara :
1. Situsional,yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba,misalnya harus operasi, kecelakaan,dicerai suami,putus sekolah,putus hubungan kerja,perasaan malu karena sesuatu terjadi (korban perkosaan,dituduh KKN,dipenjara tiba-tiba).
Pada klien yang dirawat dapat terjadi harga diri rendah karena :
Ø  Privacy yang kurang diperhatikan,misalnya pemeriksaan fisik yang sembaranganpemasangan alat yang tidak sopan (pencukuran rambut pubis,pemasangan kateter,pemeriksaan parineal).
Ø  Harapan akan struktur,bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat atau sakit.
Ø  Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai. Misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan,berbagai tindakan tanpa persetujuan.
2. Kronik yaitu perasaan negative terhadap diri telah berlangsung lama yaitu sebelum sakit.Klien ini mempunyai cara berfikir yang negative,kejadian sakit. Dirawat akan menambah persepsi negative terhadap dirinya.
Tanda dan gejala yang dapat dikaji :
a.       Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan penyakit,misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi botak setelah mendapatkan terapi sinar pada kanker.
b.      Rasa bersalah terhadap diri sendiri (misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera dirumah sakit),menyalahkan,mengejek dan mengkritik diri sendiri.
c.       Merendahkan martabat,misalnya sya tidak bias,saya tidak mampu,saya orang bodoh,dan tidak tahu apa-apa.
d.      Gangguan hubungan social seperti menarik diri,klien tidak ingin bertemu dengan orang lain,lebih suka sendiri.
e.       Percaya diri kurang,klien sukar dalam mengambil keputusan misalnya tentang memilih alternative tentang tindakan.
f.       Mencederai diri akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram,mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.
Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1. Gangguan harga diri.
2. Keputusasaan.
3. Isolasi sosiaal menarik diri.
4. Resiko perilaku kekerasan.

5.    Peran: Peran adalah serangkaian pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam kelompok sosialnya.Peran memberikan sarana untuk berperan serta dalam kehidupan sosial dan merupakan cara untuk menguji identitas dengan memvalidasi pada orang yang berarti. Setiap orang disibukkan oleh beberapa peran yang berhubungan dengan posisi pada tiap waktu sepanjang daur kehidupan. Harga diri yang tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan dan cocok dengan ideal diri.


Hal-hal yang mempengaruhi penyesuaian  individu terhadap peran :
Ø  Kejelasan prilaku yang sesuai dengan perannya dari pengetahuan tentang peran yang diharapkan.
Ø  Respon atau tanggap yang konsisten dari orang yang berarti terhadap perannya.
Ø  Kesesuaian norma budaya dan harapannya dengan peran.
Ø  Perbedaan situasi yang dapat menimbulkan peran yang tidak sesuai.
Gangguan penampilan peran adalah barubahnya atau berhenti fungsi peran yang disebabkan oleh penyakit,proses semua,putus sekolah,putus hubungan kerja.
Pada klien yang sedang dirawat dirumahsakit,otomatis peran social klien berubah menjadi sakit. Peran klien yang berubah adalah :
Ø  Peran dalam keluarga.
Ø  Peran dalam pekerjaan sekolah.
Ø  Peran dalam berbagai kelompok.
Klien tidak dapat melakukan peran yang biasa dilakukan salama dirawat di rumah sakit atau setelah kembali dari rumah sakit,klien tidak mampu melakukan perannya yang biasa.
Tanda dan geja yang dapat dikaji :
1.      Mengingkari ketidakmampuan menjalankan peran.
2.      Ketidakpuasan peran.
3.      Kegagalan menjalankan peran yang baru.
4.      Ketegangan menjalankan peran yang baru.
5.      Kurang tanggung jawab.
6.      Apatis,bosan dan putus asa.

Masalah keperawatan yang mungkin timbul :
1.   Perubahan penampilan peran.
2.   Gangguan harga diri.
3,   Keputusasaan.
4.      Ketidakberdayaan.

C.  Stressor Mempengaruhi Konsep Diri
Stressor Konsep diri adalah segala perubahan nyata yang dicerap yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran. Stressor yang mempengaruhi konsep diri melalui setiap perubahan dalam kesehatan misalnya Perubahan fisik dalam tubuh (kecelakaan, bekas luka, penuaan) menyebabkan perubahan Citra tubuh, dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi.
1.    Stressor Identitas
Seorang dewasa biasanya mempunyai identitas yang lebih stabil karena konsep diri berkembang lebih kuat.
Stresor kultural dan sosial dibanding stresor personal dapat mempunyai dampak lebih besar pada identitas orang dewasa. Misalnya, seorang dewasa harus memutuskan antara karier dan pernikahan, kerja sama dan kompetisi, atau ketergantungan dan kemandirian dalam suatu hubungan (stuart & sundeen, 1991).
2.    Stressor Citra tubuh
Perubahan dalam penampilan, struktur atau fungsi
bagian tubuh akan membutuhkan perubahan dalam citra tubuh. Perubahan dalam citra tubuh seperti; amputasi atau perubahan penampilan wajah, adalah stressor yang sangat jelas mempengaruhi citra tubuh. Masektomi, Kolostomi, dan ileostomi mengubah penampilan dan fungsi tubuh.
3.    Sterssor Harga diri
       Sterssor mempengaruhi harga diri seorg bayi, usia sekolah, prasekolah dan remaja adalah ketidakmampuan untuk memenuhi harapan orang tua, kritik yang tajam, hukum yang tidak konsisten, persaingan antar-saudara sekandung dan kekalahan berulang dapat menurunkan harga diri.
       Sterssor mempengaruhi harga diri pada orang dewasa adalah ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam berhubungan.
4.    Sterssor Peran
a.    Konflik Peran adalah tidak adanya kesesuaian harapan peran.
Ada 3 jenis dasar konflik peran yaitu
·      Konflik interpersonal
Ketika satu orang atau lebih mempunyai harapan berlawanan atau tidak cocok secara individu dalam peran tertentu. Misalnya teman dari seorang wanita dan ibunya mungkin mempunyai perbedaan yang besar bagaimana ia harus merawat anak-anaknya.
·      Konflik antar-peran
Terjadi ketika tekanan atau harapan yang berkaitan denang satu peran melawan tekanan atau harapan yang saling berkaitan. Misalnya, seorg pria bekerja 10 sampai 12 jam sehari mungkin akan mempunyai masalah jk istrinya mengharapkan dirinya untuk berada dirumah bersama keluarga.
·      Konflik peran personal
Terjadi ketika tuntutan peran melanggar nilai personal individu. Misalnya, seorang perawat yang menghargai penyelamatan hidup mengalami konflik ketika dihadapkan pada merawat klien yg memilih untuk menolak terapi pendukung hidup.
b.    Ambiguitas Peran mencakup harapan peran yang tdk jelas. Ketika terdapat ketidak jelasan harapan maka orang menjadi tidak pasti apa yang harus dilakukan, bagaimana harus melakukannya atau keduanya.
c.     Ketegangan peran perpaduan antara konflik peran dan ambiguitas peran. Ketegangan peran dapat diekspresikan sebagi perasaan frustasi ketika seseorg merasakan tidak adekuat atau merasa tidak sesuai dengan peran.
contohnya: seorang wanita mempunyai posisi dimana lazimnya posisi tersebut dipegang oleh pria mungkin dianggap oleh orang lain sebagai kurang kompeten, kurang objektif atau kurang berpengetahuan dibandingndg rekan kerja pria mereka. Maka mereka berpikir bahwa mereka harus bekerja keras dan lebih baik untuk dapat berkompetensi

D.  Pengaruh Perawat Pada Konsep Diri Klien
Penerimaan perawat terhadap klien dengan perubahan konsep diri membantu menstimulasi rehabilitasi yang positif. Klien yang penampilan fisiknya telah mengalami perubahan dan yang harus beradaptasi terhadap citra tubuh yang baru, hampir pasti baik klien maupun keluarganya akan melihat pada perawat dan mengamati respon dan reaksi mereka terhadap situasi yang baru. Perawat mempunyai dampak yang signifikan dalam hal ini. Rencana keperawatan yang dirumuskan untuk membantu klien dengan perubahan konsep diri dapat ditingkatkan atau digagalkan oleh nilai dan perasaan bawah sadar perawat. Penting artinya bagi perawat untuk mengkaji dan mengkarifikasi hal-hal berikut mengenai diri mereka:
1.      Perasaan perawat mengenai kesehatan dan penyakit.
2.      Bagaimana perawat bereaksi terhadap stres.
3.      Kekuatan komunikasi nonverbal dengan klien, keluarganya dan bagaimana hal tersebut ditunjukan.
4.      Nilai dan harapan pribadi apa yang ditunjukan (mempengaruhi klien).
5.      Bagaimana pendekatan tidak menghakimi dapat bermanfaat bagi klien.
Perawat harus mengkaji diri mereka sendiri secara jujur sebelum mereka dapat mulai memahami bagaimana mereka baik dengan kata-kata atau tindakan. Perawat harus memberikan perhatian pada ‘pencetus’ yang memperkuat perasaan yang terjadi dalam berespons terhadap situasi tertentu. Perawat tidak dapat menyangkal bahwa mereka mempunyaiperasaan ide-ide, nilai, dan pengharapan atau menyangkal bahwa mereka membuat penilaian. Kesadaran diri sangat penting dalam memahami dan menerima orang lain.Semua orang membuat keputusan tentang diri mereka, lingkungan dan orang lain dengan dasar kerangka acuan personal. Sebagai tenaga profesional, perawat harus menyiapkan diri bekerja dangan orang yang mempunyai kerangka acuan berbeda dengan dirinya. Perawat yang merasa aman dengan identitas dirinya sendiri akan lebih cepat menerima dan dengan demikian menguatkan identitas klien. Namun demikian, perawat yang tidak pasti dengan identitasnya sendiri mungkin tidak mampu mererima klien dan mungkin bereaksi seolah klien itu sesuatu dan orang lain, dengan demikian menciptakan lingkungan yang tidak menerima bagi klien.
Perawat juga mempunyai dampak signifikan pada citra tubuh. Klien yang harus beradaptasi terhadap perubahan citra tubuh yang disebakan oleh penyakit atau pembedahan memerlukan dukungan,demikian juga halnya kluarga klien. Misalnya jika perawat merasa bahwa ostomi atau mastektomi sangat mengakibatkan buruknya penampilan, maka mereka tidak boleh mengekspresikan pendapat tersebut pada klien baik secara verbal maupun nonverbal.perawat harus berbicara dengan orang yang telah mempunyai pengalaman dalam merawat dan rehabilitasi klien seperti ini. Bertemu dengan orang yang telah mengalami pembedahan seperti ini dan yang telah mengalami penyembuhan dapat meningkatkan pengetahuan. Perawat yang merasa tidak pasti tentang citra tubuh mereka sendiri mungkin akan bereaksi lebih kuat terhadap perubahan dalam penampilan dan fungsi fisik klien.
Untuk menciptakan hubungan antara perawat dan pasien diperlukan komunikasi yang akan mempermudah dalam mengenal kebutuhan pasien dan menentukan rencana tindakan serta kerja sama dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Hubungan perawat dan klien yang terapeutik akan memepermudah proses komunikasi tersebut.
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk untuk kesembuhan pasien.
Tujuan komunikasi terapeutik itu sendiri adalah :
1.    Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
2.    Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3.    Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.

Rentang respon konsep diri.
 




Adaptif                                                                                               Mal-adaptif
 


Aktualisasi         Konsep Diri     Harga Diri        Kerancunan          Depersonalisasi
Diri                     Positif               Rendah            Identitas
(Stuart and Sundeen 1998).

Keterangan :
1.      Respon adaptif adalah respon yang dihadapi klien bila klien menghadapi suatu masalah dapat menyelesaikannya secara baik antara lain :
a)      Aktualisasi diri
Kesadaran akan diri berdasarkan konservasi mandiri termasuk persepsi masa lalu akan diri dan perasaannya.
b)      Konsep diri positif
Menunjukkan individu akan sukses dalam menghadapi masalah.

2.      Respon mal-adaptif adalah respon individu dalam menghadapi masalah dimana individu tidak mampu memecahkan masalah tersebut. Respon mal-adaptif gangguan konsep diri adalah :
a)      Gangguan harga diri
Transisi antara respon konsep diri positif dan mal-adaptif.
b)      Kekacauan identitas
Identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak memberikan kehidupan dalam mencapai tujuan.
c)      Depersonalisasi (tidak mengenal diri)
Tidak mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat,tidak mampu berhubungan dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan baik dengan orang lain.


E.  Konsep Diri dan Proses Keperawartan
1.    Pengkajian
Dalam mengkaji konsep diri, perawat mengumpulkan data objektif dan subjektif yang berfokus pada stresor konsep diri baik yang aktual maupun potensial dan pada perilaku yang berkaitan dengan perubahan konsep diri. Data objektif selanjutnya termasuk terhadap perubahan citra tubuh, keengganan untuk mencoba hal-hal baru dan interaksi verbal dan  nonverbal antara klien dengan orang lain, data subjektif dikumpulkan untuk menetukan pandangan klien tentang diri dan lingkungan. Persepsi orang terdekat adalah sumber data yang penting.
2.    Diagnosa Keperawatan
Data pengkajian membutuhkan interpretasi yang cermat oleh perawat. Klien dengan batasan karakteristik untuk gangguan konsep diri mungkin menunjukan diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan defisiensi identitas, citra tubuh harga diri atau kinerja peran. Peristiwa yang mempunyai dampak pada diri menimbulkan stressor cukup besar atau jika stressor di timbulkan pada klien dalam periode yang cukup lama, maka klien akan menjadi simptomatis.
Pengkajian harus menunjukan adanya batasan karakteristik dan perilaku klien yang mengarah pada diagnosa keperawatan. Perawat harus cermat untuk membuat diagnosa yang akuraat berdasarkan data pengkajian. Misalnya, pertimbangkan klien dengan diagnosa penyakit paru kronis. Perawat mungkindengan cepat berasumsi bahwa klien mempaunyai citra tubuh yang buruk sebagai akibat kehilangan fungsi tubuh. Namun demikian, informasi ini saja tidak akan membantuk diagnosa keperawatan yang konklusif.
3.     Perencanaan
Setelah menentukan diagnosa keperawatan, perawat, klien, dan keluarganya harus merencanakan perawatan yang diarahkan pada membantu kllien meraih kembali atau mempertahankan konsep diri yang sehat. Rencana perawatan didasarkan pada tujuan dan hasil yang diperkirakan. Hasil akan memberikan ukuran untuk menentukan apakah rencana perawatan pada akhirnya berhasil. Perawat harus menentukan apakah hasil yang ditetapkan realistis, sesuai dengan keadaan fisik dan psikososial klien saat ini. Setelah menetapkan tujuan perawat merencanakan strategi yang ditujukan pada penyelesaian diagnosa keperawatan. Secara spesifik, intervensi keperawatan diarahkan pada faktor yang berhubungan dengan diagnosis. Misalnya dalam gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan persepsi negatif terhadap diri setelah histerektomi, maka intervensi perawat ditujukkan untuk membantu klien mencapai kembali feminitasnya dan menerima perubahan fisik yang berkaitan dengan insisi abdomen. Rencana perawatan menyajikan tujuan, hasil yang diharapkan, dan intervensi untuk klien dengan gangguan konsep diri. Intervensi difokuskan pada membantu klien mengaadaptasi stressor yang menyebabkan gangguan konsep diri  dan pada dukungan dan dorongan perkembangan metoda koping.
4.    Implementasi
Menciptakan lingkungan dan hubungan yang terapeutik dan mendukung penggalian diri penting untuk mengintervensi klien yang mempunyai masalah konsep diri. Banyak variabel yang mempengaruhi pandangan klien tentang diri bersifat pribaadi dan personal. Perawat harus dengan jelas dan tulus menunjukan perawatanya pada klien. Kemudian akan berkembang rasa saling percaya untuk memberdayakan perawat bermitra dengan klien dalam menetapkan intervensi yang sangat berguna.

F.   Definisi Kehilangan dan Berduka
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat kembali.
Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Proses kehilangan.
1. Stressor internal atau eksternal --- gangguan dan kehilangan --- individu memberi makana positif --- melakukan kompensasi dengan kegiatan positif ---perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stressor internal atau eksternal --- gangguan dan kehilangan --- individu memberi makna --- merasa tidak berdaya --- marah dan berlaku agresi ---diekspresikan kedalam diri --- muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal dan eksternal --- gangguan dan kehilangan --- individu memberi makan --- merasa tidak berdaya --- marah dan berlaku agresi --- diekspresikan ke luar diri individu --- kompensasi dengan prilaku konstruktif --- perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
4. Stressor internal dan eksternal --- gangguan dan kehilangan --- individu memberi makna --- merasa tidak berdaya --- marah dan berlaku agresi --- diekspresikan ke luar diri individu --- kompensasi dengan prilaku destruktif --- merasa bersalah --- ketidakberdayaan   .

G. Jenis Kehilangan dan Berduka
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:
1.    Kehilangan seseorang yang dicintai ( ACTUAL LOSS )
Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. karena keintiman, intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar biasa dan tidak dapat ditutupi.
Contoh : kehilangan anggota badan , kehilngan suami/ istri , kehilangan pekerjaan.
2.    Kehilangan yang ada pada diri sendiri ( LOSS OF SELF )
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain yang dapat hilang dari seseorang.
Contoh : misalnya kehilangan pendengaran, ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
3.    Kehilangan objek eksternal
Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
4.    Kehilangan lingkungan yang dikenal
Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Contoh : pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang baru dan proses penyesuaian baru.
5.    Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang kematian



Jenis berduka ada 4, yaitu:
·      Berduka normal, terdiri atas perasaan, perilaku, dan reaksi yang normal terhadap kehilangan.Misalnya, kesedihan, kemarahan, menangis, kesepian, dan menari diri dari aktivitas untuk sementara.
·      Berduka antisipatif, yaitu proses’melepaskan diri’ yng muncul sebelum kehilangan atau kematian yang sesungguhnya terjadi.Misalnya, ketika menerima diagnosis terminal, seseorang akan memulai proses perpisahan dan menyesuaikan beragai urusan didunia sebelum ajalnya tiba
·      Berduka yang rumit, dialami oleh seseorang yang sulit untuk maju ke tahap berikutnya,yaitu tahap kedukaan normal.Masa berkabung seolah-olah tidak kunjung berakhir dan dapat mengancam hubungan orang yang bersangkutan dengan orang lain.
·      Berduka tertutup, yaitu kedudukan akibat kehilangan yang tidak dapat diakui secara terbuka.Contohnya:Kehilangan pasangan karena AIDS, anak mengalami kematian orang tua tiri, atau ibu yang kehilangan anaknya di kandungan atau ketika bersalin

H.  Respon Berduka
Respons berduka seseorang terhadap kehilangan dapat melalui tahap-tahap berikut(Kubler-Ross, dalam Potter dan Perry,1997) :
·      Tahap Pengingkaran (denial). Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya, atau mengingkarikenyataan bahwa kehilangan benar-benar terjadi.Reaksi fisik yang terjadi pada tahap ini adalah letih, lemah, pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan sering kali individu tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berlangsung selama beberapa menit hingga beberapa tahun.
·      Tahap Marah (anger). Pada tahap ini individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri.Orang yang mengalami kehilangan juga tidak jarang menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain, menolak pengobatan, bahkan menuduh dokter atau perawat tidak berkompeten. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, denyut nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal, dan seterusnya.
·      Tahap Tawar-menawar (bargaining). Pada tahap ini terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan dan dapat mencoba untuk membuat kesepakatan secara halus atau terang-terangan seolah kehilangan tersebut dapat dicegah.Individu mungkin berupaya untuk melakukan tawar-menawar dengan memohon kemurahan Tuhan.
·      Tahap depresi (depression). Pada tahap ini pasien sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap sangat menurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusan, rasa tidak berharga, bahkan bisa muncul keinginan bunuh diri. Gejala fisik ditunjukkan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dan lain-lain.
·      Tahap Penerimaan (acceptance). Tahap ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat pada objek yg hilang akan mulai berkurang atau bahkan hilang. Perhatiannya akan beralih pada objek yg baru.Apabila individu dapat memulai tahap tersebut dan menerima dengan perasaan damai, maka dia dapat mengakhiri proses kehilangan secara tuntas.Kegagalan untuk masuk ke proses ini akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.
Asuhan keperawatan klien kehilangan dan berduka.
1. Pengkajian.
Faktor Predopsisi.
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah :
·         Genetik
Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi masalah kehilangan.



·         Kesehatan Jasmani
Individu dengan keadaan fisik sehat,pola hidup yang teratur,cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik.
·         Kesehatan Mental
Indivi yang mengalami gangguan jiwa terutama yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai perasaan tidak berdaya pesimis,selalu dibayangi oleh masa depan yang suram,biasanya sangat peka dalam meghadapi situasi kehilangan.
·         Pengalaman Kehilangan di Masa lalu
Kehilangan atau perpisahan dengan orang yang berarti pada masa kanak-kanak akan mempengaruhi kemapuan individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-Sundeen,1991).
·         Struktur Kepribadian
·         Individu dengan konsep diri yang negative,perasaan rendah diri akan menyebabkan rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang dihadapi.
·         Faktor Presipitasi
Stress yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan dapat berupa stress nyata,ataupun imajinasi individu seperti: kehilangan sefat bio-psiko-sosial antara lain meliputi: kehilangan kesehatan,kehilangan fungsi seksualitas,
kehilangan peran dalam keluarga,kehilangan posisi di masyarakat,
kehilangan milik pribadi seperti: kehilangan harta benda atau orang yang dicintai,kehilangan kewarganegaraan, dan sebagainya.
·         Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukan perilaku seperti:menangis atau tadak mampu menangis,marah-marah,putus asa,kadang-kadang ada tanda-tanda usaha bubuh dir atau ingin membunuh orang lain. Juga sering berganti tempat mencari informasi yang tidak menyongkong diagnosanya.
·         Mekanisme Koping.
Koping yang sering dipakai oleh individu dengan respon kehilangan antara lain : Denial,Represi,Intelektualisasi,Regresi,Disosiasi,Supresi,dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasak sangat menyakitkan. Regresi dan Disosiasi sering ditemukan pada depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Potensial proses berduka yang tidak terselesaikan sehubungan dengan kematian ibu.
2. Fiksasi berduka pada fase depresi sehubungan dengan amputasi kaki kiri.
3. Potensial respon berduka yang berkepanjangan sehubungan dengan proses berduka sebelumnya yang tidak tuntas.

3. Perencanaan
Tujuan jangka panjang: Agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas.
Tujuan jangka pendek: Pasien mampu:
1. Mengungkapkan perasaan duka.
2. Menjelaskan makna kehilangan orang atau objek.
3. Membagi rasa dengan orang yang berarti.
4. Menerima kenyataan kehilangan dengan perasaan damai.
5. Membina hubungan baru yang bermakna dengan objek atau orang yang baru.

4. Prinsip Tindakan Keperawatan Pada Pasien Dengan Respon Kehilangan
1. Bina jalin hubungan yang saling percaya
2.Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya.
3. Identifikasi kemungkinan factor yang menghambat proses berduka.
4. Kurangi atau hilangkan factor penghambat proses berduka.
5. Beri dukungan terhadap respon kehilangan pasien.
6. Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga.
7. Ajarkan teknik logotherapy dan psychorelegious therapy.
8. Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a.       Fase pengingkaran (denial)
·         Memberi kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
·         Menunjukan sikap menerima,ikhlas dan mendorong pasien untuk berbagi rasa.
·         Memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang sakit,pengobatan dan kematian.
b.      Fase Marah (anger)
Mengijinkan dan mendorong pasien mengungkapkan rasa marahnya secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c.       Fase tawar menawar (bargaining)
Membantu pasien mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan takutnya.
d.      Fase depresi.
·         Mengidentifikasi tingkat depresi dan risiko merusak diri pasien.
·         Membantu pasien mengarungi rasa bersalah.
e.       Fase penerimaan
Membentu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bias dielakkan.

I.     Individu
Individu berasal dari kata latin, “individuum” yang artinya tak terbagi. Kata individu merupakan sebutan yang dapat untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Kata individu bukan berarti manusia sebagai keseluruhan yang tak dapat dibagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas yaitu sebagai manusia perseorangan, demikian pendapat Dr. A. Lysen.
Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
·         Raga, merupakan bentuk jasad manusia yang khas yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan yang lain, sekalipun dengan hakikat yang sama
·         Rasa, merupakan perasaan manusia yang dapat menangkap objek gerakan dari benda-benda isi alam semesta atau perasaan yang menyangkut dengan keindahan
·         Rasio atau akal pikiran, merupakan kelengkapan manusia untuk mengembangkan diri, mengatasi segala sesuatu yang diperlukan dalam diri tiap manusia dan merupakan alat untuk mencerna apa yang diterima oleh panca indera.
·         Rukun atau pergaulan hidup, merupakan bentuk sosialisasi dengan manusia dan hidup berdampingan satu sama lain secara harmonis, damai dan saling melengkapi. Rukun inilah yang dapat membantu manusia untuk membentuk suatu kelompok social yang sering disebut masyarakat

J.    Keluarga
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. 
Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Lain halnya Adler berpendapat bahwa mahligai keluarga itu dibangun berdasarkan pda hasrat atau nafsu berkuasa. 
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga sosial sebagai hasil faktor-faktor politik , ekonomi dan keluarga.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itub untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

























BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Secara umum konsep diri adalah semua tanda, keyakinan dan pendirian yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya yang dapat memengaruhi hubungannya dengan orang lain, termasuk karakter, kemampuan, nilai, ide dan tujuan.
Komponen Konsep diri terdiri dari : identitas, citra tubuh, ideal diri, harga diri dan peran.
Stressor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu Stressor Identitas, Stressor Citra tubuh, Sterssor Harga diri dan Sterssor Peran.
Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Sedangkan berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
Individu berasal dari kata latin, “individuum” yang artinya tak terbagi. Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan Tuhan di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
Secara Umum, Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

B. Saran
·      Perawat harus menjalin hubungan yang baik dengan klien untuk terwujudnya asuhan keperawatan yang dilakukan.
·      Perawat harus mendengarkan dan mendorong pasien untuk mendiskusikan pikiran dan perasaan klien.
·      Perawat harus memberikan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan konsep diri.
·      Perawat harus menggunakan komunikais teraupetik dan respon empati.


0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright © . BEING AS NURSE - Posts · Comments
Theme Template by BTDesigner · Powered by Blogger